webnovel

Kehancuran Segalanya: Terikat oleh Takdir

Kehancuran telah menjalar ke seluruh pinggiran kota Ardalivia, meninggalkan kota-kota dalam reruntuhan dan jalan-jalan yang banjir oleh mayat. Darah mengalir seperti aliran sungai, menciptakan pemandangan yang menakutkan. Namun, di tengah kekacauan ini, ada satu sinar harapan Ratu Eloweth, istri Raja Thalorion, sedang hamil anak ketujuh mereka.

Kabar kehamilan Eloweth menjadi cahaya dalam kegelapan. Anak-anak Thalorion, meskipun menyaksikan kekejaman di sekitar mereka, penuh kebahagiaan mendengar berita tersebut. Mereka menyadari bahwa kelahiran saudara baru adalah tanda harapan di tengah krisis kerajaan.

Namun, kebahagiaan mereka juga disertai kekhawatiran yang mendalam. Mereka sadar betul betapa berbahayanya situasi di Ardalivia. Keamanan di dalam istana sudah menurun seiring dengan pasukan yang dulunya setia kepada raja, kini tersebar di seluruh negeri untuk menghadapi ancaman yang mengintai.

Anak-anak Thalorion bersatu dalam tekad mereka untuk melindungi ibu mereka dan saudara yang belum lahir. Mereka tahu bahwa Ratu Eloweth, sebagai istri Raja Thalorion, bisa menjadi target bagi mereka yang ingin melemahkan kerajaan.

Di tengah malam yang sunyi, Zephyr, yang merupakan anak sulung, berkumpul dengan saudara-saudaranya di ruang keluarga mereka. Cahaya redup menerangi wajah-wajah mereka yang penuh kekhawatiran. Zephyr berbicara, "Kita harus menjaga keamanan di sekitar istana dengan ketat. Kita tidak boleh lengah sekalipun."

Aurora mengangguk. "Kita harus tetap waspada. Dan kita harus mencari tahu jika ada individu yang tidak bisa dipercaya di dalam istana."

Selene bertanya, "Apa yang bisa kita lakukan untuk melindungi ibu dan saudara yang belum lahir? Kita harus merencanakan segala kemungkinan."

Celestia berpikir sejenak. "Kita bisa memanfaatkan kemampuan masing-masing. Zephyr, kamu bisa merancang tindakan keamanan tambahan. Aurora, kamu bisa melakukan penyelidikan yang rahasia. Selene, kita butuh kecerdasanmu untuk perencanaan strategis. Aiden, kamu bisa berperan sebagai mata-mata di dalam istana."

Aiden mengangguk. "Aku akan melakukan yang terbaik untuk melindungi kita semua."

Mereka semua setuju untuk bekerja sama, dengan tekad kuat untuk melindungi keluarga dan kerajaan mereka dari bahaya yang mengintai. Namun, mereka tidak menyadari bahwa pengkhianatan telah merasuk ke dalam istana.

Asisten Zenith memainkan peran sebagai dalang di balik krisis yang akan datang.

Saat malam berlanjut, Ethan patroli di sekitar istana hingga mencapai perbatasan utara Ardalivia. Di sana, tiba-tiba ia bertemu salah satu pemimpin ghoul bernama Revile. Revile adalah seorang wanita yang garang dan kejam. Pertemuan ini memicu pertempuran sengit antara Ghoul dan salah satu anak Thalorion, menciptakan konflik dramatis.

Ethan bertanya, "Siapa kamu, dan apa yang kamu inginkan di sini?"

Revile tersenyum tajam. "Kamu bertanya tentang namaku? Izinkan aku memperkenalkan diriku; aku adalah pelayan malam, mencari hiburan di sini. Sepertinya kamu bisa menjadi sumber hiburan yang menyenangkan bagiku malam ini."

"Kau brengsek, pergilah dari sini, atau kau akan menghadapi sesuatu yang belum pernah kau temui sebelumnya," ancam Ethan.

*shiiiinggg...*

Ethan bergerak cepat menuju Revile, namun kecepatannya tak sebanding dengan mata analitis Revile yang dapat memprediksi perjalanan pertempuran. Sekali lagi, Ethan menyerang, berlari dengan cepat, dan mengayunkan pedangnya ke arah Revile. Namun, Revile dengan lihai menghindari serangan tersebut, melompat dengan gesit di belakang Ethan.

"Dalam sekejap, dia sudah ada di belakangmu," bisik Revile, mencoba menggoda Ethan.

Ethan tak terkecoh. Dia segera berbalik menghadap Revile, tetapi Revile dengan cepat mengeluarkan dua pedang yang tampak mengambang di udara. Dua pedang itu berputar cepat mengelilingi Revile, menciptakan hujan serangan yang ditujukan pada Ethan.

Ethan menghindari serangan-serangan itu dengan kesulitan, terpaksa melompat dan berguling di atas tanah yang kasar. Suara pedang yang bertabrakan menciptakan kebisingan yang menggema di malam yang sunyi.

Pertempuran semakin seru, dengan dua lawan menampilkan kemampuan luar biasa. Setiap gerakan mereka penuh dengan kekuatan dan kecepatan. Atmosfer pertempuran semakin panas, dan pertanyaan tentang siapa yang akan keluar sebagai pemenang tetap belum terjawab.

Dengan gerakan cepat, Ethan melepaskan api yang berkobar-kobar tinggi dan dipenuhi dengan kemarahan. Api itu membentuk perisai pelindung di sekitar Ethan, memancarkan panas yang menghangatkan malam yang dingin.

Revile memandang dengan kagum saat Ethan mengendalikan elemen api. Namun, dia tak akan mundur. Dengan kecepatan yang memikat, dia berputar di udara, menciptakan puting beliung yang kuat. Angin tidak hanya menghalangi api, tetapi juga membawa debu dan pasir ke arah Ethan, mencoba menghalangi pandangannya.

Tiba-tiba, pada saat yang kritis, Ethan berhasil menangkap peluang untuk melakukan serangan balik. Dia mengayunkan pedangnya dengan kecepatan mengesankan, mengarahkannya pada Revile.

Revile terkejut dengan serangan tiba-tiba ini dan dengan susah payah berhasil menghindar. Pedang Ethan mengenai baju besinya, menciptakan percikan yang mengisi udara. Meskipun tidak menembus baju besinya, serangan itu membuktikan bahwa Ethan adalah lawan yang tangguh.

Ethan dan Revile melanjutkan pertempuran sengit mereka. Pedang-pedang mereka berkilau di bawah sinar bulan, menciptakan bayangan yang menakutkan di sekitar mereka. Hujan deras turun, bercampur dengan darah dan lumpur di tanah, menciptakan medan perang yang licin dan berbahaya.

*Crack...*

Serangan mendadak mengenai dada Ethan, merobek pakaiannya dan meninggalkan luka serius berbentuk salib. Revile telah memanjangkan jarinya menjadi cakar tajam yang sungguh merobek dada Ethan.

*dhuaaakkk...*

Serangan balik Ethan mengenai dada Revile, menghancurkan baju besinya. Revile berteriak kesakitan saat baju besinya retak dan pecah, meninggalkannya terluka dan terbuka. "Sialan kau, bocah kecil," teriaknya, melepaskan serangan gelombang ultra-sonik dari mulutnya yang mengirim Ethan terbang dan menyebabkan pohon dan bangunan di sekitarnya hancur berkeping-keping.

"Aku akan membiarkan hidupmu untuk saat ini, anak kecil, tapi bersiaplah untuk masa depan; kamu akan benar-benar kehilangan suaramu." Revile terbang di atas Ethan. Ethan menjawab dengan lemah, "Siapa yang mempekerjakanmu? Siapa yang mengirimmu?" "Kamu tidak perlu tahu untuk siapa aku melakukannya, tapi kamu pasti akan kehilangan yang paling kamu hargai." Dia menjawab dengan jijik dan akhirnya meninggalkan Ethan di sana.

"Sialan, aku telah kehilangan banyak darah." Ethan berbisik. Ia berjalan menuju rumah dengan luka yang masih mengeluarkan darah. Sesaat setelah itu, ia jatuh pingsan akibat kehilangan darah yang cukup banyak.

Zephyr, anggota termuda dari keluarga Thornhart, bertugas sebagai penjaga istana. Namun, tiba-tiba, ia mendengar suara sangat keras dari bagian utara Ardalivia. Suara itu mirip dengan ledakan besar, dan hatinya berdegup kencang khawatir tentang kakaknya, Ethan, yang baru saja terluka parah dalam pertempuran melawan Revile.

Tanpa ragu, Zephyr segera meninggalkan pos jagaannya dan berlari menuju sumber ledakan itu. Ia berlari secepat yang ia bisa, melewati lorong-lorong istana yang sunyi pada malam yang gelap ini. Cahaya redup hanya menerangi jalannya, menciptakan bayangan yang menyeramkan pada dinding batu kuno.

Ketika Zephyr tiba di perbatasan utara Ardalivia, ia menyaksikan

  pemandangan yang menghancurkan. Pohon-pohon tumbang, bangunan rusak, dan tanah terkoyak menunjukkan bahwa sebuah kekuatan besar baru saja melanda daerah ini. Dan di tengah kekacauan itu, ia menemukan kakaknya, Ethan, terbaring tak sadarkan diri dengan luka serius di dada.

Dengan cepat, Zephyr berlutut di samping Ethan, hatinya penuh kekhawatiran. Ia dengan hati-hati memeriksa luka kakaknya, dan aliran darah yang terus menerus meningkatkan kekhawatirannya. Tapi ia tidak boleh panik; ia harus bertindak cepat.

Zephyr mengambil sebuah kalung perak yang selalu ia bawa, sebuah kalung dengan kekuatan penyembuhan. Ia mendekapkan kalung itu di atas luka di dada Ethan. Cahaya lembut bersinar dari kalung itu, dan Zephyr fokus dengan tekad untuk menyembuhkan kakaknya.

Proses penyembuhan berjalan lambat, tapi Zephyr tidak kehilangan harapan. Ia tetap fokus, mengalirkan energinya untuk menghentikan pendarahan dan memperbaiki jaringan yang rusak. Setelah beberapa saat, luka sayatan di dada Ethan mulai tertutup, dan aliran darah mereda.

Ethan, meskipun masih tak sadarkan diri, tampaknya merasakan sentuhan penyembuhan adiknya. Wajahnya yang pucat menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Zephyr merasa lega melihat tanda-tanda positif ini.

Setelah penyembuhan selesai, Zephyr memeluk kakaknya dengan lembut. 

"Kakak, kamu harus bangun," bisiknya dengan harapan. 

"Kita masih punya pekerjaan yang harus dilakukan. Keluarga dan kerajaan kita membutuhkan kita."Beberapa saat kemudian, mata Ethan mulai perlahan-lahan terbuka. Ia merasa sakit dan lemah, tapi melihat wajah Zephyr di sampingnya membawa lega. 

"Zephyr... Terima kasih," gumam Ethan dengan lemah.Zephyr tersenyum. "Tidak perlu berterima kasih, kakak. Kita adalah keluarga, dan kita selalu melindungi satu sama lain."

Mereka berdua berdiri, siap untuk kembali ke istana dan bergabung dengan saudara-saudaranya dalam upaya melindungi kerajaan Ardalivia dari ancaman yang semakin mendekat. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka belum berakhir, tetapi dengan kekuatan keluarga dan tekad yang tak tergoyahkan, mereka siap menghadapi segala rintangan yang ada di depan mereka.

Perang telah melanda Ardalivia selama setahun terakhir. Darah telah tumpah, kota-kota hancur, dan rakyat menderita. Namun, suatu hari, saat matahari terbit di langit biru, tanda-tanda perdamaian mulai muncul.

Raja Thalorion, yang telah dengan berani memimpin pasukannya, merasa sudah saatnya mencari jalan keluar dari konflik ini. Dia ingin menghentikan pertumpahan darah dan menyelamatkan kerajaannya dari kerusakan lebih lanjut. Jadi, dia memutuskan untuk mencoba pendekatan diplomatis.

Raja Thalorion mengirim utusan ke faksi lawan, para pemimpin koalisi pemberontak yang telah lama menjadi musuh kerajaan. Utusan-utusan membawa surat dari Raja Thalorion yang berisi tawaran perdamaian. Raja Thalorion ingin bertemu dengan pemimpin pemberontak untuk membahas kemungkinan gencatan senjata dan perundingan perdamaian.

Pemimpin pemberontak, seorang wanita bijak yang dikenal sebagai Lady Seraphina, menyambut tawaran itu dengan hati terbuka. Dia juga telah melihat penderitaan yang disebabkan oleh perang dan merasa sudah saatnya mencari solusi damai.

Pertemuan perdamaian diadakan di lokasi netral yang dipilih oleh kedua belah pihak. Raja Thalorion dan Lady Seraphina duduk di hadapan satu sama lain di sebuah meja panjang, dipisahkan oleh seorang mediator terkemuka dari kerajaan tetangga.

Percakapan dimulai dengan ketegangan, dengan kedua belah pihak saling menyalahkan atas dimulainya perang. Namun, mediator dengan bijaksana membimbing percakapan menuju upaya bersama untuk mengakhiri konflik. Mereka membahas gencatan senjata, pertukaran tawanan, dan langkah-langkah konkret untuk mengembalikan perdamaian.

Selama berhari-hari, negosiasi terus berlanjut. Meskipun ada momen-momen tegang, baik Raja Thalorion maupun Lady Seraphina menunjukkan tekad mereka untuk mencapai perdamaian. Akhirnya, setelah berbulan-bulan negosiasi yang sulit, sebuah perjanjian perdamaian tercapai.

Perjanjian perdamaian melibatkan penghentian pertempuran, pengembalian wilayah yang dikuasai oleh pemberontak kepada kerajaan, dan pembentukan komisi perdamaian yang terdiri dari perwakilan dari kedua belah pihak untuk memantau pelaksanaan perjanjian. Selain itu, upaya rekonsiliasi dan rekonstruksi akan dilakukan untuk membantu menyembuhkan kerajaan yang telah dilanda perang.

Ketika berita perjanjian perdamaian mencapai rakyat Ardalivia, terdengar sorakan kegembiraan di seluruh negeri. Rakyat merasa lega bahwa perang telah berakhir, dan mereka bisa memulai proses penyembuhan dan rekonstruksi.

Satu tahun berlalu sejak perang antara Aederne dan pemberontak, dan saat yang lama dinanti-nantikan dari kelahiran anak ketujuh keluarga Thornhart telah tiba. Semua penduduk Ardalivia merayakan kedatangan bayi dari raja mereka yang paling dihormati, menyiapkan segala sesuatu untuk peristiwa tersebut.

Pada suatu pagi cerah, istana kerajaan Ardalivia bersinar di bawah sinar matahari hangat. Raja Thalorion duduk di taman istana, pria tampan dengan mahkota emas di kepalanya, sementara Ratu Eloweth, seorang wanita elegan dengan rambut pirang panjang, duduk di dekatnya. Mereka dikelilingi oleh enam anak mereka yang penuh semangat, yaitu Ethan, Aurora, Selene, Celestia, Aiden, dan Zephyr.

Kedekatan keluarga ini terasa kuat, dan mereka menikmati momen kebersamaan sebelum kelahiran anak ketujuh yang sangat dinantikan. Zephyr, si bungsu yang penuh semangat, menatap ibunya dengan mata berkilau.

"Ibu, bagaimana perasaanmu menjelang kelahiran adik ketujuh kita?" tanyanya dengan penuh antusias.

Ratu Eloweth tersenyum lembut, tangan nya beristirahat di perut yang membesar. "Rasanya sangat bahagia, Zephyr. Adik baru ini akan menjadi berkat besar bagi kita semua."

Aurora, sang putri yang ceria, tertawa bahagia. "Kami tak sabar untuk menyambut adik yang baru!"

Selene, menambahkan dengan bijak, "Kita akan menjadi tim yang kuat untuk adik yang baru, melindungi mereka dan memberi mereka cinta."

Celestia, tersenyum manis. "Kita akan membuat adik tersenyum dan bahagia setiap hari."

Aiden, mengangguk mantap. "Kita akan menjaga adik dengan penuh perhatian dan cinta."

Raja Thalorion, dengan senyuman hangat, berkata, "Keluarga kita adalah harta terbesar dalam hidupku. Kelahiran adik yang akan datang akan membuat keluarga kita semakin lengkap."

Mereka semua saling bergandengan tangan, merasakan hangatnya keluarga yang mendukung. Di tengah kebahagiaan ini, mereka merasa siap menyambut kelahiran anak ketujuh mereka, membawa kebahagiaan baru bagi Kerajaan Ardalivia. Ini adalah momen kebersamaan yang indah dan penuh cinta yang akan menciptakan kenangan abadi dalam perjalanan keluarga Thornhart.

Di pagi yang cerah, yang penuh kebahagiaan dan kekhawatiran, di Rumah Sakit Ardalivia. Ratu Eloweth, dalam awal kontraksi sebelum kelahiran anak ketujuhnya, dikelilingi oleh anak-anaknya yang gelisah dan prihatin. Mereka bertugas untuk memastikan kelancaran proses kelahiran ibu mereka.

Zephyr, berdiri di gerbang utama perbatasan istana, dengan cermat memantau setiap gerakan mencurigakan di sekitar istana dan memastikan tidak ada orang asing yang masuk ke Ardalivia. Ethan, Selene, dan ayah mereka berada di depan ruang persalinan, siap membantu ibu mereka jika diperlukan. Sementara itu, Aurora, Celestia, dan Aiden berjaga-jaga di sekitar rumah sakit, memastikan keamanan istana.

Namun, ketenangan mereka segera terguncang oleh peristiwa mengerikan. Saat Ratu Eloweth mulai merasakan nyeri yang meningkat, seorang dokter yang telah lama melayani kerajaan datang untuk membantu dalam persalinan. Semua orang berharap kelahiran anak ketujuh akan membawa kegembiraan dan harapan di masa-masa sulit ini.

Namun, selama proses persalinan, munculnya seorang wanita yang tidak dikenal dan misterius tiba-tiba muncul di ruang persalinan. Dia mengenakan pakaian hitam dan mengenakan tudung, menyembunyikan identitasnya.

Ratu Eloweth merasa bingung dan ketakutan saat melihat sosok yang tidak dikenal ini. "Siapa kamu? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya ratu dengan lemah.

Wanita misterius itu tidak menjawab. Sebaliknya, dengan sekali kedipan mata, dia mengeluarkan pedang yang sangat tajam. Ketegangan dan ketegangan memenuhi ruangan.

Ethan, Selene, dan ayah mereka segera merespons, mencoba melindungi ibu mereka. Aurora, Celestia, dan Aiden, yang berada di luar, merasakan kehadiran yang sangat menakutkan menanti mereka, dan memang, seseorang yang mengenakan jubah muncul dari tanah.

*Swossshhh*

Orang itu melepaskan bahan kimia yang sangat korosif ke arah mereka, tetapi mereka dengan cepat menghindar. "Kau bajingan, siapa kamu, dan apa urusanmu di sini?" tanya Aurora dengan marah.

*WUOOOOSSHH*

Celestia menyerang dengan kekuatan angin. Dengan cepat, orang misterius itu kembali ke tanah dan muncul tepat di belakang Aiden, melemparkan sejumputan ke arah Aurora, mengenai bahunya.

Namun, kekejaman yang tak terbayangkan terungkap.

*Shruuhhhtt*

Wanita misterius itu, yang diidentifikasi sebagai Loish, dengan cepat menusukkan pedangnya ke arah Ratu Eloweth. Pisau tajam itu menembus kasur ratu dan menusuk perutnya yang rapuh, menyebabkan darahnya mengalir deras, dan bayi yang belum lahir menjadi korban juga.

"SIALAN KAU!" teriak Ethan, mencoba menyerang Loish.