"Ada apa tiba-tiba mencariku?" tanya Anya dengan terus terang. Ia tidak lagi ingin berbasa-basi dengan Deny.
"Ayah membutuhkan bantuan darimu. Ayah dengar sekarang kamu dekat dengan Aiden Atmajaya," kata Deny.
Anya benar-benar merasa marah. Ternyata ini alasan ayahnya mencari dirinya!
Deny bahkan tidak menanyakan bagaimana kabarnya, atau bagaimana perkembangan keadaan ibunya. Ia datang hanya karena mendengar berita bahwa Anya memiliki hubungan dengan Aiden.
"Perusahaan ayah sedang dalam kondisi yang buruk. Ayah membutuhkan bantuan. Apakah kamu bisa meminta Aiden untuk bekerja sama dengan perusahaan ayah?" pinta Deny pada Anya. Deny tahu bahwa Anya adalah gadis yang polos dan putrinya itu sangat mencintainya. Jika ia menemuinya secara langsung, memohon bantuan secara langsung sambil bertatap muka dengannya, Anya pasti akan luluh dan bersedia untuk menolongnya. Sayangnya, Anya tidak sebodoh itu.
"Aku tidak bisa membantu ayah," kata Anya dengan tegas.
Deny tertegun ketika mendengar jawaban Anya. Ia tidak menyangka Anya akan menolak permintaannya. Ia pikir, dengan dirayu sedikit saja, putrinya itu akan bersedia membantunya.
"Mengapa tidak bisa? Kamu kan dekat dengan Aiden," Deny berusaha tetap sabar. Ia menarik napas dan menghembuskannya perlahan, seolah menahan kemarahan yang akan meluap dari hatinya.
"Aku tidak ikut campur apapun dalam pekerjaan Aiden. Kalau ayah membutuhkan bantuannya, ayah bisa langsung datang ke kantornya sendiri. Jangan cari aku!" jawab Anya.
"Tapi kamu adalah kekasihnya. Jika kamu memintanya pada Aiden, pasti Aiden mau untuk membantumu," kata Deny sekali lagi. Rasanya kemarahannya sudah berada di ujung tanduk dan akan meluap. Tangannya terkepal dengan erat sehingga memperlihatkan urat-urat nadinya.
Anya bisa melihat ayahnya itu merasa marah, tetapi ia memang tidak bisa melakukan apapun. Walaupun ia tidak merasa kesal pada ayahnya sekalipun, statusnya sebagai istri Aiden ini mungkin hanya sementara. Ditambah lagi, ia memiliki hutang pada Aiden. Bagaimana mungkin ia meminta bantuan seperti ini pada Aiden?
"Tidak bisa, Yah. Aku benar-benar tidak bisa ikut campur dalam urusan pekerjaan Aiden," nada Anya melembut. Ia berusaha untuk menjelaskan bahwa ia bukannya tidak ingin membantu ayahnya, tetapi karena ia memang benar-benar tidak bisa.
"Kalau begitu, apakah kamu bisa memberikan lahan bungamu agar perusahaan ayah tidak bangkrut?" tanya Deny. Deny tahu bahwa Diana masih memiliki sebuah lahan untuk taman bunga dan lahan itu cukup penting. Kalau ia tidak bisa mendapatkan kerjasama dengan Keluarga Atmajaya, tanah itu saja sudah cukup untuk membantu pekerjaannya.
Anya menatap ayahnya dengan tatapan tidak percaya. "Ayah! Tanah itu adalah milik ibu!" katanya dengan sedikit keras. Ia merasa ayahnya sungguh tega. Saat ibunya jatuh sakit, ayahnya sama sekali tidak mau membantu. Tetapi pada saat seperti ini, ayahnya malah meminta lahan milik ibunya.
Deny tidak menyukai nada suara putrinya itu, tetapi saat ini ia benar-benar membutuhkan bantuan. Ia menahan dirinya agar tidak meledak dan berusaha untuk terus membujuk Anya.
"Iya ayah tahu. Tapi ayah sekarang benar-benar membutuhkannya," kata Deny. Ia berusaha untuk terlihat memelas dan memohon pada Anya.
Melihat kondisi ayahnya saat ini, jujur Anya merasa kasihan. Selama ini, ia mengenal ayahnya sebagai sosok yang tegas dan berwibawa. Ia tidak pernah melihat ayahnya memohon-mohon seperti ini. Tetapi tanah itu adalah bagian dari impiannya. Ia membutuhkan tanah itu untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang parfumeur.
"Ayah, bukannya aku tidak mau membantu," Anya terdengar sangat bimbang. Ia berusaha menjelaskan bahwa dua hal yang diminta oleh Deny benar-benar di luar batas kemampuannya.
Ia tidak bisa meminta bantuan pada Aiden lagi karena ia sudah banyak berhutang pada pria itu. Sama saja dengan tidak tahu diri jika ia meminta bantuannya lagi. Apalagi, ia tahu bahwa uang yang dibutuhkan oleh ayahnya ini tidak kecil.
Ia juga tidak bisa menyerahkan tanah ibunya begitu saja. Ia membutuhkan tanah itu untuk mencari nafkah. Ia membutuhkan tanah itu untuk mencapai cita-citanya.
Mungkin, kalau ia menjelaskan dengan hati-hati, ayahnya akan memahaminya.
"Ayah, aku membutuhkan tanah itu untuk menggapai cita-citaku sebagai parfumeur. Aku membutuhkan lahanku sendiri untuk menanam bunga jika aku ingin menciptakan parfum sendiri," nada Anya melembut.
Namun, kelembutan Anya tidak bisa meredakan kemarahan di hati Deny. Tangannya yang terkepal memukul meja dengan keras, membuat Anya yang berada di hadapannya tersentak. Orang-orang di sekitar juga mulai memandang mereka dengan penasaran.
Anya hanya bisa mengangguk kecil, meminta maaf pada orang-orang di sekelilingnya karena keberadaan ia dan ayahnya telah mengganggu orang-orang tersebut. Namun, ayahnya sama sekali tidak peduli dengan sekitarnya.
"Dasar anak kurang ajar. Aku sudah mencoba untuk bersabar. Kamu yang telah menggagalkan pertunangan Aiden dan Natali. Kalau saja hal itu tidak terjadi, aku tidak akan meminta tolong padamu seperti ini!" teriak Deny dengan keras, membuat seisi kafe itu memandangi mereka.
Anya hanya bisa terbelalak menatap ayahnya. Deny juga menyalahkannya atas apa yang telah dilakukan oleh Natali kepadanya. Semua ini bukan salahnya! Semua ini adalah ulah Natali!
"Tapi aku …" Anya berusaha untuk menjelaskan semua pada ayahnya.
"Kamu sama saja seperti ibumu. Kalian selalu memikirkan diri kalian sendiri. Kalian selalu nomor satu, sementara ayahmu sendiri ini tidak ada artinya bagimu," Deny sama sekali tidak mau mendengarkan penjelasan Anya. Ia terus memotong perkataan Anya dengan hinaan-hinaannya.
Mata dan wajah pria itu terlihat sedikit memerah karena kemarahan yang ia rasakan. Ia juga berteriak dengan keras, sehingga urat-urat muncul di dahinya. Teriakannya terdengar cukup keras di dalam ruangan sehingga semua orang menoleh untuk menyaksikan mereka. Seorang pelayan kafe bergegas untuk memanggil manager mereka, sementara beberapa pelayan lainnya ingin melerai, tetapi mereka merasa ketakutan.
"Bisa-bisanya aku memiliki putri yang tidak tahu diri sepertimu. Kamu sudah menggoda tunangan Natali …"
"AYAH!" teriak Anya, "Tidak pernah sekalipun aku menggoda tunangan Natali. Ini adalah perbuatan Natali sendiri. Bukti apa yang ayah miliki sehingga ayah bisa menghinaku seperti ini?" batas kesabaran Anya sudah habis. Ia tidak bisa membiarkan dirinya dipermalukan di depan umum tanpa berbuat apa-apa. Walaupun darah Deny mengalir di dalam tubuhnya, pria itu sudah keterlaluan. Ayah macam apa yang tega memperlakukan putrinya sendiri seperti ini?
"Banyak foto sudah tersebar di internet. Mengapa kau masih mengelak?" teriak Deny semakin keras. Kalau mereka tidak berada di tempat umum sekarang, ia pasti sudah menampar Anya dengan keras. Kurang ajar sekali gadis ini, berani balas membentaknya di depan umum.
"Natali yang menjebakku! Ia yang memasukkan obat ke dalam minumanku dan mengirimkan aku ke kamar Aiden. Mengapa harus aku yang disalahkan atas semua ini?"
Jawaban Anya itu terdengar tidak masuk akal di telinga Deny sehingga membuatnya semakin geram. Tangannya gemetar, berusaha menahan diri agar tidak menampar putrinya itu di depan umum. Ia tidak menyangka ia memiliki seorang putri yang murahan seperti ini. Ditambah lagi, Anya tidak mau mengakui kesalahannya dan malah mengkambing hitamkan saudaranya sendiri.
"Jangan beralasan! Kalau sampai perusahaanku bangkrut, semua itu adalah salahmu!" teriak Deny, membantah penjelasan yang Anya berikan.
Mereka berdua bertengkar hebat sehingga tidak menyadari bahwa ada sosok lain yang menghampiri mereka. Sosok itu adalah Natali.
Sejak awal, Natali sudah membuntuti ayahnya saat ia mengetahui bahwa ayahnya akan menemui Anya. Sebenarnya, ia hanya iseng saja dan ingin tahu bagaimana kondisi Anya saat ini. Tepatnya, setelah saudara tirinya itu dicap sebagai perebut tunangan orang lain.
Tidak ... Sebenarnya, ia ingin melihat Anya merasa sengsara.
Selama ini, ia merasa bahwa kehidupan Anya sangat tenang dan damai. Ia dicintai begitu banyak orang dan tidak pernah merasa kesusahan. Kehidupannya sangat indah sehingga membuatnya merasa iri dan dengki. Ia benar-benar ingin melihat Anya menderita.
Namun, ia tidak menyangka akan melihat Anya datang dengan sangat elegan. Pakaiannya terlihat sangat cantik dan terlihat mahal. Ditambah lagi, tas itu! Itu adalah tas limited edition yang ia inginkan! Mengapa Anya bisa memilikinya?
Dari kejauhan, Natali menggertakkan giginya dengan kesal. Mengapa Anya tidak terlihat sedih? Mengapa rencananya tidak berhasil?