webnovel

Zitta

Kau tahu? Dunia ini punya banyak warna. Ini adalah kisah tentang dua orang yang terpisah di dunia yang menjadikan warna sebagai kasta. Orang berambut cerah akan menjadi bangsawan, sementara yang berambut gelap menjadi budak. Di tempat itu setiap orang memiliki warna rambut yang sesuai dengan garis keturunannya, merah kah? Biru kah? atau Pirang kah? Adalah sesuatu yang melekat pada diri seseorang. Lalu bagaimana jika dua orang itu datang dari tempat dengan penduduk berambut hitam? Apa mereka akan dihinakan? Apa mereka akan diperlakukan secara tidak manusiawi? Ataukah mereka akan merubah pandangan dunia?

RokuZa · Fantasia
Classificações insuficientes
11 Chs

Chapter 10

Harinya telah tiba, Rangga memasuki gerbang Amfitheater raksasa itu. Lorong lorong Panjang nan gelap hanya diterangi oleh beberapa obor. Sorakan penonton terdengar samar dibawah sana. Lorong itu sepi, hanya ada beberapa orang yang tidak lain adalah peserta pertarungan kali ini, 10 orang termasuk dirinya sendiri. Kemudian dianggillah satu persatu peserta menuju tengah lapangan.

"Migurd sang Dwarf petarung." Pria pendek berjanggut tebal berwarna coklat tua dipanggil, ia membawa kapak raksasa dengan satu tangan, di kepalanya terpasang helm besi bertanduk yang salah satu tanduknya patah.

"Rangga, sang pelancong." Rangga dipanggil kedua, ia membawa kedua belatinya dan menyembunyikan pistol dibalik pakaiannya untuk berjaga jaga. Ia pun memasuki lapangan.

Matahari sangat terik meskipun masih terbilang pagi, pukul 9 bila disesuaikan dengan jam tangan yang Rangga pakai. Tanah lapang yang dipijak sangat gersang dan kering, kaki pun terasa gatal saat berdiri disana. Rangga melihat sekitarnya, yang benar saja, Shena menonton dikursi penonton sementara Lily duduk bersama para bangsawan, gadis itu sekarang nampak tegar dibanding saat ia diserang oleh bandit. Rangga merasa dalam bahaya bila gadis itu mengingat wajah orang yang menikamnya, ia bisa kapan saja melapor pada penjaga dan tentu saja tidak ada harapan untuk kabur.

"Torga, petualang tingkat perak." Seorang pria tinggi besar dipanggil, dia orang kemarin yang membantu Rangga saat pendaftaran. Ia memakai zirah hanya untuk menutupi perut dan sendi sendi saja.

"Jumpa lagi kita kawan." Sapa Torga.

"Terimakasih untuk yang kemarin."

"Selanjutnya, Elish-" pria pembawa acara itu mendadak berhenti membaca nama peserta. Tubuhnya bergetar.

Datanglah seorang perempuan berambut pirang dengan pedang runcingnya. Aura kehormatannya sudah bisa dirasakan saat ia keluar dari lorong.

"Hei kawan, bisa tukeran posisi?" Tubuh torga bergetar, nampaknya ia gugup.

Si pembawa acara terdiam, mungkin kedatangan perempuan ini tanpa adanya informasi. Atau mungkin dia seorang bangsawan tinggi.

Torga nampak tak bisa tenang, ia langsung menggeser Rangga memaksa agar berpindah tempat. Rangga tak melawan, kini disampingnya ada seorang wanita cantik dengan tubuh terawat, bahkan parfumnya sudah tercium saat Rangga belum bertukar posisi. Rangga yakin kalau dia bukan orang biasa.

"Marie sang petualang tingkat perunggu." Perempuan berambut merah ikal memasuki lapangan, dia adalah rekan Ferdi di serikat jasa divisi 7.

Si bangsawan yang ada diantara Rangga dan marie nampak tidak senang berdiri diantara mereka. Entah apa yang menganggunya.

Selanjutnya beberapa orang dipanggil lagi. Tak seperti pertandingan kemarin, kali ini tak ada budak yang berpartisipasi. Semuanya nampak seperti petarung veteran kecuali perempuan bernama Marie yang masih bertingkat Perunggu.

Peserta yang dipanggil tadi kembali menuju lorong lalu dipanggil kembali per dua orang secara acak. Pertarungan pertama selesai dengan lawan yang sudah terkapar tanpa perlawanan lagi.

Pertandingan kedua diikuti oleh Marie dan anggota tentara bayaran, tak disangka Marie menang telak meskipun dari tubuhnya tak terlihaat ia bisa bertarung.

Pertandingan ketiga diikuti oleh Torga dan Elisha, sang bangsawan yang membuat Torga ingin bertukar tempat. Rangga tidak bisa melihat pertarungan mereka, namun hasilnya terlihat. Elisha tentu saja memenangkan pertarungan. Torga kembali ke lorong dengan beberapa luka kecil, dia tampak tidak mengeluarkan kekuatan sepenuhnya bahkan bisa dibilang kalau dia mengalah. Setelah kekalahannya, Torga duduk bersandar sambil menundukkan kepalanya. Dia depresi.

Rangga pun dipanggil bersama lawannya, Dwarf dengan kapak besarnya. Rangga harap tidak ada kejadian seperti yang ia tonton kemarin.

Pertarungan dimulai, Rangga memulai serangan dengan melempar pisau. Sementara Migurd bertahan dengan kapak besarnya. Lantai pasir membuat Langkah menjadi sulit, Rangga mendekati Ridurd perlahan sambil bersiaga menghindari serangan. Ayunan kapak besar harusnya mudah ditebak gerakannya. Dwarf itu mengayunkan kapaknya secara vertical dari atas kebawah. Rangga menghindari serangan itu lalu mengambil pisau yang tadi ia lempar. Kedua tangan yang memegang pisau itu pun ia ayunkan bergantian untuk melukai lawan. Beberapa sayatan berhasil Rangga buat. Dwarf itu kembali mengayunkan kapaknya dan seperti yang Rangga duga, Kapak sangat mudah ditebak pergerakannya. Rangga menghindar lalu kembali menyerang. Hal it uterus berulang hingga si Dwarf itu kehabisan tenaga. Ia pun jatuh.

Tak disangka ternyata Rangga tak perlu menggunakan pistolnya. Padahal ia sudah bersiap siap untuk kemungkinan terburuk. Rangga pun keluar dari Amfiteater meninggalkan pertandingan terakhir yang masih berjalan. Shena kembali berdiri di depan gerbang.

"Pertarungan yang bagus."

"Tentu saja."

"Tapi aku tidak yakin kau akan bertahan di pertandingan selanjutnya. Aku hanya berharap kita bertemu di final nanti."

"Baiklah, jangan sampai kalah olehku." Goda Rangga.

"Mustahil." Shena pun menghilang tanpa berkata kata lagi.

Rangga berpikir sejenak. Bagaimana jadinya bila ia tidak bertambah kuat? Bagaimana jika ada orang yang bisa menggunakan sihir seperti kemarin. Dan bagaimana cara mengalahkan Shena yang bisa menghilang dalam sekejap? Rangga berpikir keras. Apakah ia harus menyerah saja? Ataukah ia harus mempelajari sihir agar bisa sebanding dengan lawan? Rangga memutuskan pergi ke toko buku. Ia berniat membaca beberapa buku mengenai sistem sihir.

Rangga mendapatkan beberapa infirmasi tentang sihir.

Pertama, kualitas sihir tergantung jumlah mana pada tubuhnya dan jumlah mana bisa diukur dengan cerahnya warna rambut. Pantas saja paara bangsawan memiliki rambut cerah.

Kedua, sihir dibagi menjadi dua. Sihir bakat dan sihir rapalan. Sihir bakat meliputi elemen di dunia ini, seperti api, air, angin dan tanah. Bukan hanya elemen, beberapa orang juga memiliki bakat lain, contohnya manipulasi tubuh dan bahkan ada kondisi khsus seperti yang Shena miliki. Manipulasi cahaya. Sihir bakat terbangun dari tubuh Ketika tubuh merasa terancam akan sesuatu atau tubuh membutuhkan sesuatu. Maka mana dalam tubuh akan menyesuaikan dengan kekuatan yang dibutuhkan. Kebangkitan bakat hanya bisa terjadi saat masa pubertas atau sebelumnya. Jika masa pubertas sudah terlewat, maka ia akan mendapat bakat tergantung darah yang mengalir di tubuhnya. Jenis kekuatan pada bakat bisa ditebak melalui warna mata. Mungkin karena itu Saat Rangga berada di benteng perbatasan ditanyai warna mata oleh Shena, padahal miliknya sama sama hitam. Berbeda dengan sihir bakat, rapalan terjadi ketika seseorang membaca mantra. Mantra yang ia bacakan harus menggunakan bahasa para roh dan juga harus menggunakan bayaran yang tak lain adalah mana. Mantra yang dibacakan disalurkan bersama mana setelah itu dikirimkan pada para roh dan jika para roh menerima mantra itu, maka sihir mantra akan terwujud. Mantra itu tidak berbeda jauh dengan doa.

Ketiga adalah alat sihir. Beberapa alat sihir dapat ditemukan di toko atau pasar. Harganya tergantung pada kualitas dan bahan baku yang digunakan. Salah satu contoh alat sihir adalah alat penerjemah yang ia pakai. Alat ini dibuat oleh seorang jenius di masa lalu yang membuat pikiran seseorang yang ingin dikatakan bisa keluar walau ia tidak bisa berbicara dengan Bahasa lawan bicara. Cara pembuatannya tidak tertulis di buku, tapi yang pasti alat sihir bisa didapat dengan mudah hanya dengan membelinya.

Hanya itu yang didapatkan dari membaca buku tentang sihir hingga malam. Tidak ada waktu banyak untuk belajar sihir. Yang ia butuhkan adalah menemukan sihir bakat dan membeli alat sihir.

Bakat tergantung warna mata, dan warna mata Rangga adalah hitam. Maka kekuatan apa yang ada pada bakatnya? Bayangan? Atau mungkin kegelapan? Sepertinya itu tidak mungkin karena bakat akan bergantung pada pengalaman dan hal yang dibutuhnkan oleh seseorang lalu apa yang dibutuhkan oleh Rangga sekarang? Apa yang telah ia lalui?

"oh!" Rangga mengetahui sesuatu.

Jika yang dibutuhkan untuk membangkitkan bakat adalah kebutuhan dan pengalaman. Tujuan Rangga adalah memulangkan Ferdi ke dunia asal. Lalu bagaimana cara kembali ke dunia asal? Bagaimana cara Zitta memindahkannya ke dunia ini? Yap! Rangga mengetahuinya. Yang ia butuhkan untuk mengembalikan Ferdi adalah sihir ruang. Mungkin si kakek stroberi juga memiliki bakat seperti ini.

Setelah mengetahui bakat yang dibutuhkan, lalu sekarang bagaimana cara mengaktifkannya? Bakat harusnya bisa digunakan tanpa perlu petunjuk. Rangga pun berusaha mencobanya.

"Portal, keluarlah!" Rangga merentangkan kedua tangannya sambil meneriakkan kata itu.

"Tolong jangan berisik, sudah malam." Tegur si pemilik toko.

"Maaf."

Rangga pun kembali ke penginapan. Ia tidak ingin terlalu memikirkannya sekarang. Mungkin saja ia tidak punya bakat seperti yang lainnya. Tak ada pilihan lain, ia harus mempunyai peralatan sihir meskipun ia tidak punya cukup uang. Itu bisa dipikirkan besok, sekarang waktunya tidur.