Hari ini Liana sedang banyak waktu luang, Nenek Louvinna yang sedang ada acara minum teh bersama teman-temannya berpesan agar Liana juga lebih meluangkan waktu untuk diri sendiri. Bukannya Nenek Louvinna enggan mengajak Liana, namun beliau ingin Liana lebih bebas dan mempunyai waktu sendiri.
"Tapi kalau Nenek tiba-tiba memerlukan sesuatu siapa yang akan membantu Nenek? Lalu kalau nenek ingin pulang bagaimana? lebih baik aku menemani Nenek."
"Astaga cucuku, kau itu harus punya waktu sendiri sekali-sekali. Apa jadinya kalau kau terus-terusan berdekatan dengan orang yang sudah tua? bisa-bisa kau berperilaku seperti Nenek-nenek sebelum usia tua nanti."
"T-tapi nek---"
"Tidak ada tapi-tapian. Bukannya Nenek tidak senang ditemani olehmu. Namun Nenek tidak ingin kau terlalu sibuk mengurusi Nenek hingga lupa waktu untuk bersenang-senang sendiri."
Liana mulanya menolak, karena ia khawatir pada Nenek Louvinna. Namun beliau meyakinkan Liana kalau beliau akan baik-baik saja. Liana lalu menyerah dan menurut pada Nenek Louvinna. Percuma berdebat dengan nenek-nenek. Dengan ibu-ibu saja kita tidak akan menang berargumen, apalagi dengan nenek-nenek.
Liana merentangkan tangannya, menghirup udara segar. Merasakan hembusan semilir angin yang lembut. Dia kini sudah berada di Tanah Intacta, Neo Orama yang merupakan tempat pertemuan pertama kalianya ia dengan Nenek Louvinna.
Liana masih ingat kala itu tiba-tiba saja ia sudah berbaring di Tanah Intacta saat musim dingin. Liana kecil yang masih berumur 8 tahun begitu kurus dan mungil, sangat menggemaskan. Sampai sekarang Liana tidak tahu siapa ayah dan ibunya, dan kenapa ia berada di situ. Ia juga tidak tahu kenapa ia diberi nama Liana oleh Nenek Louvinna.
Beralih soal itu, Liana kini sedang menikmati panorama alam yang ada di Tanah Intacta. Sungguh indah, Liana sangat menyukai tempat ini. Ia lalu mengambil kertas cetak bergerak yang ia bawa dari rumah. Kertas ini bisa digunakan untuk membuat foto objek yang kita inginkan. Hanya dengan mengarahkannya ke objek yang kita inginkan, lalu perlahan-lahan gambar objek itu sudah tersalin di kertas tersebut layaknya sebuah foto. Bagus memang kalau dipakai untuk mencetak gambaran panorama alam, namun kalau untuk mencetak gambar manusia tidak sepenuhnya jelas. Apabila di dekati tekstur gambar tersebut agak kasar, jadi kalau untuk memfoto manusia lebih baik jangan memakai kertas ini.
Di Tanah Intacta banyak sekali tetumbuhan dan hewan yang mungkin tidak akan orang awam temui disini.
Seperti kupu kupu kalota yang bersayap tebal berukuran besar. Apabila selepas musim gugur mereka berganti sayap. Sayapnya bertekstur mirip kain yang dapat dijahit. Liana beruntung karena kupu kupu Kalota mudah di temui dimana mana. Meskipun tidak sebagus kain pada umunya. Namun, Kupu-kupu ini sering berganti sayap. Jadi apabila ada bagian baju yang robek bisa ditambal menggunakan kain dari sayap kupu-kupu ini. Kupu-kupu ini juga dapat terbang lincah seperti jenis kupu-kupu yang lainnya meskipun sayapnya besar dan agak tebal seperti itu.
Apabila malam ada penerangan alami dari salah satu hewan yang ada di sini. Yaitu kumbang Elloin. Kumbang itu selalu mengeluarkan cahaya terang dimalam hari, mirip seperti kunang kunang. Namun kelebihannya, kumbang ini dapat menjadi penunjuk jalan apabila sedang tersesat.
Lalu dari dunia flora ada bunga Caerulenna, yang berwarna biru dan bercahaya indah apabila direndam di air hangat. Banyak juga variasi jenis warna dari bunga itu. Seperti, Albulenna yang berwarna putih dan Flavlenna yang berwarna kuning. Sangat indah bila dijadikan lampu tidur.
Saat Liana lapar Liana bisa memetik buah kesukannya di sini, buah itu bernama buah Carribum. Caribum sejenis pepaya yang berdaging dan kulit buah merah terang. Kalau dimakan dengan telur atau makanan berprotein tinggi akan berubah rasa menjadi asam gurih. Sangat enak dijadikan lauk tambahan, dan tak kalah enaknya juga apabila dimakan langsung.
Liana memutuskan untuk melatih kekuatannya di sini hari ini. Mengingat seleksi tes masuk Tummulotary Academy tinggal beberapa bulan lagi, maka Liana harus sering-sering melatih fisik, kekuatan magisnya, dan pengetahuannya.
Liana jadi teringat dengan para preman yang ia lawan saat menolong Alwhin dan Alphonso. Apa Liana ingat untuk mengembalikan mereka menjadi bentuk semula? kalau tidak, bisa-bisa mereka mati. Karena kekuatan magis Liana mengubah mahluk hidup menjadi weapon. Dan yang membuat rumit itu adalah energi magis dari orang atau mahluk hidup yang ia ubah akan diserap agar bisa menghasilkan serangan. Daya serang yang dihasilkan juga tergantung dari tenaga dan energi magis yang dimiliki mahluk tersebut. Maka dari itu sepertinya Liana harus mencari partner sesuai yang cocok dengan kekuatan magisnya tersebut. Kalau Liana salah pilih, dan memaksakan perubahan magis pada orang tersebut, bisa-bisa orang tersebut kehabisan energi magis lalu mati. Liana tidak ingin itu terjadi.
Mengantisipasi itu, Liana fokus untuk membuat kekuatan magisnya jadi lebih mudah dikendalikan dan efisien. Dan Tanah Intacta merupakan tempat yang pas untuk berlatih, karena tidak ada orang lain selain dirinya dan Nenek Louvinna yang tahu tempat ini. Latihan Liana jadi lebih leluasa, dan Liana tidak perlu khawatir kalau ada orang lain yang terluka karena tidak sengaja terkena serangan Liana.
"Mergesangini."
Dengan memegang sebuah pohon raksasa, ia membacakan mantra magisnya. Lalu cahaya berwarna hitam menyeruak dari tangan mungilnya.
'Hiii sihir apa yang menimbulkan aura kelam seperti itu?! kau adalah iblis jahat! pantas saja kau tidak memiliki orang tua!'
'Monster! menjauhlah dari sini! bahkan para Orph lain tidak memiliki kekuatan magis yang menyeramkan seperti itu!'
'Kau menyerap energi mahluk hidup lain! mengerikan! kau harusnya tidak pernah hidup!'
Suara-suara teriakan, dan caci maki terdengar kembali di telinga Liana. Ingatan tentang kebencian orang-orang yang melihat kekuatan Liana membuat Liana berkeringat dingin. Liana ketika itu tidak sengaja mengubah salah satu kucing peliharaan anak dari warga pusat kota bumi Kerajaan Ellenia. Dan Liana belum mengetahui cara untuk mengembalikannya seperti semula kala itu, kucing peliharaan anak itu lalu mati karena energi magis dan energi kehidupannya terserap habis. Meski hewan pun tetap saja kalau kita membuatnya mati itu adalah sesuatu kesalahan. Dan Liana sangat merasa bersalah kala itu.
Liana berkali-kali meminta maaf, mencoba menolong kucing itu. Namun Liana tidak berhasil. Liana setelah itu dimarahi habis-habisan oleh orang tua pemilik kucing tersebut. Tak hanya verbal, bahkan perlakuan kasar pada fisik Liana rasakan waktu itu. Liana pergi lari menjauh, Nenek Louvinna yang kala itu sedang memilah-milah bunga hias di pasar kota melihat Liana berlari sambil menangis. Lalu beliau mengikuti Liana. Dan setelah itu beliau menemukan Liana meringkuk dan menangis di sebuah lorong kecil. Nenek Louvinna merengkuh Liana, menenangkannya, memberikan kehangatan pada pelukannya.
Setelah Liana membaik, lalu Liana menceritakan apa yang terjadi, dan Nenek Louvinna mencoba menghibur Liana. Nenek Louvinna juga mengingatkan Liana untuk lebih hati-hati dan tidak mengeluarkan kekuatan magisnya di depan umum. Liana lalu menurut, dan hingga sekarang Liana jarang sekali mengeluarkan kekuatan magisnya di depan orang lain. Terkecuali keadaan mendesak.
Liana tersadar kembali dari lamunannya, ia kembali fokus pada latihannya.
Seketika pohon yang ia sentuh tadi telah berubah menjadi sebuah weapon jenis broadsword. Liana mencoba mengatur aliran energi magis dalam tubuhnya. Mengatur pernafasan, memfokuskan fikiran. Alam juga memiliki aliran dan pemancaran energi magis. Liana membaca dari buku koleksi Nenek Louvinna kalau kita menyatu dengan energi alam maka sistem aliran energi, kekuatan, dan kepekaan kita akan lebih tajam dan kuat.
Lalu Liana mengayunkan lengannya, menoreh weaponnya pada angin. Dia melatih kelihaiannya dalam menggunakam senjata. Terdengar hembusan cepat angin di sekitar Liana, efek suara dari gerakannya tersebut. Meski sedang bergerak cepat, Liana berusaha membuat pernafasannya tetap teratur.
Liana berlatih sampai beberapa jam. Namun ia sempat beberapa kali berganti pohon. Ya, pohon yang ia rubah menjadi senjata mulai melemah, jadi ia mengembalikkannya ke bentuk semula. Liana adalah gadis yang bertanggung jawab, Liana tidak ingin merusak alam yang telah dititipkan Tuhan kepada manusia.
Liana pun sudah mulai lelah, saat dia bergerak mundur ia tidak sengaja tersandung sebuah akar pohon dan ia hampir terjatuh. Liana reflek mengayunkan weaponnya dan sebuah sayatan besar tertoreh pada pohon di sampingnya. Sayatan itu membesar dan membuat pohon itu terbelah. Terdengar bunyu runtuhan pohon yang nyaring, untung saja pohon itu tidak tumbang ke arah Liana.
"Ad-du-du-duh...aku ceroboh sekali. Maafkan aku pohon, seandainya saja aku punya kekuatan magis jenis heal atau support, pasti itu bisa berguna untuk menyelamatkan pohon ini," Liana bermonolog seraya menatap pohon yang telah tumbang tersebut. "Padahal kau itu pohon yang unik. Warna daunmu hitam, dahanmu juga mengkilap, indah sekali. Awalnya ku kira kau adalah pohon yang terkena kobaran api, tapi rupanya warna daunmu memang seperti ini. tunggu...apa ini?"
Entah menjadi kebiasaan Liana bermonolog sendiri atau apa, namun tiba-tiba ia dikejutkan dengan sebuah kalung yang ada di dalam batang pohon tersebut. Kalung itu terbuat dari kain hitam yang mempunyai liontin batu permara hitam. Liana memungut kalung itu lalu membawanya pulang. Ya, hari sudah mulai sore, kumbang Elloin seharusnya sudah muncul satu atau dua pada waktu sekarang. Tapi belum ada yang muncul, lebih baik Liana pulang sekarang. Malah dia harus memasak makan malam. Liana menyimpan kalung itu di kantongnya.
Sesampainya di rumah, rupanya Nenek Louvinna sudah pulang. Beliau pulang bersama teman-temannya tadi. Liana mandi, lalu memasak makan malam. Ia bercerita tentang latihannya hari ini pada Nenek Louvinna. Beliau tersenyum dan berkara bahwa Liana harus lebih sering berlatih untuk persiapan tes seleksi Tummulotary Academy. Mereka melalui malam itu seperti biasa. Setelah makan mereka pergi ke kamar tidur masing-masing. Liana lalu memajang kertas cetak gambarnya di meja samping tempat tidurnya. Duduk sebentar membaca buku, lalu tidur dengan nyenyak. Dan satu yang ia lupa lakukan pada hari ini. yaitu...
Menceritakan kalung temuannya ini pada Nenek Louvinna. Namun sepertinya itu buka apa-apa. Toh Nenek Louvinna tidak bisa mengingat suatu hal yang sudah terjadi beberapa tahun dahulu lamanya karena usia tuanya ini sekarang.