webnovel

Teror Penghuni Sekolah

Cerita ini di mulai saat Ninda dan Sekar sedang mengikuti malam keakraban yang diadakan oleh pihak sekolah mereka. Malam keakraban ini dilakukan agar anak didik bisa lulus seratus persen dengan nilai yang memuaskan.

Tempat istirahat yang disediakan oleh pihak sekolah untuk siswi berada di gedung baru sekolah. Bangunan ini memiliki laboratorium bahasa di lantai bawah, laboratorium komputer di lantai dua dan di perpustakaan di lantai tiga. Tempat istirahat bagi para siswa berada di gedung aula.

Ketika hari masih siang menjelang sore, sekolah ini tampak biasa saja. Tapi, setelah malam mulai datang, banyak dari "penunggu" yang merasa terganggu dengan kegiatan ini.

Sore itu, Ninda dan Sekar berkumpul dengan teman-teman sekelasnya menunggu pengarahan dan bimbingan dari panitia malam keakraban. Kegiatan ini diadakan bersamaan dengan acara syukuran pembangunan gedung baru. Syukuran ini diadakan di aula besar yang ada di sekolah itu. Tiba-tiba, Sekar merasakan hal ganjil di dalam sekolah tersebut. Dia merasakan seperti banyak pasang mata yang menatap tajam kepada mereka.

"Nda, aku rasa ada yang gak beres di sini. Aku merasa penunggu di sini marah sama pihak sekolah," bisik Sekar kepada Ninda.

"Yang bener aja kamu, Kar? Aku jadi takut." Mereka saling berbisik.

Saat acara dibuka dengan bacaan basmallah oleh pembicara, tiba-tiba terdengar bunyi,

Brrrrrraaaaaakkkkkk... Nggggiiikkkkk.... Brraaaaakkkkk....

Tiba-tiba, proyektor yang ada di atas mimbar yang tergantung di langit-langit jatuh dengan sendirinya. Semua siswa berteriak.

Untunglah, posisi proyektor tersebut berada di depan mimbar, namun dengan jarak yang cukup jauh dari pembicara maupun audiens. Beberapa siswa yang ada di baris paling depan terkena serpihan dari proyektor yang terjatuh tersebut.

"Astaghfirullah. Beneran, mereka bakal neror kita malam ini," sahut Sekar dengan panik.

Ninda membalas, "Kar, kita harus bilang ke panitia untuk masalah ini. Aku takut ada korban."

"Aku gak mau, Nda. Kamu kan tahu guru agama kita gak percaya hal-hal seperti ini."

"Terus gimana, Kar? Aku takut beneran. Aku merinding, Kar."

"Nanti aku coba komunikasi sama mereka maunya apa. Aku minta tolong kamu temani aku ya, Nda."

Ninda pun ketakutan, "Kar, aku takut. Gimana kalau kita minta tolong ke Dimas. Dia kan ketua pencak silat. Katanya dia punya indra keenam."

Akhirnya, Sekar berkata, "Ya udah, tidak apa-apa. Kita coba bicara sama Dimas."

Sekar dan Ninda menunggu hingga acara pembukaan selesai dan panitia mempersilahkan peserta buat masuk ke gedung sesuai dengan arahan pembicara.

Ketika, Sekar dan teman-temanya akan masuk ke gedung baru, pintu yang tadinya terbuka tiba-tiba menutup dan terdengar bunyi

"Krrriiiieeeekkkkkk.... Brrrrruuuuuaaaaakkkkkk..."

Pintu sebagian terbuat dari kaca dan memiliki pegangan besi itu seperti dibanting dan tiba-tiba terkunci.

Semua siswi kaget. Mereka mencoba berpikir itu hanya angin yang kencang, tapi sebagian orang merasa bahwa ada sesuatu yang janggal.

Ada salah satu siswa melapor ke panitia. Sekar dan Ninda hanya saling memandang.

Tiba-tiba, ada seorang panitia membawa kunci dan mencoba membuka pintu tersebut tapi pintu tidak juga terbuka.

"Kak, gimana pintunya terkunci?" tanya Sekar.

"Iya nih, Kar. Sepertinya, pintunya rusak gara-gara angin kencang tadi," jawab si panitia.

"Kak, mending acaranya dipindah di gedung lain aja. Perasaanku gak enak".

"Gak bisa, Kar. Semua peralatan sudah ditata. Tikar sama kasur busa juga sudah ada di dalam semua".

"Memang di gudang gak ada tikar lagi?" lanjut Sekar.

"Gak ada, Kar".

Si panitia itu masih mencoba membuka paksa pintu tersebut tapi tidak berhasil. Akhirnya, si panitia berinisiatif memanggil bapak penjaga sekolah untuk membenarkan pintu tersebut.

Siswi-siswi yang lain mencoba membuka pintu tersebut tapi juga tidak bisa. Akhirnya mereka duduk di pinggir lantai di dekat pintu tersebut.

Sekar menghampiri pintu tersebut. Dia memejamkan mata dan mencoba berkomunikasi dengan sosok penjaga pintu tersebut. Di penglihatan Sekar, pintu tersebut dijaga beberapa makhluk. Salah satu dari makhluk tersebut memiliki perawakan yang tinggi besar, hitam dengan mata merah dan kuku yang sangat panjang dan ada juga sosok kuntilanak, serta makhluk dengan wujud seperti anak kecil yang cukup banyak. Mereka menghadang Sekar. Sekar memejamkan mata dan mencoba berkomunikasi dengan sukmanya.

"Siapa kamu? Berani-beraninya menemuiku? Kamu mau menantangku?" ucap si makhluk hitam.

"Aku Sekar Ayu, cucu dari RM Sutodirejo. Aku adalah keturunan Kerajaan Majapahit. Aku tidak ingin menantangmu. Aku hanya ingin bertanya kenapa kamu mengganggu kita disini?" sahut Sekar.

"Rumahku hilang diganti menjadi bangunan ini. Aku minta ganti rugi kepala kerbau tapi tidak pernah diberi. Aku dan penghuni disini tidak terima," kata makhluk itu.

Dengan berani, Sekar pun menjawab "sekarang, aku minta kamu pergi dulu. Tak coba bicara dengan yang bertanggung jawab di sekolah ini. Tapi, aku minta tolong kamu jangan ganggu sekarang."

Makhluk hitam itu mencengkeram leher Sekar dan ia pun menjawab dengan nada tinggi "tidak bisa!"

Dengan sigap, Kyai Jogo yang ada di raga sekar memukul mundur makhluk hitam itu.

Makhluk hitam dan Kyai Jogo bertarung, penghuni lain turut ikut menyerang Sekar dan Kyai Jogo, tapi Kyai Jogo bisa mengalahkan mereka. Mereka terpaksa mundur.

Kyai Jogo adalah jin yang selalu mendampingi Sekar. Jin ini berwujud kakek tua dengan surban putih dan memakai tongkat.

"Nak, apa kamu tidak apa-apa?" kata Kyai Jogo.

"Iya, Eyang. Sekar tidak apa-apa".

"Malam ini, kamu akan diincar, nak. Aku minta kamu jangan sampai lupa menyebut nama Gusti Allah."

"Eyang, aku minta tolong eyang melindungi teman-teman Sekar supaya tidak ada korban hari ini."

"Ya, jika itu keinginanmu, aku akan menyiapkan semua pasukanku untuk menjaga kamu dan temanmu. Tapi, aku tetap tidak bisa menjaga semuanya. Semuanya harus tetap ingat menyebut nama Gusti Allah. Tidak ada kekuatan yang bisa mengalahkan Allah Yang Maha Agung".

"Iya, Eyang, Sekar mengerti. Sekar pamit kembali ke raga Sekar. Assalamualaikum."

" Wa'alaikumsalam.."

Sekar terlihat lelah dan berhasil membuka pintu tersebut. "Teman-teman, ini sudah bisa dibuka. Silahkan kalau mau masuk."

Semua langsung beranjak dari tempat duduknya dan bergegas masuk berebut tempat untuk istirahat.

Ninda menghampiri Sekar dan bertanya, "Kar, sebenarnya ada apa kok kamu kelihatan lelah banget."

"Gak papa, Nda. Belum saatnya aku cerita. Yuk masuk dulu, kita istirahat".

"Oke, Kar. Yuk."

Ninda dan Sekar masuk untuk beristirahat.

Di dalam gedung tersebut, pasukan yang di bawa oleh Kyai Jogo sudah siap untuk menjaga Sekar.

Malam itu menjadi malam yang panjang dan teror mulai berlanjut. Bukan hanya Sekar yang diteror, namun juga semua siswa. Banyak siswa yang melihat penampakan di kamar mandi.

Banyak yang mendengar suara orang seperti sedang berkelahi.

Di atap gedung baru yang digunakan oleh Sekar dan teman-temannya, sering terdengar suara seperti bunyi ledakan benda berjatuhan. Tapi, setiap dicari benda apa yang jatuh di sekitar gedung tersebut tetap tidak ada. Kegiatan sempat dihentikan pukul 22.30 malam. Semua siswa berkumpul di masjid dan melangsungkan doa. Sebagian siswa ada yang mengadu ke orangtua agar dijemput pulang.

Tepat pukul 00.00, tiba-tiba, terdengar suara keributan dari gedung aula. Suara orang berteriak dan menjerit histeris. Panitia terlihat panik dan berlari ke ruang guru untuk meminta bantuan. Guru agama di sekolah tersebut berusaha menenangkan siswanya namun tidak berhasil. Makin banyak siswa yang kesurupan.Sekar segera berkari ke arah aula dan benar saja dia menjadi sasaran kemarahan di sana.

Ada salah satu siswa yang memaki-maki Sekar, "Enak sekali hidupmu. Manusia sepertimu tidak merasakan aku yang kehilangan rumah, anakku sakit gara-gara bangunan baru ini. Aku dan teman-temanku tidak terima, manusia tidak punya tata krama dan rasa belas kasihan."

Sekar hanya diam, sampai datang beberapa paranormal membantu menenangkan keadaan dan membantu menyadarkan siswa-siswa disana.

Salah satu paranormal datang mendekati Sekar dan berkata, "Mbak yang bawa pasukan kesini ya?"

"Iya pak".

"Makasih ya mbak. Kalau bukan karena pasukan yg mbak bawa, saya bisa kewalahan. Semua penghuni disini marah sama pihak sekolah karena mereka membangun gedung baru ini mengorbankan rumah mereka. Mereka meminta tumbal."

"Iya pak. Saya minta Eyang Jogo membantu melindungi teman-teman saya".

Paranormal itupun membalas, "Iya mbak. Hari ini kita menang, tapi kita tidak tahu kapan kita akan lengah. Semoga Allah melindungi kita, saya akan mencoba menyampaikan permintaan ganti rugi ini ke pihak sekolah."

"Baik pak. Terima kasih".

Malam keakraban tetap dilanjutkan dan diisi dengan doa-doa dan paranormal tersebut tetap berjaga sampai pagi. Apabila, semua siswa akan ke kamar mandi harus ditemani temannya.

Malam itu semua berjalan lancar sesuai yang diharapkan. Pagi hari, acara ditutup dan para siswa pulang ke rumah masing-masing.

Hari berganti hari....

Saat itu, Sekar sedang berada di perpustakaan di lantai tiga. Dia sedang menatap ke luar jendela. Sekar mengira teror telah berakhir, tapi ternyata itu baru awal dari teror yang sebenarnya.

Terlihat dua orang tukang sedang mengerjakan pembongkaran gedung lama dan gedung baru dipisahkan oleh tembok beton. Para pekerja itu terlihat sedang menghancurkan tembok tersebut dengan palu besar agar mudah untuk di robohkan, tapi tampaknya palu tersebut tidak mempan. Tembok tersebut tidak mudah di hancurkan. Tiap palu dipukulkan hanya terdengar bunyi "paaaaanggggg paaaaangg" namun tembok tersebut hancur saja tidak.

Salah satu pekerja tersebut kelelahan dan mencoba istirahat dengan bersandar di tembok. Tiba-tiba, tembok tersebut ambruk dan "brrrrrrruuuuuuaaaaaakkkkkkkkkk". Sekar dan teman-temannya berteriak histeris. Mereka menyaksikan pekerja itu tertimpa tembok beton. Darah mengalir banyak sekali dan semua siswa berhamburan keluar untuk melihat keadaan pekerja tersebut. Banyak siswa yang menangis melihat jenazah pegawai tersebut. Guru yang ada di ruang kelas langsung menghubungi pihak sekolah dan diteruskan ke kantor polisi terdekat.

Makhluk tinggi besar itu menghampiri Sekar sambil tertawa dan berkata, "Sesuai kehendakmu, aku tidak mengambil tumbal dari teman-temanmu."

Sekar hanya terdiam dan masih merasa syok.

Eyang Jogo menenangkan Sekar, "Yang sabar, nak. Minta pertolongan Allah. Makhluk itu bukan hanya jin, tapi dia adalah setan. Kamu harus membantu menyelesaikan permasalahan ini sebelum banyak korban yang berjatuhan".

"Iya, Eyang".

Petugas sekolah datang bersama pihak polisi membawa kantong jenazah dan memasang pembatas agar tidak ada yang mendekati lokasi tersebut. Akhirnya, pihak sekolah mau tidak mau memanggil ustadz dan kyai setempat.

Di hari selanjutnya bertepatan dengan hari libur, kyai dan ustadz tersebut melakukan ruqyah di sekolah Sekar sehabis maghrib agar tidak mengganggu kegiatan belajar-mengajar. Sekar juga di panggil oleh pihak sekolah untuk membantu mengamankan situasi sekolah saat proses ruqyah dimulai.

Tiba-tiba, salah satu guru Sekar seperti ditabrak oleh sesuatu dan jatuh terpental serta kesadarannya terambil. Matanya langsung memerah dan dia mengerang. Kemudian, dia membungkuk serta berlagak seperti harimau. Dia seperti ingin menyerang kedua kyai tersebut.

Saat pandangan Sekar teralihkan, tanpa disadari Sekar juga ikut diserang oleh makhluk astral. Makhluk itu mencoba menguasai raga Sekar, namun Sekar memiliki Eyang Jogo yang ikut melindungi Sekar. Kyai Jogo dan makhluk astral tersebut bertarung di dalam raga Sekar.

Sekar mengerang dan berguling-guling. Salah satu kyai menghampiri Sekar dan membantu menyadarkan Sekar.

Ketika Sekar bangun, tiba-tiba dia berlari ke arah lapangan bola dan terus berlari hingga sampai di ujung lapangan. Beberapa orang ikut berlari mengikuti Sekar.

Sekar terlihat sedang mencari sesuatu. Dia membongkar tumpukan kayu bekas pembangunan, kemudian Sekar mulai menyerang. Sang kyai membantu Sekar. Segala macam jurus dia keluarkan dan tiba-tiba Sekar menarik napas seperti mengambil kuda-kuda dan menghentakan pukulan keras ke tanah. Dari tanah itu muncul sebilah keris buntung bergambar naga.

Sang kyai mendekati Sekar, Sekar yang mengerti kemudian memberikan keris tersebut kepada kyai dan berkata, "aku titipkan keris ini, tolong buang keris ini di Laut Selatan. Aku pamit, aku titip cucuku. Assalamualaikum."

Suara sekar terdengar berat seperti suara kakek-kakek. Kyai membungkus keris tersebut dengan kain surban yang ia kenakan dan Sekar pun pingsan. Sang kyai dan orang-orang segera menggotong Sekar dan di bawa ke UKS.

Mereka mencoba untuk menyadarkan Sekar. Saat sadar, Sekar melihat di sekelilingnya banyak orang dan mereka terlihat senang. Rupanya, Sekar dan kyai berhasil menaklukkan penghuni sekolah itu dan dia berubah wujud menjadi sebilah keris.

Dari cerita orang-orang dekat sekolah, dulu sebelum menjadi bangunan sekolah, ada bangunan yang dibangun oleh tentara jepang. Rupanya, bangunan lama itu tidak dibongkar, hanya direnovasi dan ditambah gedung-gedung baru di era pemerintahan Bapak Soeharto dan di sanalah terjadi pertumpahan darah antara tentara Jepang dengan pribumi. Keris itu adalah salah satu senjata milik pejuang kita karena pemiliknya meninggal di tanah itu dan dia menjadikan tempat itu sebagai tempat tinggalnya.

Dia sudah beratus-ratus tahun tinggal disana dan pihak sekolah menghancurkan bangunan lama tempat tinggal mereka tanpa permisi terlebih dahulu. Itulah awal mula petaka ini.

Kita hidup berdampingan dengan makhluk alam lain. Apa salahnya kita saling menghargai jika orang Jawa bilang "Kabeh ki gur keri jawab e" yang artinya "semuanya itu sebenarnya hanya tinggal bagaimana kita mengatakannya."

Author Facebook : Dwi Indah. S