webnovel

(Hiatus) Perfectionist Girl's

Novel ini bercerita mengenai kisah 2 orang gadis yang berusaha melampaui batas kemampuan mereka... Gadis pertama adalah Ananda Karen yang merupakan gadis menawan, namum keras kepala dengan sejuta impian. Ia ingin mencapai semua impiannya sesegera mungkin. Akan tetapi ia sadar bahwa semua hal butuh proses. Ketika Ananda Karen dipertemukan dengan kenyataan dunia, membuat segala sesuatu terasa sesak untuk tetap berjuang menuju impiannya. Disisi lain, gadis kedua yaitu Tasya Lin, yang bertujuan untuk menjadi seorang dokter yang handal. Akan tetapi ia tidak pandai dan selalu mendapatkan nilai terendah di dalam kelas. Cerita ini dipoles dengan menceritakan kisah perjuangan anak muda yang bertumbuh dalam mencari jati diri. Dimana mereka diuji oleh cinta! Pertemanan mereka yang telah berlangsung lama diuji oleh cinta segitiga mereka dengan Mark Wijaya, murid baru yang masuk di tahun terakhir di masa SMA mereka. Pertemanan mereka pun berlanjut sampai ke jenjang perkuliahan... Akankah mereka dapat menggapai seluruh impian mereka dan bagaimana mereka menyelesaikan cinta segitiga yang muncul diantara mereka? Akankah mereka akan memilih untuk tetap bersahabat ataukah memilih untuk saling menjatuhkan? Semuanya akan tertuang dalam novel ini. Happy reading, Pom_Pong

Pom_Pong · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
8 Chs

SMA - Terlambat

Bel sekolah menengah atas Mahendrata berbunyi. Anak-anak masuk ke kelas untuk menunggu guru mata pelajaran pertama yang akan mengajar.

Di sisi lain Tasya Lin berlarian di luar gerbang sekolah hendak menuju ke kelas. Namun pagar sekolah telah dikunci dengan rapat.

"Hah..." Tasya Lin menghembuskan nafas panjang. Ia mengambil jalan berputar ke sisi belakang sekolah!

Kemudian ia mengendap-endap, matanya melirik kesana kemari sembari memperhatikan kalau-kalau ada satpam atau guru yang berada di sekitarnya.

Saat ia memastikan bahwa tidak ada seorang pun di lingkungan belakang sekolah, ia mengepalkan kedua tangannya dengan berani. Diangkatnya kedua tangannya memegang tembok perbatasan sekolah dan melompat dengan indahnya seperti yang biasanya ia lakukan.

Wijaya yang duduk membaringkan punggungnya tepat di belakang tembok itu, terbelalak melihat Tasya Lin yang tampak anggun.

Matanya yang hanya tertuju pada buku yang ada di telapak tangannya, tiba-tiba menjadi berbinar melihat gadis dengan rambut pirang panjang yang mendadak terbang di atas kepalanya.

Wijaya melihatnya dan berimajinasi sebentar. Ia beranggapan bahwa Tasya Lin yang bahkan belum dikenal itu sebagai sosok bidadari yang cantik nan rupawan seperti pemeran utama wanita dari novel yang dibacanya.

Menyadari keberadaan Wijaya, Tasya Lin yang mendarat dengan sempurna, lalu berjalan ke arah Wijaya. Angin yang entah datang dari mana mengibaskan rambut Tasya Lin, sehingga ia lebih tampak mempesona di mata Wijaya.

Bibirnya yang merah bagaikan buah ceri dengan garis tipis nan mempesona itu, membuka mulutnya untuk menyapa Wijaya. "Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau juga terlambat?" Tanya Tasya Lin kepada Wijaya yang duduk bersandarkan tembok belakang sekolah.

Wijaya yang sedang mengagumi sosok perempuan yang ada di depannya itu kemudian tersadar dari imajinasinya. Ternyata Tasya Lin bertolak belakang dari gadis impiannya! Nyatanya gadis yang ada didepan matanya terlihat sangat kacau...

Bukan hanya tidak menyisir rambutnya, mungkin dia bahkan tidak sempat mencuci wajahnya untuk datang ke sekolah. Yah, walau bagaimana pun Wijaya juga tidak akan ambil pusing.

Ia terdiam sesaat saat mendengar pertanyaan Tasya Lin, lalu ia berdiri dan membersihkan dedaunan yang menempel pada celananya.

Tasya Lin belum pernah melihat anak laki-laki yang setinggi Wijaya sebelumnya. Sehingga saat Wijaya berdiri, Tasya Lin harus menengadah ke atas untuk sekedar berbicara menatap wajahnya.

"Wah, bukankah kau terlalu tinggi untuk menjadi seorang anak laki-laki?" Tanya Tasya Lin blak-blakkan, yang tak percaya melihat anak laki-laki dengan tinggi kurang lebih 187 cm itu tepat berdiri di hadapannya.

Wijaya memperhatikan mata Tasya Lin yang terus berjalan menatapnya dengan penuh rasa heran. "Bukankah kau yang terlalu pendek untuk ukuran seorang anak gadis?" Wijaya membalikkan pertanyaan Tasya Lin dengan bentuk pertanyaan yang lain tapi serupa.

Ia melihat ke bawah dan memperhatikan tubuh mungil Tasya Lin yang ramping bertanya-tanya, 'bagaimana bisa gadis dengan tubuh mungil itu melompati pagar yang tingginya 1 meter.'

Tasya Lin yang mendengar jelas pertanyaan yang Wijaya utarakan kepadanya, melihat ke arah seluruh tubuhnya, "Yah kamu benar... Bukan kamu yang terlalu tinggi, tapi aku yang bertubuh pendek! Kurasa aku tidak akan bertambah tinggi lagi." Ujar Tasya Lin yang pasrah. Ia juga tidak bisa mengelak bahwa ia bertubuh mungil dengan tinggi 147 cm.

'Kenapa dia sepolos ini sih...' Bibir Wijaya membentuk lengkungan kecil. Ia mencoba menyembunyikan senyuman manisnya dihadapan gadis yang belum dikenalinya itu. "Bukannya tadi kau terburu-buru?" Tanya Wijaya.

"Apa maksudmu?" Tasya Lin balik bertanya, seakan ia tak mengerti kalau dia terburu-buru untuk masuk ke kelas sebelumnya.

Wijaya menunjukkan jam tangan yang ada di tangan kirinya, lalu memperlihatkan bahwa waktu terus berjalan disaat mereka sedang berbincang.

Melihat jam yang menunjukkan pukul 7 lewat 45 menit tersebut, Tasya Lin memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. "Ah tidak... aku terlambat!" Setelah berbicara seperti orang bodoh, Tasya Lin bergegas lari menuju ke ruang kelasnya. Ia tidak lagi memperhatikan Wijaya yang tadinya ada di depannya.

Wijaya yang melihat tingkah konyol Tasya Lin tidak bisa menahan tawanya lagi. "Gadis yang menarik." Gumamnya.

**

Ananda Karen yang melihat ke arah pintu masuk kelas terus memperhatikan apakah Tasya Lin sudah sampai.

Ketika ia melihat sosok yang familiar mengendap-endap di dekat pintu masuk, ia langsung tahu bahwa itu adalah Tasya Lin. Sehingga ia mencoba membuat guru yang mengajar di depan kelas menjadi sedikit sibuk.

"Bu, bolehkah saya bertanya sesuatu?" Ananda Karen mengacungkan tangan kanannya.

"Apa ada yang kamu kurang mengerti?" Tanya Bu guru Lisa dengan sigap menanggapi muridnya yang ingin bertanya.

"Bisakah ibu membantuku memecahkan soal kalkulus ini? Tampaknya soal ini sangat sulit bagiku, Bu." Kata Ananda Karen.

Bu Lisa dengan cepat berjalan ke arah tempat duduk Ananda Karen yang berada di ujung ruangan dekat dinding kelas.

Melihat hal itu, Tasya Lin dengan sigap berjalan menunduk mengendap-endap ke arah bangkunya yang berada di sisi berlawanan dari Ananda Karen.

"Fyuhh... Aman." Gumam Tasya Lin sambil mengelus-elus dadanya.

Bu Lisa menjelaskan dengan seksama penjabaran untuk memecahkan soal matematika kalkulus kepada Ananda Karen. "Bagaimana, apa kamu sudah paham?" Tanya Bu Lisa memastikan.

Ananda Karen tersenyum hangat, "Ia Bu, terimakasih." Ujarnya.

Bu Lisa kembali ke depan kelas dan duduk di bangku yang disediakan khusus untuk guru yang mengajar. "Anak-anak jika ada yang tidak dimengerti dari soal yang ibu berikan silahkan tanya yah! Kita masih memiliki 15 menit lagi untuk pertemuan ini." Ujar Bu Lisa.

Ananda Karen melirik ke arah Tasya Lin Dan berbicara dengan lirikan matanya. "Ta, kau datang terlambat lagi. Sebaiknya kau cepat kerjakan soalnya!" Ananda mengerakkan seluruh objek yang berada di wajahnya untuk memberitahukan Tasya Lin mengenai soal yang diberikan.

Tasya Lin yang melihat kode dari Ananda Karen, juga membalas dengan lirikan matanya "Aku akan berusaha agar tidak terlambat lagi... Tapi bagaimana bisa aku mengerjakan 10 soal kalkulus dalam waktu 15 menit?" Tasya Lin membalas dengan menggerakkan hidup dan matanya dalam keheningan.

Ananda Karen lalu mengoper salinan tugas yang telah ia kerjakan. Bagi Ananda Karen, mengerjakan matematika bahkan tidak perlu menghabiskan waktunya selama 15 menit.

Tasya Lin yang mendapatkan jawaban dari Ananda Karen mengedipkan matanya untuk berterimakasih.

"Baik waktu telah habis. Silahkan kumpulkan pekerjaan kalian" Kata Bu Lisa memecahkan keheningan.

Anak-anak satu per satu berjalan ke depan meja Bu Lisa sambil memberikan tugas pekerjaan mereka. Saat Tasya Lin telah menyerahkan tugasnya dan hendak berbalik, Bu Lisa tampak bingung dan menghentikan langkah Tasya Lin. "Tunggu Lin, ibu rasa dari tadi saat menjelaskan ibu tak melihatmu duduk di kursimu!"

Tasya Lin yang gugup, mengepalkan tangannya dan berbalik dengan senyuman manis yang membuat sedikit garis di bawah matanya. "Ibu mungkin saja salah lihat. Saya dari tadi berada di kursi saya kok Bu!" Jawab Tasya Lin dengan tenang.

"Yah sudah kalo begitu." Bu Lisa memiringkan kepalanya. Ia berpikir, mungkin ia memang salah lihat.

~To be continued