webnovel

Zitta

Kau tahu? Dunia ini punya banyak warna. Ini adalah kisah tentang dua orang yang terpisah di dunia yang menjadikan warna sebagai kasta. Orang berambut cerah akan menjadi bangsawan, sementara yang berambut gelap menjadi budak. Di tempat itu setiap orang memiliki warna rambut yang sesuai dengan garis keturunannya, merah kah? Biru kah? atau Pirang kah? Adalah sesuatu yang melekat pada diri seseorang. Lalu bagaimana jika dua orang itu datang dari tempat dengan penduduk berambut hitam? Apa mereka akan dihinakan? Apa mereka akan diperlakukan secara tidak manusiawi? Ataukah mereka akan merubah pandangan dunia?

RokuZa · Fantasia
Classificações insuficientes
11 Chs

Chapter 8

Untuk apa festival diadakan? Apa untuk berfoya foya? Atau hanya untuk sekedar bermain main?

Tidak, festival diadakan bukan tanpa alasan. Suatu hal tidak akan terjadi bila tidak ada yang penyebab. Festival diadakan untuk memperingati suatu hari yang penting. Dan itulah yang dimeriahkan oleh seluruh penduduk Negara Asca. Hari dimana umat manusia bebas dari serangan iblis. Begitu pula desa yang baru Rangga singgahi tadi, desa yang dipimpin oleh Galan Archilles sang aristokrat yang berposisi sebagai Marquis. Rakyat dari desa itu beramai ramai mengunjungi ibu kota untuk memeriahkan acara ini. Rangga yang baru keluar dari Mansion sang bangsawan bertanya tanya mengapa mereka pergi ke ibu kota dengan bersuka cita sementara orang yang sudah tua mereka tinggalkan. Mereka hanya menjawab, "kami pergi sebagai perwakilan desa, para orang tua mungkin akan kelelahan saat diperjalanan karena kami akan pergi dengan berjalan kaki." Tak ada yang salah dari jawaban itu. Tetapi mereka benar benar meninggalkan orang orang lanjut usia di desa mereka tanpa ada satupun yang masih berusia belia.

Rangga merasa kasihan dengan orang yang ditinggalkan di desa, namun ia tidak memiliki kewajiban untuk menemani mereka. Ia memalingkan muka sembari meminta agar ia diikutkan dalam perjalanan ke ibu kota bersama rombongan desa.

Diperjalanan, Rangga memperhatikan percakapan orang orang. Membedakan Gerakan mulut dan hasil translasi kalung penerjemah sambil membayangkan suara yang dihasilkan. Ia tidak ingin bergantung pada alat penerjemah itu. Ia sekali kali melepas pasang kalung penerjemah untuk menyesuaikan suara yang diucapkan. Perlahan, Rangga mulai memahami apa yang mereka ucapkan meskipun tanpa kalung penerjemah.

Mereka sampai di ibu kota dalam dua hari perjalanan. Disana semuanya dihiasi pernak pernik yang mewarnai hingga ujung jalan, toko toko dihias oleh berbagai bunga dan kerajinan khas yang terbuat dari kristal terang yang disimpan di depan meja kasir. Berbagai pedagang menarik pelanggannya dengan berteriak. Rangga berpisah dengan rombongan desa sesaat setelah sampai. Ia segera mencari penginapan untuk menyimpan barang bawaannya.

"Selamat datang!" sapa seorang wanita berambut cokelat yang menjaga penginapan.

Rangga membalas dengan anggukkan kepala. Ia pun mendekatinya.

"Berapa hari anda akan menginap?" tanya wanita itu.

"Lima hari." Jawab Rangga sambil mengangkat kelima jarinya.

"Baiklah, biayanya 500 Dart"

Rangga mengecek isi kantong uang yang ia ambil saat Bersama para bandit. Jumlahnya 100 keping. Ia pun menyodorkan 30 koin untuk mengecek jumlah nilai perkoin.

"Gimana kalau segini?" Rangga menyodorkan koinnya.

""ambah 150 lagi baru saya terima."

"Ayolah, aku cuma pelancong. Berilah harga yang lebih murah."

"Baiklah, 400 Dart saya terima. Tidak boleh menawar lagi!"

"Deal!"

Rangga mendapatkan kamar untuk menginap dengan harga 400 dart untuk lima malam. Dapat disimpulkan kalau perkeping koin bernilai 10 dart.

Ia pergi ke kamar yang telah ditunjukkan, menyimpan barang yang dibawanya. Lalu keluar dengan membawa belati dan kantung uang.

Lelaki itu berkeliling kota. Seluruh tempat dipadati oleh manusia yang berlalu lalang menikmati festival. Dimulai dari lapak makanan hingga lapak buah tangan semuanya dipenuhi pelanggan. Rangga terus melihat lihat sekitar lalu melihat orang yang berbaris untuk memasuki Amfiteater raksasa. Rangga pun tertarik dengan tempat itu dan ikut berbaris. Dengan harga menginap semalam, Rangga bisa memasuki arena raksasa yang sudah sangat dipenuhi oleh penonton. Entah apa yang ditonton oleh mereka namun mereka terlihat sangat antusias. Rangga pun mencari tempat duduk.

"Tuan tuan dan nyonya nyonya! Selamat datang di arena Azkena. Seperti yang kami janjikan tahun lalu, dipertandingan pertama ini, kami akan umumkan peserta yang akan memeriahkan lima pertandingan hari ini."

"Pertama, Mike Zuzen !. Petualang tingkat perak yang dengan mudah menghabisi Wyvern dengan sihir anginnya !" Seorang pria dengan rambut biru masuk kedalam arena.

"Selanjutnya, Redgar Ormelt!. Tentara bayaran veteran yang menjadi pahlawan saat peperangan." Pria bertubuh besar dengan rambut merah tua berjalan memasuki arena.

"Peserta ini tak disangka sangka, siapa orang yang tidak mengenalnya. Meskipun memiliki darah terkutuk, kekuatannya tak perlu diragukan lagi. Sang pengendali cahaya, Shena Agria!" seluruh penonton bersorak lebih kencang daripada saat pemanggilan orang sebelumnya. Namun tidak dengan Rangga. Ia segera menunduk menyembunyikan mukanya. Perlahan ia berjalan menaiki balkon dan mendekat pada dinding bersembunyi dibalik para penonton yang juga berdiri didekatnya.

Peserta telah dipanggil seluruhnya, total 10 orang. Ada seorang budak yang didampingi tuannya untuk mengikuti pertandingan. Entah apa tujuannya, budak lelaki itu tak Nampak bisa menandingi peserta lain.

"Selanjutnya, beberapa patah kata dari donatur yang sangat membantu acara ini. Marquis Galan Archilles! Kepada beliau sila-" ucapannya dipotong setelah seseorang berbisik padanya.

"Mohon maaf, karena beliau tidak bisa hadir, kepada putrinya, Lily Archilles silakan untuk membuka acara."

Rangga terkejut bukan main, Lily Archilles yang ia anggap sudah terbunuh menampakkan diri dihadapannya. Ia merasa seperti sedang diawasi dari jauh. Gerakannya serasa dibatasi. Rangga perlahan mengintip dibalik pundak orang orang. Tapi bola matanya berpapasan dengan mata Shena. Bibir Shena nampak menyeringai.

Rangga segera membalikkan mukanya lagi. Lehernya berkeringat. Dihadapannya berdiri dua ancaman dalam hidupnya.

"Lily? Aku tidak salah lihat kan? Bagaimana dia bisa selamat?"

Rangga berjalan berdesakan dengan para penonton untuk menghindari tatapan wanita itu. Namun mata Shena tetap mengikutinya. Sekarang ia yakin kalau papasan mata tadi bukanlah kebetulan, posisinya benar benar telah diketahui.

"Mau bagaimanapun juga wanita itu sudah tahu posisiku, rasanya mustahil untuk keluar dalam kondisi seperti ini." Pikir Rangga.

Ranggapun duduk di tempat kosong.

Pertandingan pertama dimulai. Pertarungan diacak tanpa kecurangan. Redgar Ormelt melawan seorang budak kerempeng yang lemah. Dilihat dari manapun kita sudah tahu siapa yang akan menang. Budak itu hanya berbekal pedang karatan dengan kaki yang terikat bola besi. Sementara Redgar sang tentara bayaran itu mengenakan zirah lengkap. Penonton nyaris tidak tertarik dengan pertarungan ini. Hingga akhirnya kepala si budak terpenggal hanya dengan beberapa gerakan meskipun sang budak menyerang terlebih dahulu.

Sungguh pemandangan yang mengherankan, seluruh penonton tiba tiba bersorak setelah sebuah kepala menggelinding. Redgar melambai lambaikan tangannya lalu pergi meninggalkan panggung.

Tak lama setelah itu pertandingan kedua dimulai. Shena memasuki lapangan bersama seorang lelaki berambut biru tua dan berbadan besar dengan tato berbentuk palu di lehernya. Ia membawa sebilah pedang yang terlihat sangat berkualitas.

Sementara itu Shena hanya memperhatikan gerakan lawan dengan hanya memegang pegangan pedang tanpa menariknya dari sarung. Kuda kuda sempurna ia pasang dengan tegap lalu menarik nafas dalam dalam.

Pria itu mulai menjalnakan serangan pertamanya sambil berlari, pedangnya ia angkat tinggi tinggi. Saat sudah berada didepan wajah Shena, ia langsung melepaskan kekuatannya dalam satu serangan. Namun, Shena dengan mudah menghindar hanya dengan memindahkan kaki kanannya ke samping kiri lalu memutar badannya 90 derajat. Serangan itu sama sekali tak mengenainya. Hanya saja hempasan anginya cukup kuat hingga membuat rambut Shena terurai berantakan.

"Lemah!"

Shena menendang perut pria itu yang terbuka lebar. Tapi tubuh pria itu cukup kuat bila hanya ditendang. Ia langsung mengayunkan pedangnya kesamping dan Shena menggunakan pedang yang masih bersarung untuk menahannya lalu menendang tengkuk pria itu hingga pingsan.

Sorakan mulai bergema setelah Shena meninggalkan lapangan.

Setelah itu datanglah dua orang berzirah lengkap, dari kaki hingga kepala semuanya tertutup baju besi. Nampaknya mereka berdua adalah prajurit kerajaan.

"Tak kusangka kita akan bertemu di awal pertandingan, kawan." Ucap salah satu dari mereka

"Siapapun yang kalah hari ini harus bisa sampai ke babak akhir." Mereka pun tertawa bersama.

Mereka pun memasang kuda kuda, lalu pedang ditarik dari sarungnya. Mereka perlahan saling mendekat. Keraguan saat menyerang terlihat dari pergerakan mereka.

"Aku akan menang! karena Ellen menungguku." Ia berteriak, sambil mengayunkan pedangnya dari samping.

Lawannya segera menangkisnya lalu langsung membalas serangan. Adu pedang tak terelakkan. Keduanya sama sama kuat, bahkan mungkin setara kekuatannya. Saat yang satu menyerang, lawannya akan menangkis lalu balik menyerang. Seperti itu pola serangan mereka. Ditengah pertandingan, pedang mereka sudah mencapai batasnya. Terlalu banyak benturan antar pedang. Hanya dengan beberapa benturan lagi, kedua pedang itu akan patah dan itu benar benar terjadi. Kedua pedang itu patah secara bersamaan.

Penonton bersorak agar pertandingan terus dilanjut. Mereka berdua lalu melepas zirahnya. Terlihat dua orang berambut kuning tua dan coklat yang masih berusia muda, mungkin beberapa tahun diatas Rangga.

Kedua orang itu sudah terengah engah. Berat zirah sudah cukup membuat punggungnya sakit, ditambah pertarungan yang tak ada habisnya. Mereka mengangkat kedua tinjunya menutupi wajah. Saling mendekat lalu dimulailah adu jotos yang di ikuti oleh sorakan penonton yang semakin meriah.

Seperti melihat pertandingan tinju. Mereka melakukan serangan yang lebih mengarah ke muka. berusaha membuat lawannya pingsan. Orang berambut kuning tua nampak lebih unggul saat ini. Pukulannya lebih kuat dari pada si rambut coklat.

Orang berambut coklat itu sudah kewalahan. Pukulannya sudah tak lagi tepat sasaran. Wajahnya sudah dipenuhi lebam. Kakinya tak sanggup berdiri. Ia menumpu badannya dengan lutut.

"Ahh…"

"Aku…"

"Aku sudah berjanji pada Ellen. Aku harus menang."

Ia mencoba kembali berdiri. Namun sudah tak kuat. Sekarang tangannya ikut menopang tubuh.

Orang berambut kuning tua itu pun berjalan mendekatinya.

"Maaf." Ucap Orang berambut coklat dengan lirih.

Tanpa tersadari, tanah yang akan dipijak oleh si rambut kuning tua jadi menumpuk lalu menyambar perutnya seperti tombak. Si rambut kuning langsung kehilangan kesadarannya, dan disusul oleh si rambut cokelat. Penonton bersorak dengan keras, mereka sangat menikmati pertarungan tadi. Namun sorakan itu berhenti setelah tubuh si rambut cokelat diangkut oleh prajurit kerajaan, sementara si rambut kuning tua diangkut oleh tim medis.

Rangga kebingungan dengan kejadian tadi. Ia sempat tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Tanah tiba tiba menyerang, apa apaan itu? Apa mungkin itu semacam makhluk berwujud seperti tanah? Atau mungkin orang itu bisa mengendalikan tanah? Lalu kenapa dia dibawa oleh prajurit kerajaan?"

Rangga merasa ada yang aneh disana. Ia ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, namun tak mungkin ia bertanya pada orang lain. Mungkin orang orang sudah terbiasa dengan ini. Jika ia bertanya pastinya akan sangat mencurigakan. Rangga melihat lihat sekitarnya, sudah tidak ada tanda tanda keberadaan Shena. Ia pun berjalan keluar dari Amfiteater meninggalkan pertandingan terakhir. Tak disangka Shena menunggu di jalan keluar.

"Sepertinya kau tidak melupakanku, Rangga." Ucap Shena memulai percakapan.

"Kau harusnya tahu kenapa aku menunggumu."

"Kau menjebakku dengan mengatakan ada jalan lain untuk memasuki negara ini. Tapi kau bohong. Ini juga salahku karna kekurangan informasi."

"Aku datang kesini bukan karena itu."

"Lalu apa?"

"Siapa orang yang tadi membuka acara ini? Kira kira kenapa sang Marquis tidak bisa hadir untuk pembukaan."

"Entahlah, seharusnya kau tidak menanyakan itu pada pelancong. Aku tidak punya informasi apa apa."

"Begitukah, aku penasaran bagaimana jika Nona Lily membuka mulutnya kepada keluarga kerajaan, kira kira bagaimana nasibmu?"

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."

"Berhentilah bersikap bodoh. Aktingmu payah!"

Rangga menundukkan kepalannya lalu mengangkatnya dengan seringai yang tampak menyebalkan.

Rangga menarik belati dari sarungnya, "Ahh~, kenapa gadis itu masih hidup. Harusnya ku gorok saja lehernya." Ia menjilati belati itu.

"Keluar juga sifat aslimu." Shena Nampak geram.

"Lalu? Apa kau akan menangkapku?" tanya Rangga.

"Seharusnya kau bilang 'ampuni aku, aku mengaku salah.' Dengan begitu setidaknya kau mendapat hukuman yang lebih ringan. Tidak akan ada introgasi yang akan merepotkanku."

"Ngomong ngomong kenapa kau repot repot mengurusi ini? Bukankah kau baru bekerja dengan Marquis selama seminggu? Aku sudah membaca banyak dokumen di mansionnya. Meskipun awalnya hanya mengingat bentuk huruf dan tataannya, sekarang aku mengerti isi dokumen dokumen itu."

"Kau pergi ke mansion? Apa kau yang menculik istri Marquis? Apa kau berhubungan dengan serikat jasa divisi 7?"

"Apa itu? Semacam tempat pelayanan masyarakat? Tidak tidak tidak, aku tidak terikat organisasi apapun tapi kalau soal istri Marquis kau pasti penasaran kenapa kau tidak menemukan jasadnya."

"Kau bawa kemana beliau, apa ke tempat para bandit?"

"Bandit? Kenapa aku harus membawanya pada mereka, mereka tak lain hanyalah kumpulan orang bodoh. Kalau tidak kubantu, mereka pasti sudah mati. Dan juga aku tidak menculik istrinya. Mungkin sekarang dia sudah menjadi abu bersama para pelayannya"

"Bedebah kau!"

"Aku hanya mengatakan ini sekali. Tidak ada gunanya bekerja dengan pemerintah negri ini, mereka semua hanya pejabat korup, tak ada sedikitpun dana dari kerajaan untuk membangun kotanya yang mereka keluarkan. Padahal pajak semakin hari semakin tinggi, tapi yang mereka laporkan hanya 15 persen dari total pajak."

"Itu bukan urusanku."

"Rangga, dengan ini kunyatakan kau ditangkap, pertama, karna memasuki negara secara illegal, dan kedua, tindak penculikkan dan percobaan pembunuhan terhadap bangsawan." Shena mengacungkan pedangnya.

"Sudah kubilang kalau aku tidak menculik."

"Katakan itu didepan hakim!" Shena menyarungkan Kembali pedang itu, lalu secara tiba tiba mencoba menendang perut Rangga, tetapi Rangga bisa menghindar.

"Kau tidak bisa menangkapku sekarang."

"Apa maksudmu?"

"Aku mendaftar untuk ikut pertandingan disini besok, kau pikir bagaimana jika ada peserta yang tidak hadir karena menculik Bangsawan? Penonton akan menjadi ricuh jika itu sampai diketahui publik, ditambah yang diculik adalah bangsawan terhormat setingkat Marquis."

"Omong kosong."

"Tidak seperti kau, aku tidak suka berbohong."

Shena merasa terusik dengan perkataan Rangga.

"Baiklah, mari bertemu di babak final, setelah itu mendekaplah dipenjara." Shena berbalik lalu dalam sekejap ia menghilang,

"Oh fuck, sekarang aku harus daftar pertandingan ini. Setidaknya aku bisa menghindar dari ancaman penjara, mungkin bisa saja aku dieksekusi mati."

Hari sudah menjelang sore, pertandingan terakhir dimenangkan oleh orang desa yang baru merantau. Mau tidak mau, Rangga harus siap mengikuti pertandingan ini jika ingin tetap bebas. Ia tidak boleh ditangkap sekarang karena sudah bertekad untuk menebus kesalahannya, yakni membawa Ferdi pulang.