webnovel

Your Presence

Ketika fisik sudah tidak mampu untuk bertahan lagi, harapan terakhir agar diri tak menggila hanyalah pada batin dan akal sehat. Namun, bagaimana jika akal sehat sudah mulai tak bisa diajak untuk berkompromi lagi? Adit, sebagai contoh dari sekian anak yang merasa kurang beruntung akibat menjadi korban dalam kekerasan rumah tangga orang tuanya. Menjadi sasaran empuk kala sang Ayah dan Ibu tengah lelah karena perkerjaan mereka, bahkan membuat Adit sudah sangat lelah untuk terus bertahan di dunia yang begitu kejam untuknya. Nurani sudah menghilang, batin pun mulai berbisik agar enyah dari dunia yang kejam ini. Mengakhiri hidup mungkin, menjadi akhir kisah Adit yang begitu kelam. Agar ia bisa lepas dari kedua orang tua nya yang tak menginginkannya untuk terlahir ke dunia ini. Namun .... "Kalo mau bunuh diri jangan di sini, Aa ganteng!" Suara khas sang gadis yang terus menggema, mengganggu pikiran Adit hingga akal sehatnya perlahan kembali membaik. "Siapa dia? Mengapa aku selalu memikirkannya?" Akankah, Tuhan mempertemukan Adit dengan gadis yang berhasil mencegah dirinya untuk mengakhiri hidupnya itu? Atau, kah sebaliknya? Apakah Adit akan mendapatkan kebahagiaan yang tak pernah ia rasakan sejak berusia 5 tahun hingga sekarang?

AQUELLA_0803 · Urbano
Classificações insuficientes
278 Chs

Kehancuran Keluarga.

Bandung, Pukul 07:00 WIB.

Dikediaman keluarga Adit, tampak begitu sunyi. Adit masuk ke dalam rumah dan tak terlihat ada seorang pun di rumah, ia berjalan ke arah kamarnya dan saat akan menutup kamar, terdengar suara pintu terbuka. Pria itu diam di tempat, dan terlihat wajah kakaknya yang begitu pucat sedang ditarik oleh Ayah mereka.

"Lepas Pa! Aku tidak akan mau menggugurkan anak ini! Dia tidak bersalah..." teriak Oliv membuat Adit terkejut.

"Tidak mau katamu! Oke kau harus menerima akibatnya, karena telah melindungi anak haram kau ini!" bentak sang Ayah yang menarik tangan Oliv sangat keras.

Adit menuruni satu per satu anak tangga untuk menghentikan ayahnya. Namun, sang Ibu malah naik ke lantai atas dan menarik tangan anak laki-lakinya dan mendorong nya masuk ke dalam kamar.

"Ma, buka pintu-nya! Kak Oliv membutuhkan ku!" teriak Adit saat ibunya mengunci pintu kamarnya.

"Diam saja kau di dalam kamar! Jika kau tidak ingin terkena amukan ayahmu! Dia tengah marah dan akan menghukum kakakmu yang sudah mempermalukan keluarga ini! Mau kalian itu apasih? Papa dan Mama sudah memberikan segalanya pada kalian, tapi lihat balasan kalian berdua. Suka sekali mempermalukan keluarga ini!" bentak sang Ibu.

Ibunya pun berjalan menjauhi kamar Adit menuju gudang, tempat di mana jika ada yang berbuat salah selalu dihukum di sana. Adit menyandarkan punggungnya ke dinding kamar dan merasa khawatir pada kakak perempuannya. Ia tau, kakaknya tengah membutuhkannya saat ini, tapi Adit juga bingung bagaimana caranya ia bisa keluar dari dalam kamar-nya.

Balkon kamar? Percuma saja, dia juga tidak akan bisa masuk ke dalam, karena pintu rumah sudah dikunci rapat oleh ibunya. Adit hanya bisa berdoa, agar luka lebam yang didapat sang Kakak tidak parah seperti luka lebam yang ada di tubuhnya. Ia kasihan dengan keadaan kakaknya yang tengah berbadan dua, bisa-bisa janin yang Oliv kadung keguguran karena Tuan Dimas yang sudah sangat murka. Apalagi jika dibantu oleh Nyonya Winda, bisa mati Oliv di tangan kedua orang tuanya itu.

"Semoga Kak Oliv baik-baik saja, tapi kenapa aku memiliki firasat buruk tentang ini ya. Papa dan Mama jika sudah marah, bisa fatal sekali. Ah, Ya Allah lindungi Kak Oliv. Hanya kau lah yang bisa aku harapkan sekarang..." ucap Adit menatap ke arah jendela.

Di gudang,

Tuan Dimas mendorong kasar putrinya hingga tersungkur ke lantai. Oliv memegangi perutnya, karena takut jika perutnya terbentur lantai. Tuan Dimas mendekati Oliv-putri sulungnya dan mencengkeram kuat wajah anak perempuannya, hingga menimbulkan bekas merah dibagian rahang.

"Aborsi janin yang ada di dalam rahim mu itu, atau kau akan menderita!" bentak ayahnya.

"Sampai mati pun, aku tidak akan ada kata menggugurkan janin-ku ini! Dia titipan Tuhan untukku, dia juga tidak bersalah. Aku yang salah, sudah mengizinkan seorang pria menyentuh tubuhku. Ini juga karena Papa, andai Papa dan Mama memberiku kasih sayang layaknya seorang anak. Pasti aku tidak akan seperti ini! Dia membuatku nyaman, dan aku memberikan segalanya pria itu. Aku sekarang sadar di dunia ini tidak ada yang bisa di percaya 100%, semuanya brengsek! Termasuk Papa!" jawab Oliv memegang perutnya.

Plak!

Satu tamparan mendarat di wajah anak perempuannya, sang Ibu hanya diam karena menurutnya perbuatan suaminya memang benar. Ayahnya mengambil kayu dan memukul tubuh anak perempuannya dengan sangat keras. Oliv melindungi perutnya agar tidak terkena pukulan. Tubuh gadis itu mulai melemah, sang Ibu menghentikan suaminya dan mereka keluar dari dalam gudang.

Oliv hanya menatap kepergian kedua orang tuanya dalam keadaan lemah. Ia mencoba untuk berdiri, mencoba kabur dari rumah yang seperti neraka baginya. Namun, tubuhnya tidak begitu kuat untuk berdiri. Ia hanya bisa terkulai lemas di lantai gudang yang begitu dingin sambil memegang perutnya yang masih rata.

"Mama akan terus melindungimu, Nak. Mama pastikan, kau akan bahagia dan Mama akan tulus menyayangi dan mencintaimu, karena kamu adalah anugerah yang diberikan Tuhan untuk bersama, Mama..." ucap nya dengan nada lemas.

***

Di rumah sewa milik Putri, gadis itu asik membersihkan rumahnya. Setelah selesai barulah ia beristirahat sambil meminum obat rutin yang diberikan dokter padanya, setelah selesai cek-up.

"Huh, kapan aku sembuh dari penyakit yang aku derita ini," ucap Putri sambil meletakkan gelas minumnya di meja samping kasur.

Gadis itu berbaring di atas kasur sambil menatap langit kamarnya, yang ia tempel dengan penuh stiker bintang. Ia tersenyum saat mengingat Adit yang tadi sempat mencium bibirnya, untuk pertama kalinya gadis ini merasakan kebahagian seutuhnya. Hanya karena ciuman, dia seperti hidupnya sudah sempurna. Bahkan pikirannya yang sedang kacau selama ini, tiba-tiba kembali lega. Sakit kepalanya pun hilang, saat bertemu dengan Adit. Ia merasa jadi orang yang berguna, setelah bertemu dengan Adit sang pria tampan yang sempat menolongnya itu.

Selama ini, dia harus melawan rasa sakit yang ia derita karena penyakitnya. Harus berjuang seorang diri, tanpa keluarga. Ibu, ayah bahkan saudaranya pergi meninggalkan Putri sendirian, saat mengetahui gadis ini mengidap penyakit. Putri sekarang hanya sebatang kara, tidak mempunyai keluarga yang bisa merawatnya. Namun, saat bertemu dengan Adit ia ingin sekali tetap hidup. Ingin bersama Adit, agar bisa selalu menjaga pria tampan itu dan memberikan semangat untuknya.

Putri harus melawan penyakit yang ia derita selama 2 tahun belakangan ini dan Adit harus bertahan melewati siksaan dari kedua orang tuanya.

"Tapi, apa Adit mau menerimaku yang penyakitan ini? Orang tua kandungku saja, meninggalkan aku setelah mengetahui penyakit yang ku derita.. " gumam Putri.

"Aku akan merahasiakan penyakitku, dan mencoba menyemangati Kak Adit agar tetap semangat dalam melewati masalahnya. Hanya itu yang bisa aku lakukan, sampai aku menutup mataku untuk selamanya," ucap Putri sambil tersenyum kecil.

***

Saat tubuh Oliv merasa enakan, wanita itu berdiri dan menuju kamar Adit. Ia membuka pintu kamar adiknya dan masuk ke kamar sang Adik. Pria itu terkejut saat melihat tubuh kakaknya yang sudah dipenuhi memar yang sudah membiru, Adit membantu Oliv untuk duduk di atas kasur king size miliknya. Ia mengambil kotak P3K dan mengobati luka lebam di wajah dan tangan kakak perempuannya.

"Siapa yang menghamili, Kakak?" tanya Adit.

"Bram,"

"Sialan Bram, sekarang dia dimana? Aku akan membuatnya bertanggung jawab atas apa yang ia perbuat pada, Kakak! Karena pria brengsek itu, Kakak terluka seperti ini..."ucap Adit yang sudah kesal.

"Dia kabur ke Luar Negeri," jawab Oliv menghela napasnya dan meneteskan air mata di pipinya.

Adit memeluk Kakak perempuannya, mencoba menenangkan sang Kakak yang sedang banyak pikiran. Oliv tentunya membalas pelukkan adiknya dan tangisan nya pun pecah dipelukkan Adit.

"Hanya kau yang Kakak punya saat ini, hanya kau juga yang Kakak percaya di dunia ini. Semua manusia di dunia ini brengsek, tidak ada yang mau mengerti Kakak. Semuanya juga tidak bisa dipercaya, termasuk kedua orang tua kita. Pesetan dengan hubungan darah, mereka berdua seperti manusia tak punya hati dan perasaan yang tega melukai anak kandungnya sendiri..." tangis Oliv semakin larut.

"Sabar Kak, pasti kita bisa melewati masalah yang datang pada kita berdua. Aku juga yakin, Papa dan Mama akan menyesal telah menyakiti kita. Jangan kesal ya Kak, mereka dari dulu memang keras dalam hal mendidik kita.." jawab Adit menenangkan Oliv.

Sedangkan kedua orang tua mereka duduk di sofa tanpa merasa bersalah sedikit pun. Mereka begitu bahagia telah memukul anaknya, yang memiliki kesalahan sangat fatal. Mereka pun masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Oliv masih menangis dipelukkan adiknya dan akhirnya tertidur pulas dipelukkan Adit.

Adit pun mengubah posisi sang Kakak, membaringkan Oliv di atas kasur dan menyelimutinya hingga leher. Ia mengecup kening kakaknya dan duduk di sofa yang ada di dalam kamarnya. Ia merebahkan tubuhnya di sofa dan memejamkan matanya untuk beristirahat.

Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, Oliv bangun dan menghampiri adiknya yang tengah tertidur di atas sofa.

"Maaf 'kan Kakak," ucapnya sambil mengusap rambut adiknya.

"Kakak harus pergi dari rumah yang seperti neraka ini. Kakak yakin kau bisa melewati semuanya, Kakak yakin kau bisa sukses dan bebas dari kedua orang tua kita dengan caramu sendiri. Kakak harus pergi agar bisa mempertahankan janin yang ada di rahim, Kakak. Jangan pernah benci dengan kakakmu ini, karena Kakak hanya memiliki mu seorang.." sambung Oliv sambil meneteskan air mata.

"Jaga dirimu, maaf Kakak tidak bisa bersamamu sampai akhir. Kakak tidak bisa berjuang dan menemanimu. Maafkan Kakak, karena akan mengambil jalan sendiri untuk menemukan kebebasan. Jaga kesehatan mu, Kakak yakin kita akan bertemu saat berada diluar..." sambungnya lagi.

Oliv mengambil selimut, kemudian menyelimuti Adit dan keluar dari dalam kamar secara perlahan. Setelah itu ia sedikit berlari agar sampai di depan pintu rumah. Saat sudah sampai di depan, ia menatap rumahnya untuk terakhir kalinya. Kemudian Oliv lari secepat mungkin agar tidak ketahuan oleh kedua orang tuanya. Air matanya pun menetes, berat rasanya meninggalkan adik kesayangannya seorang diri di rumah ini. Tapi, ia juga harus melindungi janinnya, jika terus tinggal di rumah kedua orang tuanya. Oliv tidak yakin, calon anaknya bisa lahir ke dunia.

Tanpa Oliv sadari ternyata Adit sudah menatap kepergiannya dari atas balkon kamarnya.

"Jaga kesehatanmu, berbahagialah..." gumam Adit sambil tersenyum.

Saat sang Kakak menghampirinya, ternyata Adit sudah bangun. Namun, ia memilih untuk tetap memejamkan matanya dan mendengar semua ucapan dari sang Kakak tersayang. Ia sempat meneteskan air mata tanpa sepengetahuan Oliv. Setelah ia melihat Oliv keluar kamarnya. Adit langsung berdiri di dekat balkon kamar, untuk melihat kakaknya terakhirnya.

"Aku akan menyusulmu Kak. Tapi bukan sekarang," sambung Adit.

"Tunggu aku, Kak. Aku akan mencarimu," ucap Adit sambil menutup kembali pintu balkon kamarnya.

.

To Be Continued