webnovel

Bab 2.1 : Penyihir di Tengah Hutan

Hampir sebulan terlewat setelah peperangan itu selesai, pihak kami memenangkan pertempuran setelah berhasil memukul mundur penyerang. Dengan uang yang kudapat, aku membelanjakannya sebuah pedang, pelindung kaki serta pelindung tangan. Pedang yang aku beli yaitu pedang yang lebih ramping daripada Longsword yang kupakai sewaktu peperangan. Sebuah pedang bermata dua yang ramping dan sangat enteng untuk dipakai, aku membelinya di sebuah pandai besi dengan harga sekitar 8 koin perak.

Seusai perang sendiri, aku mendapatkan bonus uang karena kemenangan sebanyak 5 buah koin perak. Menjadikan uangku berjumlah 18 koin perak. Semuanya untuk membeli perlengkapan. Pelindung tangan, yang berupa sarung tangan dari besi ramping bermotif seperti sisik ular untuk membantuku memegang pedang ini. Terkadang telapak tanganku licin dan membuat pedangnya lepas dari genggaman, makanya aku membeli sarung tangan khusus. Harganya sekitar 5 koin perak.

Sisanya untuk membeli sebuah pelindung besi yang melindungi tulang betisku. Bisa kugunakan juga untuk menendang musuh. Bahannya dari besi yang cukup keras dengan motif yang sama dengan sarung tanganku. Bersisik seperti ular, harganya 5 koin perak.

Selama sebulan ini, aku keluar dari kota untuk mencari beberapa hewan buruan. Seperti babi hutan, ataupun beberapa rusa dan unggas. Setiap hari pula aku selalu berlatih berpedang di hutan, menebas beberapa pepohonan untuk melatih ketajaman seranganku. Begitu pulang ke kota, aku menyerahkan daging buruan tersebut kepada para pedagang. Terkadang juga aku memasaknya sendiri di sekitar sungai dengan membakarnya.

Di sore harinya, aku memperhatikan latihan para ksatria yang berada di dekat tembok benteng. Memperhatikan dengan seksama setiap gerakannya yang sudah terlatih, agar aku dapat mencontoh mereka. Aku yang hanya rakyat biasa mana mungkin bisa berlatih dengan mereka.

Kalau dipikir-pikir... selama ini aku sama sekali belum mengetahui sistem penanggalan disini. Apa benar aku sudah sebulan berada di dunia ini ? Memangnya tanggal dan jamnya sama seperti di duniaku dahulu ? Aku sama sekali belum mencari tahu tentang itu. Tetapi ada satu hal yang pasti, di dunia ini juga terdapat musim

Siang hari yang biasanya panas sekarang berubah menjadi dingin. Angin pun sekarang rasanya lebih dingin daripada musim sebelumnya. Beberapa pohon yang berada pada kota pun berguguran berubah dari berwarna hijau menjadi jingga kecoklatan. Sepertinya sekarang musim berganti dari musim panas menjadi gugur.

"Huff..... Dinginnya. Sebaiknya aku harus cepat-cepat mencari tempat untuk tinggal. Kalau aku tetap tidur di luar seperti ini ataupun di penginapan. Lambat laun diriku akan mati kedinginan atau kelaparan tak memiliki uang untuk makan."

Aku menggesekkan kedua tanganku lalu meniup-niupkannya, menyusuri kota di sore hari yang dingin ini. Penghasilanku sewaktu menjadi pemburu memang lebih banyak daripada menjadi kuli, tapi tidak setiap hari juga diriku selalu mendapatkan hewan buruan.

Sekalinya dapat, aku bisa mendapatkan sekitar 3 atau mungkin bisa 5 koin perak dalam sehari. Sebuah hasil yang lumayan banyak, itu cukup untuk keseharianku, dari makan 2 kali sehari hingga menginap di penginapan. Sekalinya aku tidak mendapatkan hasil buruan, aku pun hanya bisa puas dengan makan roti sisa dari pub kota dan tidur di gang maupun di hutan. Terkadang juga ketika berburu aku bertemu beberapa bandit, mereka selalu merampok orang lain di luar kota. Meskipun berkelompok, sebenarnya bandit tidak terlalu kuat. Mereka mengenakan baju besi yang didapat dari jarahan peperangan dan kemampuan berpedang mereka sangat buruk.

Aku masih lebih memilih bertemu bandit daripada bertemu beruang ataupun serigala. Mereka adalah musuh terburukku, aku pernah bertemu serigala sekali dan hasilnya bahu kananku terkoyak. Serigala berburu secara berkelompok, mereka sangat ganas dan berbahaya disini.

"Sudah seminggu juga aku belum mandi. Mungkin besok aku pergi ke danau di tengah hutan saja."

Di penginapan tidak ada fasilitas untuk mandi, hanya sebuah ruangan kecil dengan ember berisi air saja. Sehingga tubuhku terkadang gatal-gatal karena tidak mandi selama berhari-hari.

Aku melepaskan perlengkapan yang kupakai sewaktu tiba di kamar penginapanku. Begitu semuanya terlepas, aku mengganti dengan baju coklat yang kupakai setiap harinya dan menelungkupkan diriku di kasur penginapan.

"Ah.... rasanya sungguh mengenakkan tidur di kasur setiap kali pulang dari hutan."

Aku membalikan badanku yang semulanya tertelungkup, melihat dinding kamar. Sudah lama aku berada di dunia ini, jauh dari segala hal yang kuketahui dari duniaku dahulu. Beberapa ingatanku pun kembali muncul, walaupun terasa samar-samar. Sepertinya ada yang aneh dengan ingatanku ini.

Perlahan, aku mengingat kembali beberapa hal yang sudah kulalui di dunia ini. Hari-hari yang sulit kulalui setiap hari....

"Selain monster.... apakah di dunia ini juga ada sihir ya ?"

Pikiran itu terlintas ketika aku sedang mengingat beberapa kejadian dahulu. Aku teringat pernah di sembuhkan oleh gadis pirang berkuping panjang itu, yang sekarang aku tidak tahu dia berada dimana. Apakah kekuatan yang ia berikan padaku dan dapat menyembuhkan luka-luka itu termasuk sihir ? Jika memang ada sihir... Mungkin aku bisa mempelajarinya !

"Sihir api yang bisa melontarkan bola api.... atau sihir es yang bisa membekukan musuh dalam sekejap maupun sihir gelap memanggil iblis ! WUAAAHHH !!! Hebat sekali !"

Kataku sambil membayangkan visual dari bola api yang keluar dari tanganku atau gelombang udara es yang membekukan musuh dan juga memanggil makhluk sihir yang kuat. Meski diumurku yang telah 25 ini aku sering membayangkan imajinasi-imajinasi tersebut saat sendirian. Karena, ya, aku sangat menyukai hal-hal berbau fantasi dulu.

Mungkin saja suatu saat aku bisa bertemu penyihir ! Dan saat itu datang ia bisa mengajariku beberapa sihir ! Wah..... menyenangkan sekali rasanya. Memang, dunia fantasi itu tidak bisa lepas dari sihir dan monster !

-o-

Di pagi harinya, aku mengawali pagi dengan berlarian mengitari tembok kota selama kurang lebih 2 putaran hingga menjelang siang. Setelah itu aku menuju ke pub untuk makan dan kembali ke penginapan untuk memakai perlengkapanku. Itu kulakukan setiap hari agar fisikku dapat menyesuaikan ketika berburu. Jika tidak kulatih, mana mungkin aku bisa menjadi lebih kuat. Di dunia fantasi seperti ini, bahaya dapat kapan saja mengancamku dan aku harus siap untuk menghadapinya.

Setelah memakai perlengkapan dan memastikannya terpasang dengan erat, aku juga mengasah pedangku dengan batu asah yang kubeli di kota. Lebih tajam pedangnya, lebih mudah untuk menebas hewan !

Suara gemerincing armor besi menemani jalanku menuju ke hutan. Selama menuju hutan aku melantunkan beberapa melodi lagu yang kudengar di pusat kota. Musiknya begitu terngiang-ngiang di telingaku, musik klasik ala era pertengahan yang menyenangkan.

"Sekarang.... hari ini aku akan mendapatkan hewan apa ya ?"

"AAAAAAAAAA-"

Suara siapa itu ?! Teriakkan terdengar begitu aku masuk ke dalam tengah hutan. Beserta dengan sebuah suara keras yang seperti eraman hewan besar. Aku segera berlari menuju ke sumber suara tersebut yang nampaknya berada jauh di dalam hutan. Berlarian melewati beberapa semak belukar dan akar-akar yang menghalangi jalan, menuju ke arah teriakkan tersebut yang terdengar semakin dekat.

Aku menembus kumpulan semak-semak yang berada di depanku dan melompat ke depan. Terlihat seorang wanita berpakaian panjang berwarna perpaduan hitam dan ungu terpojok di antara bebatuan. Sementara di depannya terlihat hewan aneh yang belum pernah kulihat sebelumnya. Hewan tersebut berdiri dengan kedua kakinya, yang nampak seperti beruang namun ukurannya tiga kali lipat dari beruang.

Monster itu terlihat seperti kadal bersisik, sisiknya sangat runcing dan berwarna biru gelap. Rahangnya yang menganga dengan giginya yang tajam, serta memiliki cakar besar pada tangannya yang siap untuk mengiris tubuh wanita itu.

Melihat wanita yang tengah dalam bahaya, aku segera berlari menyelamatkannya. Kuambil 4 buah pisau lempar yang kusediakan di dadaku. Lalu melemparkan pada tubuh kadal tersebut.

'Tring Tring'

Semua pisau tersebut terpental, tidak bisa menembus sisiknya yang keras. Merasakan pisau yang gagal menembus sisiknya, sang kadal kini menyadari keadaanku yang berada di belakangnya. Matanya yang menakutkan itu kini tengah melihat kepadaku, sontak ia segera berbalik untuk menyerang diriku.

Badan kadal itu sangat tinggi , setinggi pohon pada hutan... sekitar ada 3 atau 4 meteran. Langkah kakinya menggetarkan tanah yang berada di sekitarku. Kukunya yang panjang nan tajam itu menunjukkan bahwa dia bisa mengalahkanku dengan mudah.

"GRRROOOOAAAAAAA"

Teriakan yang begitu keras memekakan telingaku. Kukeluarkan pedang yang kusarungkan dan bersiap dengan kuda-kuda. Meski ia lebih besar dan menakutkan, aku tidak bisa lari begitu saja karena telah membuatnya marah. Mau tidak mau... aku perlu mengalahkannya. Monster kadal mengarahkan tangan kanannya dengan cepat kepadaku. Aku bersiap menahannya dengan segala tenaga, tapi-

BRUAK

Serangannya terlampau kuat. Diriku terpental hingga mengenai sebuah pohon yang berada di sebelah kanan. Dengan terhuyung-huyung, aku mencoba kembali berdiri. Kuamati pedangku, yang kukira akan terbelah karena serangan tadi. Ternyata masih utuh sepenuhnya, meski terdapat bekas sabitan cakar si kadal. Punggungku terasa amat sakit karena membentur pohon dengan keras. Tanganku pun terlihat merah karena menahan serangannya.

Setelah bangun sepenuhnya, aku berlari ke arah monster tersebut dengan mengarahkan pedangku padanya. Ia mengibaskan ekornya yang dapat kuhalau dengan pedangku. Terdengar suara percikan besi benturan pedangku dengan ekor monster tersebut. Dengan keras kucoba untuk terus menahan kibasan ekor tersebut dengan menjejakkan kedua kakiku. Dia lalu menyerangku dengan cakarnya ketika aku baru selesai bertahan. Aku melompat menghindar ke kanan, dapat menghindari serangan tersebut. Cakarnya pun menancap ke tanah dan meninggalkan bekas.

"Wuah..... benar-benar berbahaya." Kataku.

Tatapan tajamnya ketika mengayunkan cakar begitu membekas di benakku. Sekarang ia mulai serius karena berkali-kali aku dapat menahan serangannya. Ia berlari sangat cepat dan menyerangku dari kanan ke kiri. Satu persatu aku tangkis menggunakan pedangku, aku juga mencari sisi lemah dari monster tersebut sementara mengayunkan pedang untuk menepis serangan cakarnya. Suara dentingan kuku dan besi yang saling beradu memenuhi arena pertempuran kami. Aku mendapatkan beberapa luka cakaran di tangan serta tubuhku karena gagal menghindari serangan kadal sepenuhnya. Begitu juga dengan monster tersebut yang tangannya terluka karena terkena sabitan pedangku. Melihat dirinya dapat dilukai, membuatku yakin bahwa monster ini bukanlah tidak mungkin untuk bisa dikalahkan.

Kami berdua mundur sejenak kebelakang karena kehabisan tenaga setelah serangan barusan. Nafasku menjadi berat dan pandanganku mulai kabur. Sepertinya aku sudah mulai kehabisan tenaga, monster tersebut sangat kuat. Pedangku pun sudah mulai tumpul karena berkali-kali bertubrukan dengan kuku tajamnya itu.

"Aku.... harus segera.... mengakhirinya."

Itu yang berada di pikiranku. Mungkin begitu juga dengan monster tersebut yang mencoba terus berdiri setelah berkali-kali terhuyung-huyung.

Aku mengambil beberapa bom yang telah kubuat sebelumnya. Dari hasil keingintahuanku sewaktu menjelajahi hutan, diriku menemukan beberapa buah yang rupanya dapat menghasilkan asap tebal saat terjatuh di tanah. Sehingga aku pun mengumpulkan buah-buah tersebut dan bereksperimen dengannya, menciptakan sebuah bom asap. Memasukkannya pada tempat khusus, serta memasukkan beberapa bahan mudah terbakar lainnya, bom ini akhirnya dapat mengeluarkan asap lebih tebal daripada sebelumnya. Ditambahi sebuah sumbu, aku menyalakan bom asap tersebut dan menentengnya.

Begitu sumbunya sudah hampir mencapai ke bawah. Aku melemparkan 2 buah bom asap tersebut ke atas monster itu. Dia memandang benda bundar aneh yang kini berada di atasnya, sampai bom tersebut meledak ketika sumbunya habis, menurunkan asap yang begitu tebal menghalanginya.

Asap gelap turun kebawah menutupinya, disertai bantuan angin yang berada di hutan ini, asapnya dengan cepat menyebar di arena dan mengubahnya menjadi lautan asap. Sekarang saatnya aku beraksi. Aku belum tahu apakah ia bisa melihat dari asap atau tidak, tetapi ini patut dicoba. Sebelumnya aku menyadari bahwa menyerang musuh yang tengah kebingungan lebih efektif dibandingkan menyerangnya langsung, dengan bantuan asap ini musuh pasti akan panik dan tidak dapat mempertahankan posisinya, sehingga aku bisa menyerangnya jauh lebih efektif darinya.

Monster tersebut mengarahkan cakarnya kesana kemari dan berteriak panik. Kumanfaatkan suara cakarannya yang berdesit menyerang tanah dan pepohonan. Aku bisa memprediksikan gerakannya dari suara tersebut. Segera aku maju ke depan menuju ke arah sumber suara tersebut. Mengamati setiap suara gerakannya dan mencari posisi yang tepat untuk menyerangnya. Bunyi dari kibasan, serta siluet putih dari cakarnya memberiku penglihatan yang jelas meski berada di dalam asap. Perlahan-lahan, aku mendekati bagian belakang monster tersebut dan sampai pada ekornya.

Segera aku menaiki ekornya berlari dengan cepat, kunaiki punggung kadal itu yang bersisik dengan mudahnya sambil menghindari bagian yang tajam menjulang.

Ia mengibaskan ekornya ke depan, asapnya menghilang tetapi aku sudah berada tepat di atas tubuhnya. Pada belakang tubuhnya, terutama tengkuk leher sang kadal, aku melihat sebuah tempat yang sama sekali tidak terlindungi oleh sisik tebalnya. Menggunakan kedua tanganku, kugenggam erat pangkal pedangku dan menusukkannya begitu keras pada tempat tersebut.

"GGGRRRRAAAAAAAAAA"

Monster itu berteriak kesakitan begitu aku menancapkan pedangku pada belakang lehernya yang lebih lunak daripada sisik yang menutupi tubuhnya. Dia bergerak kesana kemari berusaha melepaskannya, tetapi aku mempertahankan diriku disini dengan berpegangan pada pedangku.

"HHHYYAAAAAAAA !!!"

Kupegang pedangku dengan kedua tanga, aku melompat turun dari badannya. Layaknya monyet yang sedang bergelantungan di pepohonan. Mengiris lehernya dari atas kanan ke bawah kiri. Diriku terhenti di bagian bawah kepalanya karena pedangku tersangkut. Darah merahnya muncrat begitu hebatnya dan memenuhi wajahku. Sampai kadal tersebut mengayunkan tangannya dengan cepat kepadaku dan membuatku terpental begitu jauh darinya.

Tubuhku terasa begitu lemas, pandanganku pun berubah menjadi buram. Aku berusaha untuk berdiri kembali, tetapi tidak ada tenaga yang tersisa di tanganku menyebabkan diriku hanya dapat jatuh tersungkur. Yang dapat kudengar terakhir kali hanyalah suara teriakan monster itu terasa sangat pilu serta suara tubuhnya jatuh sangat keras di tanah.

Sepertinya, ini kemenangan untukku..... pandanganku pun sepenuhnya berubah menjadi gelap.

-o-

"Hidup dan mati ada ditanganmu, tetapi kalau dirimu mati itu salahmu. Hidup dan mati ada ditanganmu, tetapi kalau dirimu mati itu salahmu."

Dari dalam kegelapan yang kulihat, kata-kata tersebut terdengar berulang-kali. Aku tidak tahu apa maksud dari kata tersebut. Semuanya gelap, aku tidak dapat merasakan apapun. Tubuhku tak bisa kugerakkan, kata-kata tersebut semakin terdengar dengan jelas dan keras.

"MAU BERAPA LAMA KAU TERTIDUR HAH, DASAR ORANG BODOH !"

Karena teriakkan tersebut aku segera membuka mataku dengan nafas yang terengah-engah. Aku terbangun dengan posisi duduk dan semua pakaianku telah terlepas. Kuamati kanan dan kiriku, aku berada di sebuah tempat yang aneh. Tempat tersebut berisikan banyak buku dan botol yang dipenuhi cairan aneh serta sebuah kuali besar di perapian.

Di samping kananku terdapat seorang wanita, aku mengingat wanita itu. Ia berpakaian ungu dengan campuran warna hitam. Rambutnya yang berwarna ungu panjang itu tertutup sebuah topi kerucut yang menjulang tinggi. Ia menatapku dengan matanya tersebut, membuatku agak risih dibuatnya.

"Ah, maaf karena membangunkanmu dengan kasar." Katanya.

"Ti-tidak apa-apa....." aku pun membalasnya.

Sebentar...

Kenapa....

Kenapa aku bisa mengerti kata-katanya ?!

"Kenapa.... aku bisa memahami kata-katamu ?!"

Dia berjalan menjauh dariku menuju ke pada mejanya, mengambil sebuah buku yang terbuka di sana dan kembali lagi kepadaku.

"Sebuah kutukan ada di tubuhmu, dan itu membuatmu tidak bisa memahami bahasa. Itu yang tertulis di buku ini, sebuah kejadian yang langka menurutku." Setelah berkata seperti itu. Dia duduk di sebuah kursi yang berada di sebelah kiriku.

"Sudah 3 hari dirimu tertidur dan tidak bangun. Kupikir kamu akan mati karena kehabisan darah. Tetapi syukurlah, ramuan dan sihirku bisa membantumu kembali bangun."

Aku koma selama 3 hari ?! Bukan-bukan.... yang lebih penting lagi. Apa maksudnya kalau ada kutukan di tubuhku ?! Jadi sekarang aku sudah terlepas dari kutukan itu dan bisa mengerti kata-kata mereka ?!

"Apakah..... aku sudah bisa memahami bahasa dunia ini ?" tanyaku padanya.

"Intinya sih iya..... dunia ini ? Apa yang kamu maksud dengan dunia ini ? Apa kamu berasal dari dunia lain ?"

Ah sial, aku tidak bisa membeberkan kepada orang lain kalau aku berasal dari dunia yang berbeda dengan dunia ini.

"Baguslah..... Terima kasih banyak..... aku akhirnya bisa mengerti apa yang orang-orang katakan...."

Dia tersenyum padaku dan mengelus rambutku yang berwarna coklat ini dengan lembutnya. Perawakannya yang dewasa tersebut, membuatku merasakan aura kakak perempuan darinya. Dia begitu dewasa dan tenang, suaranya pun lembut namun tegas, bagaikan seorang kakak asli bagiku.

"Sama-sama..... itu juga balas budiku karena kamu menyelamatkan diriku dari Armored Lizard itu."

"Aku berhasil mengalahkan kadal itu ?"

"Tentu saja, aku bahkan membawa tubuhnya ke dekat rumah untuk mengambil bagian berharga kadal itu."

Begitukah..... Aku berhasil mengalahkan kadal tersebut.

Dia pun menceritakan kronologi kejadiannya lebih rinci dengan menyuguhkanku secangkir teh yang hangat. Sewaktu dirinya sedang mencari beberapa tanaman untuk membuat ramuan, kadal itu tiba-tiba muncul dari sebuah gua dan mengejar dirinya. Karena sewaktu itu dia tidak membawa tongkat sihirnya, kadal tersebut dengan mudah memojokannya. Hingga muncul diriku yang menolongnya.

"Sebentar..... tongkat sihir ? Ja-Jadi.... Anda ini...."

"Ah, maaf lagi.... aku lupa memperkenalkan diriku."

Dia segera berdiri dari tempat duduknya dan lalu mengangkat roknya ke atas sedikit. Bagaikan seorang bangsawan yang memperkenalkan dirinya.

"Namaku Venicia, Aku seorang penyihir. Lebih tepatnya, julukanku The Wicked Witch. Banyak orang yang memanggilku seperti itu. Aku adalah salah satu Ahli Sihir dari perkumpulan Penyihir Putih."

Dia.... seorang penyihir ?! Di dunia ini memanglah ada penyihir ?!

"Ka-Kau seorang penyihir ?!"

"Ya....."

Dia mengambil tongkat sihir yang berada di sakunya lalu membaca beberapa kalimat mantra. Muncullah sebuah bola berwarna biru kehitaman yang menyala-nyala seperti api di tangannya. Api biru itu menari-nari dengan indahnya, rambut ungunya yang semula turun ikut melambai mengikuti tarian api biru itu. Diriku terperanga melihat hal yang belum kulihat sebelumnya.

"Aku seorang penyihir. Penyihir terkutuk tepatnya."

Next chapter