Agrippina the Younger merupakan saudara wanita dari Kaisar Romawi, Caligula. Ia dikenal sebagai wanita yang ambisius, keras, dan licik. Ia bertekad untuk mendapatkan kekuasaan lewat suami dan anaknya.
[Kisah ini sebagian berdasarkan sejarah kekaisaran Romawi pada abad ke-1 Masehi]
37 Masehi, Roma.
Istana itu tak banyak berubah, tak heran karena kaisar sebelumnya, Tiberius, lebih memilih tinggal di villa yang berada di Capri. Sekarang istana itu kembali diisi oleh kaisar yang baru, Caligula, putra dari Jenderal Germanicus yang dicintai rakyat Roma. Sebagai keturunan dari orang yang populer di kalangan masyarakat, hadirnya Caligula mendapatkan sambutan yang positif. Hampir semua orang berharap ia bisa menjadi kaisar yang baik.
Siang itu, tiga saudara Caligula datang ke istana untuk tinggal di sana. Mereka adalah Agrippina the Younger, Julia Drusilla, dan Julia Livilla.
"Sudah lama sekali kita tak pergi ke sini," ujar Drusilla.
"Ini memang seharusnya tempat kita sejak lama," kata Agrippina. Ia mengingat bagaimana dulu orang-orang menyebut sang ayah akan menjadi pemimpin baru Romawi, tapi malah berakhir tewas diracun.
"Kita bisa tenang sekarang, tak diasingkan lagi," kata Livilla yang paling pendiam di antara mereka.
Kaisar Caligula menyambut kedatangan mereka. Meja makan besar sudah terisi dengan makanan mewah mulai dari daging, keju terbaik, telur angsa dan buah-buahan segar. Sudah sepuluh tahun lebih ia tak bertemu dengan tiga saudara perempuannya itu. Saat masih kecil, mereka terpisah karena ulah Tiberius. Sang ibu bahkan tewas di tahanan karena dituduh memfitnah kaisar soal kematian suaminya, Jenderal Germanicus.
"Kau ingat kami, Caligula.. saudaraku, kaisarku," ujar Agrippina.
"Tentu saja, mata yang tajam itu, suara yang tegas itu... kau Julia Agrippina."
Agrippina senang rupanya kaisar mengingat dirinya. Namun Caligula segera mengalihkan pandangannya pada Drusilla.
"Kau pasti Drusilla, saudaraku yang paling cantik.." Mata Caligula berbinar saat melihat Drusilla. Saudara perempuan yang paling ia sayangi. Drusilla langsung tersenyum mendapatkan pujian dari Caligula.
Sebagai saudara kaisar mereka mendapatkan banyak keistimewaan. Mendapatkan tempat tinggal di Palatine Hill, pakaian mewah, mendapat jatah pelayan dan penjaga, serta keistimewaan lainnya.
"Aku dengar kau ingin membuat koin dengan gambar wajahmu?" tanya Agrippina.
"Benar, aku masih bingung dengan gambar di baliknya..."
"Kau bisa menggunakan wajahku, Drussila, dan Livilla. Kita semua keturunan Augustus," usul Agrippina.
"Kau benar.. hmm, kau tak pernah berubah sejak kecil."
"Apa yang tak berubah?" tanya Agrippina.
"Kau paling ambisius, setiap bermain, kau tak pernah mau mengalah..."
"Itu caraku untuk bertahan hidup, kau pun tak jauh berbeda."
"Aku laki-laki, dan aku kaisar. Kau hanya perempuan...," kata Caligula.
Mendengar kata-kata itu, Agrippina menjadi tersinggung. Ia sadar bahwa sebagai seorang perempuan tak bisa mendapatkan apa yang didapatkan Caligula. Perempuan tak bisa jadi pemimpin di Roma, mereka hanya bisa menjadi istri pemimpin, atau menjadi ibu dari seorang pemimpin.
Ia sendiri saat itu sedang hamil besar, hasil pernikahannya dengan Domitius, seorang bangsawan. Suaminya tak begitu mempedulikannya, dan ia pun tak mempermasalahkan hal itu.
"Anakku harus jadi pemimpin kelak," kata Agrippina.
"Hasil pernikahan kita rasanya tak akan berhasil," ujar Domitius. Ia sering keluar saat malam hari untuk bermain dengan para wanita, tapi Agrippina memilih tak acuh.
"Aku ingin pergi ke Circo Massimo nanti," ujar Agrippina mengalihkan pembicaraan.
"Pergilah, ajak saudaramu. Aku sibuk," kata Domitius.
Area Circo Massimo menampilkan pertunjukan dan ludi atau pertandingan olahraga. Sejak Caligula diangkat jadi kaisar, pertandingan gladiator dan pertunjukan kembali diadakan. Rakyat sangat senang dengan keputusan itu karena mereka juga haus akan hiburan.
Agrippina duduk di samping Livilla, di area khusus dengan tempat duduk istimewa. Pertunjukan dimulai dengan tari-tarian perang. Para pria dewasa menggunakan baju tunik berwarna ungu dan helm perunggu serta membawa pedang.
Perhatian mereka teralihkan dari para penari itu, Caligula tampak masuk ditemani oleh Drusilla. Mereka berdua duduk tak jauh dari tempat duduk Agrippina dan Livilla. Keduanya tampak sangat mesra seperti sepasang kekasih.
"Drusilla semakin dekat dengan Caligula," ujar Livilla.
"Caligula harus segera mencari istri, jangan sampai ia malah berhubungan dengan Drusilla," kata Agrippina.
"Kau tahu, banyak yang menyebarkan rumor itu."
"Rakyat pasti tak suka dengan rumor inses itu. Aku juga tak nyaman.. nanti akan kutegur Drusilla agar tak terlalu dekat dengannya. Gadis itu juga cari masalah," ujar Agrippina merasa tak suka dengan sikap Drusilla yang terlalu dekat dengan Caligula.
Kembali ke istana, Agrippina menghampiri Drusilla yang saat itu juga baru pulang. Ia masih menemani Caligula untuk makan malam.
"Mengapa kalian selalu berdua? Kalian tak khawatir dengan rumor yang beredar hah?"
"Hei, urus perutmu yang membuncit itu. Tak perlu mengurusi kami," ujar Caligula.
Drusilla sendiri memilih diam mendapat teguran seperti itu.
"Caligula, kau seorang kaisar.. kau perlu segera menikah. Jangan bermain-main terus," Agrippina masih tak mau kalah.
"Iya nanti aku suruh Drusilla menceraikan suaminya dan menikah denganku."
"Kau gila?" tanya Agrippina.
Drusilla tetap terdiam, ia malah tersenym mendengar perkataan Caligula yang ingin menikahinya. Sejak kecil mereka berdua memang cukup dekat, Caligula selalu membelanya.
Masih berusia 24 tahun, Caligula memang belum menikah saat diangkat sebagai kaisar. Namun sebagai seorang pria muda, ia sebenarnya tak bisa mengendalikan hasrat seksualnya. Tak hanya dirumorkan suka dengan saudara sendiri, ia bahkan menyukai berhubungan dengan istri para pejabat.
Seperti suatu malam yang dingin. Para senat dan istrinya datang ke istana untuk menghadiri pesta. Istri para senat yang kebanyakan cantik menarik perhatian Caligula. Tak mau menentang kaisar, para senat itu membiarkan para istri mereka melayani Caligula.
Istri cantik dari seorang senat awalnya menolak, namun ada ancaman penggal dari Caligula.
"Kau mau mati atau melayani kaisar?"
Wanita itu akhirnya bersujud pada Caligula dan memilih melayaninya.
Mereka yang dipilih Caligula masuk ke kamarnya satu per satu, membuka baju dan menunjukkan kemolekan tubuhnya. Caligula merasa puas jika bisa bermain dengan banyak wanita sekaligus.
Melihat tingkah laku Caligula yang suka bermain wanita dan tak segan membunuh demi dirinya sendiri, Agrippina semakin tak menyukainya. Benar, ia juga ingin menjadi seorang pemimpin. Jika ia laki-laki, mungkin ada keinginannya untuk menyingkirkan Caligula.
"Seandainya aku punya cara untuk menyingkirkannya," ujarAgrippina saat melihat kekacauan di istana.
"Tapi dia lebih baik dari Tiberius. Dia masih memperhatikan rakyat, dia membangun jalan, jembatan, dan kanal sehingga membuat rakyat tak kehausan lagi," kata sang suami.
"Rakyat tak hanya butuh bangunan, kau juga bilang jika keuangan istana sedang tak sehat kan?"
"Benar, dia mengajukan untuk meningkatkan pajak. Senat akan membahasnya."
"Suamiku.. kau seharusnya bisa lebih baik dari Caligula. Kau tak ingin jadi konsul lagi?"
"Suamiku? Sejak kapan kau perhatian kepadaku.. aku sudah lelah mengurus pemerintahan. Aku tak tertarik lagi."
Selain bermain wanita, Domitius senang minum-minum. Setiap malam, para penjaga harus menggotong tubuh gemuknya yang sedang mabuk untuk pulang ke rumah.
Saat itu Agrippina sendiri harus menyiapkan diri untuk melahirkan. Ia berjanji jika anaknya seorang laki-laki maka ia akan menjadi orang yang berpengaruh di Roma. Jika bisa anaknya harus menjadi seorang kaisar.
"Anakku kelak harus jadi pemimpin Roma. Anakku akan jadi seorang kaisar."