webnovel

6. Juli dan Sagara

Halaman 6, Buku Harian Balerina

Juli dan Sagara.

Mereka itu simbiosis yang unik, terkadang seolah-olah saling membutuhkan dan tidak bisa berpisah satu sama lain. Lalu kadangkala juga mereka layaknya kucing dan tikus yang tidak akan pernah bisa akur meskipun dunia hancur sekalipun.

---

"Jul!" Dia memanggilnya untuk yang kesekian kalinya. Mencoba untuk menghentikan langkah kaki milik Juli. "Juli!"

Dia mendengarnya, tetapi lebih baik dia berpura-pura untuk tidak mendengarnya. Pada kenyataannya, dia sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun hari ini, sore ini.

"Juli, tunggu ...." Sagara memberanikan diri untuk meraih pergelangan tangannya dan menghentikan langkah kaki gadis itu.

Sukses, Juli menoleh padanya. Dia sejenak menghentikan langkah kakinya kemudian. Menatap pemuda yang kini menampilkan senyum kuda di atas wajahnya.

"Apa?" Di luar dugaan, Juli menatap ke arahnya dengan malas. Sebenarnya ini bukan kali pertamanya dia memperlakukan pemuda ini dengan cara begitu, Juli tidak terlalu menyukai keberadaan Sagara. Itu sudah jelas dari pertama kali mereka bertemu sampai sekarang, ditambah lagi kabar burung yang beredar bahwa mereka saling mencintai satu sama lain.

Persetanan untuk cinta, begitulah prinsip Juli.

"Kamu mau ke mana?" tanyanya. Dia melepaskan perlahan-lahan genggaman tangannya takut kalau gadis yang ada di depannya itu tidak nyaman. Sebenarnya sejak pertama kali kedatangannya, dia sudah merasa tidak nyaman.

"Kamu memanggil aku hanya untuk bertanya itu?" Juli mengernyitkan dahi. Dia memendam kekesalan di dalam hatinya sekarang. "Satu menit ku akhirnya terbuang sia-sia!" Gadis itu menggerutu sebelum akhirnya kembali melanjutkan langkah kakinya.

Orang-orang di luar sana bilang kalau sebenarnya Juli itu tidak punya pesona apapun. Dia biasa-biasa saja, dia juga tidak terlalu pandai dan dia tidak punya bakat yang menonjol atau fisik cantik seperti sahabatnya, Lyne.

Namun, tidak semua laki-laki di luar sana menyukai tipe seperti itu. Sagara menyukai Juli, tanpa alasan dan tanpa sebab. Rasa itu datang secara tiba-tiba, toh juga siapa yang bisa memprediksikan? Semua rasa cinta yang datang begitu saja.

"Nggak les privat hari ini?" Sagara adalah tipe yang keras, dia kokoh kalau sudah punya tujuannya. Tak peduli mau ditolak atau tidak, pada kenyataannya dia masih setia menunggu Juli tergerak padanya.

"Libur," jawab Juli seadanya. Masih fokus dengan jalanan yang ada di depannya, secara terang-terangan dia sudah memberi sikap dingin pada Sagara, tetapi pemuda ini masih saja keras kepalanya.

"Juni?" Sagara berbicara lagi, sepertinya tidak puas dengan satu pertanyaan saja. "Dia juga libur?"

"Juni keluar dari les privat," jawab Juli. Anehnya dia selalu saja menjawab apapun yang ditanyakan oleh Sagara. Padahal jelas-jelas itu tidak penting sama sekali, dia hanya berbasa-basi. Itulah tujuannya. Toh juga siapa yang peduli soal Juni? Sagara tak akur dengannya.

"Karena lebih memilih tes fisik gratis di lapangan stadion kota?" tanyanya lagi, dia mirip wartawan sekarang.

Sebenarnya tanpa dijawab sekalipun, dia sudah tahu jawabannya. Juni berkata begitu pada Isam, kebetulan sekali dia mendengarnya.

"Kenapa tiba-tiba jadi peduli sama Juni?" Dia meliriknya. Sagara tergolong pemuda tampan, berkat kulit putih susuh itu. Penampilannya rapi dengan kepala plontos yang begitu pantas untuk dirinya. Katanya dia akan kembali mengunduli rambut kalau sudah masuk akademi militer nanti.

"Untuk apa aku peduli?" Sagara terkekeh. Tiba-tiba saja dia menyenggol bahu Juli. "Aku hanya peduli sama kamu, Jul."

Juli menghentikan langkah kaki. Membuat lawannya terkejut, pasalnya tidak ada tanda-tanda bahwa dia akan menghentikan langkah kakinya itu.

"Ada yang salah dari apa yang aku katakan?" Sagara berusaha polos, padahal dia tahu kalau Juli pasti akan mengomel dengan ekspresi wajah begitu.

"Kamu penyebabnya kan?" tanyanya tiba-tiba, menyipitkan mata.

Sagara diam, ekspresi wajahnya mirip maling tertangkap basah.

"Yang bikin Juni dan Isam dihukum sore ini!" Dia memukul pundaknya, cukup keras. Untung saja fisik Sagara mirip baja. Tak terasa jadinya. "Kamu memulai pertengkaran dengan Juni. Isam jadi kena, aku juga kena imbasnya saat Lyne marah-marah!" Wajahnya penuh dengan raut kesal. Ingin memakan hidup-hidup Sagara sekarang.

Dia tertangkap basah pada akhirnya, mau mengelak, jelas-jelas tidak bisa. Juli sudah mengetahui semuanya.

"Aku tidak peduli dengan Juni. Mau dihukum atau sampai dikeluarkan dari sekolah sekalipun, aku hanya peduli dengan Lyne. Dia marah-marah dan itu bisa berpengaruh pada kesehatannya." Gadis itu menghela nafas kemudian. "Kamu benar-benar tidak berpikir sejauh itu," imbuhnya. Kembali berjalan.

Sagara mengikutinya, mengekori langkah kaki Juni. Tujuannya sudah pasti, dia akan naik bus kota untuk sampai ke rumahnya.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu membenci saudara kembar kamu sendiri?" tanyanya, Sagara mendapatkan pandangan tajam setelahnya.

Dia mengangkat tangannya. Seakan mau ditembak dengan peluru yang keluar dari pandangan mata tajam milik Juli. "Aku lupa!" Dia tersenyum kuda. "Kamu nggak mau dibilang saudara kembar Juni," imbuhnya. Menutup kalimat.

Syukurlah, dia tak harus memakinya.

"Aku tahu, akur dengan saudara itu susah. Namun, kasian Juni kadang-kadang, dia sepertinya butuh perhatian dari kamu.

"Aku sudah menyuruhnya cari pacar," sambung Juli tak acuh.

"Dia menyukai Kakak kelas, namanya Angel."

"Aku membencinya," sahut Juli lagi. Ketus. Seakan tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya.

Sagara diam, bungkam. Kemudian gelak tawa muncul darinya. Itu cukup menyita fokus Juli yang pada akhirnya menoleh padanya.

"Ada yang lucu?" Dia menatap Sagara. "Sku tidak sedang melucu, aku serius. Aku tidak menyukai Angel. Dia kakak kelas yang sombong, gayanya sudah mencerminkan dia anak yang tidak baik. Dia nakal!" Juli menghina terus menerus. Sepertinya dia punya dendam tersendiri.

"Dia masuk universitas ternama di Jakarta jurusan ilmu komunikasi," sambung Sagara, memasukkan tangan ke dalam saku celana. "Prestasinya luar biasa. Itu cukup menjamin kalau dia anak baik."

Juli tahu, dia hanya benci tanpa sebab.

"Lagian kamu ini lucu," imbuh Sagara. Menatap Juli. "Kamu membenci Juni, tidak menyukai saudara tirimu sendiri, tetapi pada kenyataannya kamu masih peduli sama dia. Kamu peduli Juni mau dapat perempuan yang seperti apa."

Juli tidak menyahut. Dia hanya menghela nafas panjang. Tidak juga menatap ke arah Sagara.

"Hubungan kalian jauh lebih aneh dari Isam Lyne," katanya. Menutup kalimat.

Juli menjatuhkan pandangan mata, semoga saja hujan tiba-tiba turun. Itu bisa menutup air matanya. Dia ingin menangis, tetapi masih keras kepala untuk tidak terlihat lemah di depan Sagara.

Ada kisah buruk, antara dia dan Juni, saudara kembarnya. Sejak saat itu, Juli tak menyukai Juni, tetapi kalau ditanya sayang atau tidak, faktanya Juni lahir dari satu rahim dengan waktu yang sama dengannya. Sulit untuk benar-benar tidak memperdulikan Juni.

"Kamu akan membencinya sampai kapan?" tanya Sagara lagi. "Juni juga butuh kepastian. Meksipun aku tidak tahu apa alasan kamu begitu menjaga jarak dengan dia, terapi Juni tetaplah Juni, kamu adalah Juli-nya."

Juli menghela nafasnya. "Entahlah, sekarang ini aku hanya ingin membencinya."

... To be continued ...