Adelia seketika jatuh pingsan. Entah apa yang dikatakan oleh suara asing itu, telinganya sudah tidak dapat lagi berfungsi normal. Alih-alih mendengar perintah dengan jelas, Adelia justru kembali tersiksa karena suara itu kembali berubah menjadi lengkingan setelah mengucap beberapa kata, menusuk tajam gendang telinganya, membuatnya jatuh berguling-guling menahan sakit yang begitu hebat, hingga akhirnya ia tidak sadarkan diri.
Sesaat, sebelum kesadarannya benar-benar hilang, Adelia merasa ada sesuatu yang masuk ke dalam dirinya, yang tidak bisa ia tolak. Sesuatu yang begitu dingin, yang menembus masuk sampai ke dalam tulang-tulangnya, yang memiliki kekuatan begitu besar hingga mampu menggerakkan seluruh organ tubuhnya, diluar kendalinya.
Adelia menggeliat, berusaha mengusir hawa dingin yang kian menusuk tubuhnya. Perlahan, kedua matanya terbuka. Sekali lagi, terbuka sendiri tanpa perintah darinya. Seakan ada kekuatan lain yang mengatur gerak seluruh tubuhnya.
Kamar mewah. Ia menyapu pandangannya ke seluruh sudut ruang. Tidak ada satu pun barang murahan di sini. Semua begitu mewah dan berkelas.
"Kamar ini akan menjadi milikmu. Kau akan terus berada di tempat ini, atau di mana pun itu, sesuai dengan perintahku."
Suara itu datang lagi. Adelia hendak menutup telinganya, akan tetapi kedua tangannya sudah enggan mengikuti perintah yang dikirim dari otaknya. Bahkan, sekedar mengedipkan mata saja, tidak mampu ia lakukan.
Sial! Siapa yang sudah masuk ke dalam tubuhku?! teriaknya dalam hati.
-0-
Bram terus saja memperhatikan tubuh Adelia yang menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan. Terlihat jelas, gadis itu sedang berusaha mengusir sesuatu yang tengah melekat di tubuhnya. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Bram. Ia hanya diam terpaku. Ia bahkan enggan mengalihkan tatapannya menjauh dari Adelia.
Ada apa dengan Adelia? Bram sesaat memiringkan kepalanya ke kanan, lalu beberapa detik kemudian, dia memiringkan kepalanya ke kiri, mengikuti gerakan Adelia. Ia curiga jika adiknya sedang diganggu oleh makhluk halus.
Gerakan tubuh Adelia tiba-tiba berhenti, membuat Bram bangkit dari duduknya, berjalan mendekat ke arah Adelia. Kedua kelopak mata Adelia bergerak-gerak sesaat lalu terbuka sepenuhnya.
"Adel? Adelia?" Bram memanggil nama Adelia, mencoba mendapatkan perhatian adiknya. Suara Bram yang berat dan sedikit serak, berhasil membuat Adelia mengalihkan tatapannya dari langit-langit ruang kamar ke wajah tampan Bram. Kedua alis Adelia berkerut.
"K-Kau? Si-Siapa?" Adelia sesaat tampak bingung. Ia tidak ingat jika memiliki saudara atau sekedar kenalan yang berwajah tampan, seperti pria yang saat ini tengah duduk di samping pembaringan tempatnya berbaring. Adelia kembali ke kesadaran awalnya.
Giliran Bram yang menautkan kedua alis hitamnya. Lelucon apa ini?
"Kau siapa?" tanya Bram mengulangi pertanyaan yang diajukan Adelia barusan, dengan nada heran. "Kamu belum makan kan?" Bram kembali menelisik wajah sang adik. Ia yakin adiknya ini sedang berhalusinasi.
Adelia mengerjapkan kedua matanya. "Aaargh! Sakit! Sakit!" Adelia kembali memegangi kepalanya.
"Ingatlah! Hidupmu berada di tanganku. Jika kau menolak melakukan keinginanku, maka kau akan kubuat mati mengenaskan atau keluargamu yang tersisa, akan kubunuh satu per satu." Bisikan mengerikan penuh dengan ancaman, kembali terdengar, membuat Adelia tidak dapat berbuat banyak. Untuk saat ini, ia tidak punya pilihan lain selain mengikuti perintah suara dan sosok asing yang kini sedang bersemayam di dalam tubuhnya. Adelia kembali jatuh pingsan, tapi hal itu hanya berlangsung beberapa detik.
"Kakak..!" seru Adelia saat berhasil membuka kedua matanya kembali. Sosok asing itu menggantikan Adelia, berbicara dengan Bram.
"Adel...? Sudah sadar?" Bram segera meletakkan satu telapak tangannya di atas kening Adelia. Sedikit demam, gumam Bram. Ia lantas berdiri dari duduknya, lalu berjalan ke luar kamarnya, meninggalkan Adelia yang saat itu tengah mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang.
"Hmm. Akhirnya, aku bisa masuk ke dalam rumah ini. Aku pastikan usahaku ini tidak akan sia-sia. Dendamku akan kubalas dengan cepat. Secepat mereka menghabisiku lalu melecehkanku." Sosok asing dalam tubuh Adelia mendesis, dengan sorot mata yang penuh dengan amarah.
Tubuh Adelia dengan cepat bangkit dari posisi tidurnya. Ia menguncir rambutnya agak tinggi, lalu membetulkan posisi pakaiannya yang agak berantakan. Sosok yang berada dalam tubuh Adelia kemudian terkekeh sendiri. Sosok itu dapat merasakan, jika pria yang bernama Bramastyo itu, menaruh perasaan khusus, pada gadis yang tubuhnya ia rasuki saat ini. "Hmm, sepertinya aku akan bermain sedikit dengan pria itu. Gadis ini, gadis ini memiliki pesona tersendiri yang bisa menarik perhatian pria itu. Hmm, bagus. Rencana balas dendamku akan cepat terlaksana." Sosok asing dalam tubuh Adelia terus terkekeh, sembari berjalan mengitari kamar Bramastyo, kamar yang ditempatinya saat ini.
Terdengar langkah kaki tegas, berjalan masuk ke dalam kamar itu, membuat sosok dalam tubuh Adelia dengan cepat memutar tubuh Adelia . "Kak."
"Uhm, sudah kuat berjalan rupanya. Badanmu masih sedikit demam. Istirahatlah dulu. Aku akan menyuapimu." Bram mendekati Adelia lalu menarik tangan gadis itu, kembali duduk di pembaringannya.
Adelia sedikit kikuk. "Ti-tidak. Tidak usah. Aku bisa melakukannya sendiri." Tolak Adelia. Kini yang berbicara adalah Adelia yang asli. Sosok asing yang sebelumnya menguasai tubuh Adelia, tiba-tiba menghilang.
"Sudahlah. Jangan membantah perintah Kakak, atau Kakak tidak akan mengajakmu jalan-jalan ke mall?" Bram mengancam dengan ancaman seperti biasa, delapan tahun yang lalu. Ia selalu mengancam adiknya dengan ancaman yang sama, dan biasanya Adelia akan langsung menangis meraung-raung, berlari mencari sang mama, melaporkan Bram yang menurutnya telah menganiayanya. Tangan Bram masih menggenggam erat telapak tangan Adelia.
Di luar dugaan Bram, Adelia justru bergeming mendengar ancamannya. Adelia menatap acuh dirinya dan justru terlihat santai, tidak seperti perkiraannya.
"Tidak takut?" Bram menatap heran sang adik.
Adelia menggelengkan kepalanya. "Aku tidak suka jalan-jalan ke mall. Terlalu ramai. Lebih baik di rumah, membaca buku. Oh iya, tidak apa-apa tidak ke mall, asal tetap pergi ke toko buku." Wajah Adelia begitu bersemangat ketika mengatakan keinginannya itu.
Bram terkejut mendengar jawaban Adelia. Mengapa adiknya sudah tidak lagi suka jalan-jalan ke mall?
"Baiklah. Apa pun itu. Yang penting sekarang, isi perutmu. Gemukkan lagi badanmu itu. Kurus sekali seperti papan cucian baju." Bram melepas cekalan tangannya. Adelia menurut. Ia mulai melahap makanan yang sudah dibawakan Bram, diawasi oleh Bram, yang terus mengawasi Adelia.
Ada yang aneh dengan adiknya ini. Tapi, ia tidak tahu pasti letak keanehan itu. Yang pasti hanya satu. Adelia, adiknya, kini telah tumbuh menjadi gadis dewasa yang begitu menarik. Ia hampir saja terjebak dalam perasaan aneh ketika pertama kali bertemu dengan Adelia. Ada getaran aneh yang kini justru bersemayam dalam sudut hatinya. Akan tetapi akal sehatnya masih berhasil mengontrol emosi dan pikirannya. Ia selalu berhasil menghalau perasaan yang tidak jelas itu.
Ia melihat Adelia melahap habis makanan di piring itu, tanpa ada sisa sedikitpun. Seulas senyum tersungging di wajah Bram. Ia lalu mengelus pucuk kepala Adelia. "Anak pintar. Kalau begini, kamu memang benar adikku," goda Bram, yang justru mengundang tatapan penuh makna dari Adelia. Bram melangkah ke luar dari kamarnya sambil membawa piring kotor di tangannya.
Aku bukan adikmu, ucap lirih dalam hati. Bukan. Kau sudah salah mengenali orang, ucapnya sedih. Aku harus bagaimana, keluhnya. Ketika langkah kaki Bram meninggalkan kamar itu, sosok itu kembali masuk ke dalam tubuh Adelia, membuat gadis itu pingsan sejenak.
"Berani kau mengatakan yang sebenarnya, akan kuhabisi adik laki-lakimu saat ini juga!" Sosok asing itu kembali menguasai tubuh Adelia dan mulai mengancam Adelia yang kesadarannya mulai menghilang.
"Adel! Ayo, kita ke toko buku." Bram memanggil Adelia dari luar, membuat sosok asing yang berada di dalam tubuh Adelia saat ini mendelik.
"Aku maunya ke mall! Tidak mau ke toko buku!" Teriaknya, membuat Bram terkejut.
Apa maksudnya ini?