webnovel

Zombie : walking dead

Dalam kurun waktu kurang 24 jam, semuanya berubah, kota metropolitan yang terkenal akan kepadatan penduduknya, seketika berubah menjadi kota mati yang padat akan zombie. Arjun, pemuda biasa yang kebetulan lahir dari keluarga konglomerat, harus memimpin teman-temannya keluar dari semua ini, menjauhi kota yang kini bahkan tidak layak di tinggali. Namun siapa sangka, jika ternyata ada yang lebih berbahaya dari zombie, yaitu pencipta zombie itu sendiri.

Eshaa_ · Ficção Científica
Classificações insuficientes
302 Chs

Crush

Yeri berjalan menuju dapur dengan langkah gontai, jam masih menunjukkan pukul 4 pagi namun gadis itu sudah terjaga dari tidurnya karena rasa haus yang melanda.

Yeri membuka pintu kulkas lalu mengeluarkan sebotol besar air putih dari dalam sana.

Udara pagi ini cukup dingin namun entah kenapa ia lebih memilih untuk meminum air dari kulkas.

"Malem-malem gini nggak boleh minum dingin, nanti demam,"

Yeri berjengit kaget, wajahnya tampak seperti maling tertangkap basah, "Jangan ngagetin bisa?"

Sosok itu tertawa kecil, "Gue laper, bikinin mie dong,"

"Bangun tidur gini nggak baik makan mie, kasian organ pencernaan lo. Mending buah aja dulu," gadis itu kembali membuka kulkas lalu mengeluarkan sebuah apel dari sana, "Seenggaknya ngeganjel sampe ntar sarapan,"

"Nggak kenyang gue kalo cuma apel mah. Biasanya juga gue makan mie habis 3 bungkus,"

"Dasar rakus," gadis itu berdecak kesal, "Yaudah ntar kalo masih laper tinggal ambil lagi Bima,"

"Tapi kata orang makan buah sebelum makan bikin sakit perut," Bima mencebik, memainkan apel pemberian Yeri dengan asal.

Yeri yang tengah meneguk minumnya seketika menoleh, "Jangan percaya, bohongan doang itu,"

"Oh gitu," pemuda itu mengangguk-angguk sok mengerti.

"Makanya sering-sering baca artikel kesehatan," sinis Yeri, "Gue mau tidur lagi,"

"Bisa tidur lo? Udah jam 4, nanggung amat,"

"Ya ngapain dong? Dari pada ngegabut,"

"Gue liat Deva tadi di ruang tengah. Cek coba, siapa tau dia kesambet," ujar Bima asal.

"Mulut lo belum pernah gue lakban kayaknya," gadis itu melotot kesal.

"Yudah sih sono samperin,"

Yeri memutar bola matanya malas, namun segera meninggalkan Bina sendiri, melangkah menuju ruang tengah.

Benar, Deva tengah duduk termenung di sana, dengan segelas coklat panas, yang sepertinya tidak lagi panas.

"Deva?"

Yeri dapat melihat hadis itu terperanjat kecil lalu berbalik, "Ah Yeri?"

Yang di panggil tersenyum, lalu duduk di samping gadis itu, "Kenapa ngelamun di sini? Kesambet nanti,"

"Hahaha enggak kok, lagi insom aja," jawab Deva canggung.

"Seriusan? Lo nggak lagi ada masalah kan?"

"Kita semua punya masalah Yer," Deva mengoreksi.

"Ah iya, maksud gue masalah lain selain zombie,"

"Enggak, gue cuma kepikiran sama Yuki," Deva menghela napas, "Kayaknya gue udah keterlaluan banget ya dulu,"

"Gue nggak mau bikin lo sedih, tapi gue lebih nggak mau buat bohong," jawab Yeri, "Yuki dari dulu pengen banget jadi violis. Dan lo bikin dia kecelakaan sehari sebelum dia lomba,"

"Lo tau nggak? Dia kritis, dan yang lebih parahnya lagi, tangannya sampe kelumpuhan 6 bulan," Yeri memalingkan wajahnya, "Dia di dikualifikasi, dan sampe sekarang trauma buat main biola karena itu. Gue marah, marah banget karena orang yang bikin Yuki kecelakaan nggak di hukum. Polisi bilangnya murni kecelakaan, padahal udah jelas ada yang sengaja bikin dia kecelakaan,"

Deva mengangguk, "Gue nggak tau bakalan separah itu, di pikiran gue gimana caranya biar gue bisa sama Lucas. Gimana caranya nyingkirin Yuki, tapi sekarang gue sadar kalo semua itu sia-sia. Jujur Yer, gue nyesel, nyesel banget,"

"Penyesalan selalu datang di akhir Dev," Yeri menepuk bahu gadis itu pelan, "Minta maaf sama Yuki, pelan-pelan, jangan bikin dia hilang kendali,"

"Iya gue coba," Deva mengangguk kecil, "Gue turut berduka cita soal Sonya sama Dino,"

"Iya makasih, mohon doanya ya. Semoga mereka dapet tempat yang baik, sebaik mereka,"

"Iya, selalu, dan soal Keynan, gue nggak tau dia bakalan kaya gitu, gue baru kenal dia seminggu ini. Kita satu sekolah tapi nggak pernah sekelas, dan kenal juga gara-gara kita sama-sama kenal Hendry. Maybe kalo Keynan lebih dari sekedar kenal,"

"Gue awalnya nggak mau nyalahin dia, tapi omongannya bikin gue emosi. Bener-bener nggak kaya orang berpendidikan,"

"Kalo lo tau, waktu hari pertama ada zombie, rasanya gue mau buang dia aja," Deva menghempaskan tubuhnya pada sandaran sofa, "Dia nyusahin, bahkan maksa Yuda buat buang Gara gara-gara anak itu nangis terus,"

Yeri menghela napas, "Gue nggak tau gimana nasip dia di masa depan kalo masih kaya gitu,"

"Sama, dia nggak baik, pemaksa, serakah, nggak mau disalahin, dan dia harus ngedapetin apa yang dia mau,"

"Udah kebaca sama sikapnya kemaren," Yeri mengangguk.

"Tadinya gue, Bima, Galang, sama Yuda udah niat mau ninggalin Keynan, tapi lagi-lagi Hendry yang mohon-mohon supaya nggak ninggalin mereka,"

"Nggak habis pikir gue Hendry kenapa bisa nyelingkuhin Juwita. Mana selingkuhannya macem Keynan,"

"So stupid," sarkas Deva, "Bahkan bayi pun juga tau mana yang lebih baik,"

"Tapi gue bersyukur, karena kalo nggak gara-gara Hendry yang nyelingkuhin Juwita, dia sama Arjun nggak bakalan confess sampe sekarang,"

"Mereka saling suka?"

"Lebih dari suka, mereka itu sebenernya udah di tunangin dari kelas 10,"

"Wow," takjub Deva, "Mungkin emang semua itu ada hikmahnya ya,"

"Iya bener banget,"

"Lo nggak tidur Yer?"

"Ngga mood tidur gue," Yeri mencebik, "Lo aja sana, nggak tidur kan lo,"

"Udah mau lagi, nanggung banget mau tidur," Deva menggeleng, "Enak banget ya kita ghibah dari tadi,"

"Hahaha emang, nikmat banget," gadis itu tertawa renyah.

"Masak aja sana kalian, laper banget gue," Bima menyahut, mendudukkan diri diantara dua gadis itu, "Bunyi nih perut gue,"

"Kepagian lah masak jam segini," Yeri mendengus, "Mending tidur lagi aja sana,"

"Ga bisa gue kalo udah kebangun," pemuda itu memeluk lengan Yeri erat, "Tidurin dong,"

Gadis itu melotot kesal, "Dih apa-apaan mending gue masak dari pada harus nidurin lo,"

"Yaudah makanya masak aja kalian,"

"Bentaran ah mager," Deva menggeleng malas, "Lo aja sana, bisa masak kan lo?"

"Masak aer aja kadang suka gosong gue," datar Bima, "Makanya masakin,"

"Nggak mau,"

Pemuda itu berdecak kesal, "Yaudahlah, sok lanjut ghibah gue dengerin,"

"Gibahin lo aja gimana?" garang Deva.

"Ya jangan gue dong cantik,"

"Dasar fuck boy," cibir Yeri.

"Jangan cemburu dong sayang,"

"Dih apaan eww," Yeri bergidik jijik, "By the way kemaren kalian emang cuma berenam apa gimana?"

"Kemaren kita bersepuluh, bareng Arkan, Lala, Meyra sama Ando, tapi mereka milih pergi gara-gara Keynan," Deva menunduk sedih.

"Arkan gebetannya," bisik Bima yang masih dapat di dengar oleh Deva.

"Dia bukan gebetan gueee,"

"Iyaiya percaya. Crush lo,"

"Bukan juga,"

"Lah keliatan banget kalo lo suka dia,"

"Biasa aja padahal," Deva membuang pandangannya, "Lo terlalu overthinking,"

"Iya kali ya,"

"Cemburu kali lo Bim," celetuk Yeri.

"Gue? Cemburu sama titisan mak lampir? Jangan ngaco deh lo?"

"Titisan mak lampir palalo," Deva melotot galak, menghujami temannya dengan pukulan.

"Iyaiya bercanda aduh astaga,"