Abdi sudah bersiap di depan mobil untuk menyambut kedatangan Anya. Saat sosok majikannya terlihat, pria paruh baya itu langsung membukakan pintu untuknya.
"Nyonya, saya diperintahkan Tuan untuk mengantar Anda." kata Abdi.
"Terima kasih, Pak. Panggil saya Anya saja," kata Anya sambil memasuki mobil dan berpamitan pada Hana. Abdi bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Anya, tetapi ia tidak terbiasa bersikap tidak formal pada majikannya sehingga ia hanya tersenyum dan tidak mengatakan apapun.
Sebelum menemui ayahnya, Anya memutuskan untuk mengunjungi ibunya di rumah sakit terlebih dahulu. Ia ingin melihat kondisi ibunya dan ingin mencari tahu apakah seluruh administrasi rumah sakit ibunya benar-benar sudah dilunasi oleh Aiden.
…
Kakinya melangkah menuju ruang ICU, ruang yang sangat dikenalnya. Ia melihat ibunya masih terbaring koma. Anya hanya bisa memandangnya dari balik jendela kaca transparan. Matanya memerah saat menatap wajah ibunya yang pucat.
"Bu, ibu harus bangun ya. Jangan tinggalkan Anya sendirian!" gumam Anya pelan, berharap ibunya itu bisa mendengarkan permohonannya. Namun, hanya keheningan yang menyambut doanya itu.
Anya teringat tiga tahun lalu, ketika ia pulang dari kampus. Saat itu, statusnya masih sebagai mahasiswa baru. Ia merasa sangat gembira karena bisa menjadi mahasiswa teknik kimia. Rasanya, mimpinya untuk menjadi seperti ibunya tinggal selangkah lagi untuk menjadi kenyataan.
Namun, tak disangka-sangka, saat ia pulang, ia malah menemukan ibunya tergeletak tak sadarkan diri di rumahnya.
Rasa sedih dan penyesalan yang teramat besar langsung membanjiri hatinya ...
Seandainya ia menyadari bahwa ibunya sedang tidak sehat ...
Seandainya hari itu ia pulang lebih cepat ...
Ia pasti bisa menemukan ibunya lebih cepat dan mungkin ibunya masih bisa terselamatkan.
Pada saat teringat kembali akan kenangan masa itu, beberapa orang dengan jubah dokter mendatanginya. Seorang pria yang cukup berumur berdiri di depan, memimpin beberapa dokter muda di belakangnya. Aura pria itu terlihat sangat hebat, menunjukkan bahwa ia sudah memiliki bertahun-tahun pengalaman di bidangnya. Namun, pria itu menyapa Anya dengan sangat sopan.
"Nyonya, saya kepala rumah sakit ini. Kami akan mengutamakan kondisi ibu Anda dan mengerahkan tim medis terbaik kami. Semua rencana perawatan sudah disampaikan pada Tuan secara rinci," kata pria tersebut.
Anya mengedipkan matanya berulang kali. Kepala rumah sakit?
Ibunya sudah berada di rumah sakit ini selama bertahun-tahun, tetapi Anya tidak pernah sekalipun melihat kepala rumah sakit. Kali ini, kepala rumah sakit itu secara khusus mendatanginya secara pribadi, bersama dengan beberapa dokter-dokter bawahannya, dan berbicara kepadanya dengan sangat hormat.
"Apakah Tuan yang Anda maksud adalah Aiden?" tanya Anya sekali lagi untuk memastikan.
"Benar sekali," jawab kepala rumah sakit itu.
Pria itu sama sekali tidak mengenal Anya. Ia bahkan tidak tahu ada seorang wanita yang sedang koma selama bertahun-tahun di rumah sakitnya karena rumah sakitnya begitu besar dan banyak pasien lain yang harus ia tangani. Namun, tiba-tiba saja ia mendapatkan informasi bahwa Atmajaya Group telah mengambil alih seluruh biaya perawatan pasien yang tidak dikenalnya ini. Tentu saja, ia harus turun tangan jika Atmajaya Group terlibat dalam masalah ini. Atmajaya Group adalah pemegang saham yang penting di rumah sakit ini!
Sebagai seorang pria yang cukup berumur, ia tentu tidak terlalu mengikuti berita gosip terkini. Namun, ia mengetahui apapun yang berhubungan dengan Atmajaya Group, termasuk berita perselingkuhan wanita di hadapannya itu dengan Aiden.
Berita itu telah menyebar luas. Aiden Atmajaya dan wanita di hadapannya ini telah kepergok berada di hotel bersama semalaman. Setelah itu, sebuah berita mengejutkan lainnya muncul. Aiden Atmajaya membatalkan pertunangannya dengan Nona Keluarga Tedjasukmana demi wanita ini!
Tentu saja, ia harus memanfaatkan kesempatan ini untuk membangun hubungan yang baik dengan wanita pilihan Aiden Atmajaya!
"Nyonya Diana bisa dipindahkan ke ruang rawat inap begitu kondisinya sudah stabil," kata kepala rumah sakit itu, berusaha untuk meyakinkan Anya.
"Terima kasih, Dokter. Kalau ibu saya bangun, tolong segera beritahu saya," kata Anya.
"Tentu saja. Kami pasti akan segera menghubungi Anda secepat mungkin," katanya sambil berpamitan untuk mengunjungi pasien lainnya.
Anya merasa sangat bersyukur dengan bantuan Aiden. Aiden tidak hanya membantu membiayai perawatan ibunya, tetapi juga memberikan perawatan terbaik agar ibunya bisa cepat pulih. Ia tidak hanya menggunakan uangnya untuk menyelesaikan masalah, tetapi ternyata Aiden juga memberi perhatian khusus kepada ibu Anya.
Bukankah ini terlalu indah untuk menjadi kenyataan? Anya takut kalau ia sedang bermimpi dan tiba-tiba terbangun sendiri lagi.
…
Anya meninggalkan rumah sakit dengan perasaan senang dan lega. Aiden tidak hanya menepati janjinya, tetapi juga memberinya lebih daripada yang ia janjikan. Anya bertekad suatu hari nanti ia akan mengembalikan semua uang Aiden dan juga membantunya sebisa mungkin.
Sekarang, ia hanya perlu menemui ayahnya terlebih dahulu, sebelum pulang dan mengucapkan terima kasih pada Aiden.
Kafe tempat ayahnya berada saat ini tidak terlalu jauh dari rumah sakit sehingga Anya memutuskan untuk berjalan kaki dan menyuruh Abdi menunggu di parkiran rumah sakit saja.
Dari luar, ia bisa melihat bahwa ayahnya sudah menunggu di salah satu meja dekat jendela. Ia mempercepat langkahnya, ingin cepat-cepat untuk menemui ayahnya.
"Ayah!" sapanya dari jauh sambil melambaikan tangan. Ia begitu bersemangat sehingga membuat beberapa orang menoleh kepadanya.
Teriakan itu membuat ayahnya menoleh. Namun, bukannya terlihat senang, ayahnya itu malah mengerutkan keningnya dan terlihat kesal seolah malu melihat tingkahnya. Melihat respon ayahnya itu, Anya langsung menurunkan tangannya yang terangkat dengan sedikit malu.
Ia segera duduk di hadapan ayahnya, senyum lebar tersungging di bibirnya. Senyumnya semakin cerah ketika pelayan datang untuk mengantarkan minuman mereka. Ayahnya telah memesankan minuman untuknya!
Namun, wajahnya langsung terlihat kecewa ketika melihat minuman yang tersuguh di hadapannya. Ayahnya memesankan kopi untuknya. Pria itu mungkin tidak tahu bahwa Anya memiliki alergi terhadap kopi. Seluruh tubuhnya akan gatal-gatal dan ia bisa sesak napas jika terlalu banyak mengkonsumsi kopi.
"Akhirnya kamu datang juga. Ayah sudah menunggu cukup lama," kata Deny.
"Tadi aku mampir ke rumah sakit sebentar untuk melihat kondisi ibu," jawab Anya. Ia ingin mengingatkan ayahnya bahwa ibunya sedang berada di rumah sakit.
Mendengar jawaban Anya, Deny merasa sedikit canggung. Ia menggaruk-garukkan kepala dan bertanya, "Ayah bisa meminjamkan sedikit uang jika kamu membutuhkannya."
Anya tahu ayahnya hanya basa-basi. Jika ia menyebutkan jumlah uang yang dibutuhkan, ayahnya pasti beralasan bahwa ia tidak memiliki uang sebanyak itu.
"Aku membutuhkan banyak uang untuk membayar biaya rumah sakit mama. Apakah ayah bisa membantu?" Anya hanya menanyakannya tanpa berharap ayahnya bersedia untuk membantunya.
"Ayah tidak memiliki uang sebanyak itu," jawab Deny, persis seperti dugaan Anya.
Rasa gembira di hati Anya rasanya semakin menurun dan menurun saat berbicara dengan Deny. Semakin lama ia mengobrol dengan Deny, rasanya tingkat kebahagiaannya pun semakin merosot drastis.
Ia benar-benar ingin mengakhiri semua ini sehingga ia bertanya dengan terus terang, "Ada apa tiba-tiba mencariku?"