Bekerja di siang hari yang sangat terik, membawa beban berat dan juga beberapa teriakan yang tak mengenakkan telinga. Kerja menjadi kuli memang sangat berat. Sudah seminggu lebih aku bekerja disini, setiap hari hanya mendapatkan gaji sekitar 1 koin perak dan 50 koin perunggu. Aku pun harus menabung hingga 5 koin perak untuk mendapatkan sebuah kartu pengenal kota, jika tidak.... aku dapat dipenjarakan. Kartu tersebut sudah ku dapatkan 2 hari yang lalu. Berkat kartu ini juga, diriku dapat keluar masuk ke benteng dengan mudahnya.
Selama seminggu ini, aku hanya dapat memakan roti gandum yang sangat keras dan serat di tenggorokan karena saking kerasnya. Tidak dapat menginap di penginapan manapun, hanya dapat tidur di gang kecil maupun terpaksa tidur beberapa kandang kuda yang kosong ketika hujan turun. Terkadang ketika aku tidur di kandang kuda, paginya aku harus menyusup keluar, jika tidak, aku bisa dikejar pemilik kandang tersebut. Sudah beberapa kali aku dikejar oleh pemilik kandang yang menggunakan pedang dan panah. Benar-benar pengalaman yang memilukan.
Uang yang kumiliki sekarang berjumlah 3 koin perak, rencananya akan kutabung untuk membeli sebuah pedang. Karena berburu hewan nampaknya lebih menguntungkan daripada bekerja menjadi kuli. Aku pun telah memiliki kartu pengenal ini, sehingga keluar masuk ke dalam gerbang sangat mudah, tidak perlu diperiksa terlebih dahulu.
"Baiklah ! Aku akan bekerja dengan keras hari ini !"
Proyek perbaikannya sendiri sudah hampir setengah rampung. Kami sudah memperbaiki seluruh rumah yang terkena runtuhan, sekarang sudah terlihat seperti baru kembali. Bahkan beberapa warga banyak yang memberikan kami beberapa makanan ringan seperti kue maupun minuman.
Proses tersulit kami yaitu memperbaiki tembok benteng yang berlubang. Lubang tersebut letaknya sangat tinggi, hampir dekat dengan puncak benteng tersebut. Kami menggunakan katrol untuk menaikkan barang dan beserta orang untuk memperbaikinya. Katrol itu terbuat dari kayu dan tali yang tidak memungkinkan untuk membawa barang berat. Bahkan beberapa pekerja pun banyak yang terjatuh dan meninggal saat memperbaiki lubang tersebut.
Aku sendiri disini tengah mendorong gerobak yang berisikan beberapa batu untuk perbaikan tembok. Perlahan tapi pasti, berkali-kali kesana kemari untuk membawa batu kepada para pekerja. Keringat pun bercucuran dan membasahi seluruh bajuku, aku mengelapnya dengan tanganku sendiri. Tetapi tetap saja bercucuran.
Tiba-tiba terdengar bunyi bel berdentingan silih berganti, begitu juga dengan lengkingan terompet yang menggema. Bunyi tersebut terdengar sangat keras hingga para pekerja terdiam, begitu juga denganku. Aku tidak tahu apa maksud dari bunyi tersebut, tetapi dari jalanan muncul beberapa orang berbaju besi lengkap dengan senjatanya yang mengkilap berlarian menuju ke arah gerbang.
Beberapa prajurit ada yang berhenti dan menyuruh kami untuk mengikutinya. Aku yang sedang mendorong gerobak pun tak luput dari perintah mereka. Para pekerja berlari beriringan dengan para prajurit yang berkerincingan dengan armor besinya itu. Mereka berpakaian sangat lengkap dari kaki hingga kepala menggunakan perlengkapan besi, beberapa dari mereka membawa sebuah tombak dan juga pedang. Sebenarnya apa yang terjadi disini ?!
-o-
Satu persatu pekerja berbaris dengan rapi ke belakang, terbentuk sekitar ada 3 barisan pekerja yang berisikan 20 orang setiap barisan. Aku sendiri berada di bagian ke 2 paling belakang. Orang-orang yang berada di depanku diberikan sebuah armor yang terbuat dari kulit, menutupi dadanya dan sebuah helm besi. Setelah itu dia bergerak ke luar gerbang untuk menerima senjata, beberapa mendapatkan pedang, beberapa juga mendapatkan tombak. Nampak wajah kebingungan dari mereka dan satu persatu mulai panik. Kami tidak diperbolehkan untuk mundur, karena beberapa prajurit berjaga di belakang kami. Sekalinya mundur, pastinya mereka akan menebas kami dengan mudahnya.
"Tidak ada pilihan lain, kah."
Kini tiba giliranku, prajurit yang berjaga memberikanku sebuah armor dari kulit, yang lebih ringan tentunya dari armor besi tetapi juga ketahanannya lebih rendah. Langsung aku memakainya, beserta dengan sebuah helm besi yang menutupi kepalaku. ‘Ternyata helm ini berat juga' pikirku. Mungkin beratnya sekitar 1 atau 2 kiloan, ketebalannya tidak terlalu, malahan begitu tipis daripada helm prajurit lainnya yang nampak begitu tebal dan kuat.
Aku mengepaskan armor dan helm tersebut agar tidak terlepas dari tubuhku sambil berjalan menuju ke luar gerbang. Di bagian gerbang sendiri, seseorang memberikanku sebuah pedang besi yang panjang. Panjang pedang tersebut mungkin sepanjang kakiku ini, kuterima pedang tersebut. Tapi...
"Be-Beratnya... kupikir ini tidak terlalu berat...."
Tanganku gemetaran begitu memegang pedang besi tersebut, tidak pernah kupikir bahwa pedang beratnya seperti ini. Walau aku pernah mengangkat batu-batu yang lebih berat, aku masih kaget mengetahuinya, karena kulihat prajurit dapat mengayunkannya dengan sangat mudah, selain itu diriku juga dapat tempat untuk menyarungkannya yang melingkari pinggangku. Setelah aku mengayunkannya sebentar, kutaruh pedang tersebut ke sarungnya.
Penjaga itu pun memberikan sebuah kantung kecil berisikan koin, yang jumlahnya sekitar 10 koin kepadaku. Aku tidak berpikir bahwa selain mendapatkan perlengkapan, juga mendapatkan koin. Jumlah ini sangat banyak daripada bekerja sebagai kuli. Aku menerimanya dengan senang dan menempatkan kantung tersebut di saku celanaku.
Terdengar kembali suara terompet yang menggema dan beberapa penunggang kuda muncul untuk mengatur barisan. Kami dibawa menuju sebuah bukit yang berada lumayan jauh dari benteng. Disana terdapat beberapa prajurit lainnya yang sudah berbaris. Terdapat banyak prajurit dengan busur panahnya yang panjang, dengan prajurit beserta jubah biru mereka menaiki kuda.
Kami para pekerja yang terpaksa menjadi prajurit berjalan beriringan kebingungan di bawa menaiki bukit. Melewati para pasukan yang bersiaga di bawah bukit, sambil menunggu perintah.
"Apa.... ini...."
Begitu aku sampai di atas bukit, dapat kulihat dari jauh padang rumput yang pernah kulewati dahulu. Warna hijau rumput itu berubah menjadi merah, merah warna darah dari para prajurit yang bertarung satu sama lain. Anak-anak panah menghujani mereka. Beberapa dapat bertahan tetapi pasukan musuh menyerang mereka satu persatu. I-Inikah peperangan ?!
Bendera merah berkibar diantara pasukan musuh, pasukan tombak menggunakan perisai mereka di depan dan bersiap untuk menyerang. Pasukan kuda saling menggebu-gebu memerintahkan mereka untuk maju. Melihat saja membuatku ingin muntah, selain darah yang bercecaran... terlihat beberapa potongan tubuh yang terlempar ketika mereka tertebas oleh pedang musuh, terlalu banyak korban berjatuhan di padang rumput ini... aku tidak tahan melihatnya.
Pemimpin kami, yang menaiki kuda dengan armor berwarna putih, sama dengan kudanya. Mengangkat pedangnya bersamaan dengan kudanya yang mengangat tubuhnya. Mengarahkan pedang kedepan dan meneriakkan kata yang menggema di telingaku. Prajurit bayaran (karena kami menjadi prajurit yang dibayar), yaitu kami, maju dengan ganasnya kedepan. Meneriakkan banyak sekali kata. Aku yang takut bercampur dengan kengerian segera mengikuti mereka berlari, kutarik pedang dari sarungku dan menerjang pasukan bertombak musuh. Ada sekitar 1000 dari mereka dan 800 dari pasukan kami saling beradu di padang rumput ini.
Aku yang sama sekali tidak tahu cara menggunakan pedang hanya mengayunkannya berdasarkan instingku, berduel dengan seorang prajurit musuh yang berpakaian armor lengkap. Dia mengayunkan pedangnya menyamping, mengincar pinggulku yang tak ada perlindungannya. Tetapi ayunannya sangat lambat, dia sepertinya sama-sama tidak berpengalaman sepertiku.
Kugenggam pedang dengan kedua tanganku dan mengarahkannya kebawah untuk melindungiku dari serangan itu. Terdengar suara 'clang' ketika kedua pedang beradu, aku sedikit mundur kebelakang karena ayunan pedang tersebut.
Dia lalu menghunuskan pedangnya kedepan dan berlari dengan cepat ke arahku yang masih kaget karena serangannya. Dengan berlari dia mencoba untuk menusuk dadaku. Menggunakan reflekku, kuarahkan pedangku dari kiri ke kanan untuk menghalau tusukan itu. Lalu memutar pedangnya dari bawah ke atas.
Pedangnya terlempar jauh ke atas, terdapat keheningan sementara ketika pedangnya terlempar. Dia sudah tak bersenjata lagi, kini menunggu ajal menjemputnya. Wajahnya yang terlihat dari balik helm tersebut sangat ketakutan dengan tubuhnya yang bergetar hebat. Aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat. Kalau aku mengayunkan pedang padanya, pada saat ini, dengan mudahnya aku bisa membunuhnya yang tak bersenjata. Tetapi apakah itu hal yang benar ?! Aku harus membunuh seseorang ?!
Aku mengarahkan pedangku ke depan, sama seperti ketika ia mencoba menusukku. Tapi diriku hanya terdiam, tak tahu apa yang harus kuperbuat. Dia mundur kebelakang, lalu mengarahkan tangannya ke belakang punggung. Ketika ia tersenyum dengan liciknya, segera ia menunjukkan sebuah pisau kecil dan berlari ke arahku.
"SIALAN !!!!"
Kalau aku tidak segera membunuhnya, ia akan membunuhku. Tak ada belas kasihan di dalam peperangan, sedikit saja kau membuat celah musuh pasti akan memanfaatkannya.
Teriakkan beserta tangisanku menuntun pedang yang kuhunuskan ke dadanya. Kutancapkan pedangku dengan keras sampai terdengar suara keras ketika ujung pedang mengenai tubuhnya.
CRASH
Darah segar keluar dari balik armor yang ia pakai, ujung pedangku tepat menembus dadanya. Pisau kecil yang ia bawa terjatuh, bersamaan dengan matanya yang berisikan dengan niat membunuh tersebut perlahan menutup. Kucabut pedangku, dan mengalirlah darah dari ujung pedang, menetes mengenai rumput yang hijau.
"Hah... hah.... gahk...."
Aku jatuh tersungkur kebawah, melihat mayatnya yang jatuh dengan keras tertelungkup di padang rumput. Kenapa... kenapa aku membunuh seseorang ?! Berusaha kutahan mulutku yang hendak mengeluarkan seluruh isi perutku, aku tidak bisa menyia-nyiakan makanan yang telah kumakan, jika aku muntah sekarang... tubuhku akan lemas nantinya dan mudah diserang musuh.
Menghadap pada langit yang mulai mendung, diriku terdiam.
Kenapa aku dibawa ke peperangan ini ?! Segera aku berteriak untuk melepaskan semua emosiku. Suara prajurit yang saling beradu terdengar semakin keras. Bunyi dentingan pedang yang bertabrakan, suara kuda yang melengking dengan derapannya, bersatu memenuhi perasaan yang ada di hatiku.
Hujan pun turun membasahi padang rumput ini. Aku segera berdiri dan kembali menjejakkan kakiku di padang rumput yang sekarang berubah menjadi becek dipenuhi lumpur. Beberapa prajurit kami banyak yang berjatuhan, tetapi digantikan oleh mereka yang ada di belakang.
Ketika aku sedang berjalan mengikuti barisanku, terdengar beberapa suara aneh seperti benda cepat yang menembus angin. Asalnya terdengar dari angkasa, begitu aku melongok ke atas terlihat beberapa anak panah yang bersiap untuk menghujami kami. Aku segera berlari berlindung di balik sebuah batu besar yang berada di belakangku. Berkali-kali aku berdoa agar panah tersebut tidak mengenaiku, jumlahnya sangat banyak, ada ratusan lebih, kalau aku terkena itu, tubuhku mungkin akan dipenuhi oleh panah.
Prajurit yang berada di baris kedepan melindungi tubuh mereka dengan sebuah perisai, sementara para tentara bayaran tunggang langgang mundur ke belakang mencari tempat berlindung. Beberapa dari mereka terjatuh dan terkena panah. Tentara bayaran seperti kami yang tak diberi perisai adalah mangsa mudah bagi panah dan pedang mereka.
Suara anak panah pun terhenti dan pasukan kembali maju kedepan, sementara diriku memunguti beberapa perlengkapan musuh. Seperti beberapa pisau lempar, dan mengganti pedangku yang rusak ketika duel itu.
Peperangan kembali berlanjut dan muncullah seorang penunggang kuda dari pihak musuh. Ia tiba-tiba muncul dari samping formasi kami dengan 50 orang. Badannya besar dan menggunakan armor lengkap, kecuali ia tidak memakai sebuah helm. Rambut hitamnya yang dikuncir terlihat seperti melayang-layang ketika ia maju menerjang pasukan kami dengan pedang hitamnya yang besar itu. Formasi kami pun hancur, ia maju sendirian menerjang dan berhasil menjatuhkan sekitar 120 prajurit.
Ketika ia selesai menghancurkan formasi kami, segera menerjang menuju pasukan bayaran. Aku yang berada di antara mereka pun segera menghindar dari serangan pedangnya yang sangat cepat, dan terjatuh. Sementara pasukan kami mundur, pasukan bayaran menghambat orang tersebut. Dia menerjang dengan mudahnya dan membelah satu persatu dari kami bagaikan membelah kertas menggunakan gunting.
Perbedaan kekuatan yang besar diantara prajurit biasa dengan pria besar itu sangat jauh. Moral kami perlahan turun karena tidak ada yang bisa melandaskan serangan padanya. Aku hanya memperhatikan gerakan dan serangannya, sambil berlindung diantara beberapa prajurit.
SRASH
Sebuah ayunan pedang mengarah padaku, diriku yang melihat serangannya tersebut dapat melihat arah pedangnya sembari mengambil sebuah pedang yang terjatuh di rumput. Menggunakan 2 buah pedang untuk melindungiku dari kibasan pedangnya.
Tubuhku terpental kebelakang, pedang yang kugunakan untuk melindungi diriku hancur terbelah. Kawan-kawanku yang berada di depanku pun terbelah menjadi dua, terlihat wajahnya yang sangat haus darah itu. Diriku terpental jauh kebelakang sekitar 5 meter. Sementara dia diam dan melihat ke arahku yang mencoba untuk berdiri setelah terkena serangannya.
Dia menopang pedang tersebut di bahunya sembari menungguku untuk berdiri. Apakah ia menantangku ? Ataukah kagum karena aku bisa menahan serangannya yang sangat kuat itu ?
Untung aku menyimpan satu pedang lagi dibelakang punggungku dan kuarahkan padanya. Dia pun tertawa dan segera mengarahkan kudanya menuju kepadaku.
Aku melihat beberapa kawanku yang sama-sama pernah bekerja untuk memperbaiki benteng seminggu ini. Mereka ketakutan dan tidak tahu apa yang terjadi, warga biasa yang dibawa ke peperangan dengan iming-iming uang. Aku tidak bisa membiarkan mereka mati dengan mudahnya untuk menghambat musuh yang terlampau kuat.
Dengan menggunakan gestur tanganku, kuperintahkan mereka untuk mundur. Perlahan pasukan bayaran mundur dari pria tersebut. Dia hanya melihat pasukan mundur, tidak mengejarnya dan malah tersenyum padaku sambil bekata bahasa lain yang tidak kupahami.
Aku memasang kuda-kuda berpedangku yang kuamati dari beberapa prajurit, mengangkat pedang ke atas dekat bahu dan membuka sedikit kaki menyerong kebelakang. Tubuh dan jiwaku sebenarnya gemetaran takut melihat auranya yang begitu kuat, tetapi tekad untuk melindungi yang lainnya membuatku dapat mempertahankan kuda-kuda ini.
"HHHHHAAAAAAA !!!"
Aku berteriak dengan kerasnya. Getaran yang hebat memenuhi jiwaku, pria itu segera menjawab semangatku dengan derapan kudanya yang cepat menuju untuk menyerangku.
Dia mengayunkan pedang besarnya ke arah kepalaku, dengan sigap aku menunduk dan berbalik kepadanya yang melewatiku. Serangan itu berhasil kuhindari, walaupun menyebabkan helm yang kupakai terjatuh terkena pedang tersebut. Kalau saja aku salah memperhitungkan waktu, kepalaku pasti sudah tergeletak di bawah.
Pria tersebut tertawa sambil menenteng pedangnya. Lalu ia berdiri dan melompat dari kuda itu sambil menghunuskan pedangnya dari atas menuju diriku. Aku menepisnya dengan pedang yang kupakai, lalu terpental karena getaran yang ia hasilkan ketika mendarat.
Ujung pedangku hancur dan hanya tersisa badannya saja. Tanpa memberi jeda, segera ia mengarahkan dan menyerangku bertubi-tubi. Aku hanya dapat bertahan sedikit demi sedikit, pedangku pun hampir menuju pangkalnya saja karena teriris oleh pedang besarnya itu.
Ayunannya sungguh sangat akurat dan mengincarku dengan ganasnya. Tatapannya pun haus darah, dan sangat menginginkanku darahku. Menyatu dengan pedangnya yang dengan mudahnya membelah pedangku hingga ke pangkalnya. Aku segera mundur kebelakang.
Segera kulemparkan pangkal pedangku padanya. Ia menangkisnya dengan pedang yang ia arahkan untuk melindungi kepalanya. Sekarang waktu yang tepat ! Karena pandangannya yang terhalang pedang besar itu. Aku mengambil beberapa pedang, 2 pedang kutaruh dibelakang punggungku dan 2 lainnya kutaruh di sarung pedang. Berat tubuhku ini dan juga hujan memberatkan langkahku.
Tetapi karena seminggu ini aku selalu bekerja mengangkat beban sewaktu proyek. Membuatku bisa mengatasinya. Aku maju dengan cepat ke arahnya ketika ia sudah meletakkan pedangnya kembali. Dengan cepat aku mengarahkan pedangku pada kepalanya. Dia segera menangkisnya, pedang ku pun hancur menjadi setengah. Aku segera mengambil pedang lainnya yang berada di pinggang kiri dengan tangan kiriku tepat sewaktu pedang itu hancur.
Karena serpihan pedang yang menghalanginya, pandangannya jadi tidak jelas. Ku arahkan kembali pedang yang kutarik ke kepalanya. Lagi-lagi ia menangkisnya, tetapi kali ini dia meringis karena kesusahan melindungi dirinya dari seranganku yang bertubi-tubi. Dia memang kuat dan keras, tetapi armornya itu tidak bisa membuatnya bergerak dengan leluasa.
Dia segera mundur kebelakang. Sementara aku mengambil kedua pedang yang ada di punggungku dan memutarkan diriku ke arahnya. Aku berputar dengan cepat bagaikan gangsing, pedangku yang mengenai pedangnya hancur berkeping keping. Tetapi karena itu, tangannya gemetaran dan pedangnya terjatuh kebawah.
Aku menapakkan kakiku pada pundak armornya yang melekuk lekuk itu dan melompat ke atas tubuhnya. Dia tidak sadar dengan kecepatanku dan aku yang berada di atasnya. Hanya bisa kebingungan mencari diriku, serta mengambil pedangnya. Dirinya yang sedang membungkuk dapat mempermudah diriku melihat sisi lemah dari armornya, yang terletak di sela-sela lengan dengan tubuhnya. Terdapat sebuah celah kosong, aku mengambil pisauku dan terjun kebawah menusuk padanya. Lalu melontarkan tubuhku kebelakang, meninggalkan pisau tersebut menancap.
Pria tersebut terlihat sangat marah karena aku berhasil melukainya. Ia mengambil pedangnya dan mengarahkan padaku yang terjatuh karena lontaran tidak sempurna, kakiku tergelincir dan terjatuh tepat dibelakangnya.
Aku menatap dirinya disini, tanpa bisa berbuat apapun. Tenagaku sudah habis, kalaupun untuk menghindari serangannya yang besar... Itu tidak mungkin bisa.
"Jadi... inikah akhirku ?" Aku menutup mataku dan berdoa.
Haha... Tidak kusangka selama ini diriku bisa berpedang.... Tidak mungkin bukan. Aku yang sama sekali tidak pernah berpedang sama sekali bisa menang melawan Jendral musuh.
Mungkin saja kemampuanku sekarang ini... Muncul tiba-tiba karena keinginanku melindungi orang lain.
"Mungkin saja.... Setidaknya aku bisa menyelamatkan beberapa orang..."
Diriku bersiap untuk menerima serangan terakhirnya....
Tetapi...
Sayup-sayup dari kejauhan terdengar suara kuda dan teriakkan prajurit.
Aku segera membuka mataku kembali. Pria tersebut hanya terdiam, lalu menyarungkan pedangnya kebelakang. Ia bersiul, kudanya yang berada jauh di belakang segera berlari mendekat.
Pasukanku ternyata sudah memenangkan pertempuran. Dia segera menaiki kudanya dan bergerak mundur bersama dengan pasukan musuh yang tersisa.
Aku dapat melihat dari jauh, prajurit mengangkat pedangnya ke atas dan meneriakkan kemenangan. Sementara diriku merebahkan tubuh di padang rumput ini.
Hujan pun berhenti dan langit berubah kembali menjadi cerah seperti biasanya. Langit yang hitam menjadi warna biru yang tenang. Lagi-lagi aku menatap langit biru ini....
Lagi-lagi... aku selamat dari kematian...