CLEEKK!
Akhirnya dokter itupun keluar dari ruang operasi. TG8 segera menghampiri dokter yang diketahui bernama Harry.
"Gimana dok keadaan Avan?" tanya Stev sangat cemas. Begitupula dengan sahabat-sahabatnya. Dokter Harry terlihat menghela nafas berat.
"Ada 2 kabar yang harus saya beritahukan ke kalian. Kabar baik dan kabar buruk." ucap dokter itu.
"Oke. Silahkan." kata Stev. Dokter Harry kembali menghela nafas.
"Kabar baiknya, Avan selamat. Ketiga peluru yang melukai tubuh Avan dapat kami keluarkan." kata dokter itu membuat TG8 merasa sangat lega. Mereka akhirnya senang karena Avan selamat dari operasinya.
"Kabar buruknya, Avan mengalami koma. Dan hanya kemungkinan kecil dia akan terbangun dari komanya, tapi kalian berdoa saja semoga Avan bisa bangun dengan cepat" ujar dokter tersebut merasa tak enak, ia pun pergi meninggalkan ruangan itu. Keenam manusia itu terduduk lemas. Kini semuanya menangis dan tak percaya apa yang diucapkan dokter Harry. Semua seperti mimpi. Andai waktu bisa berputar, mungkin mereka tidak akan mengajak Avan untuk bergabung dan tidak akan mengajak anak kelas 5 SD itu untuk ikut dipertempuran hari ini. Menyesal, tentu saja mereka amat sangat menyesal.
"INI SEMUA GARA-GARA LOE. KENAPA LOE AJAK DIA BUAT BERKELAHI? INI SEMUA GARA-GARA LOE..." Teriak Naira menyalahkan Jeffrey. Jeffrey hanya menunduk. Ia tak bisa apa-apa. Ia sama juga seperti yang lain. Dirinya juga terpuruk.
"INI GARA-GARA LOE..."
"Udah Nai, udah. Ini semua takdir, kita jangan salahin siapa-siapa. Karena emang kita semua yang salah." ujar G.B menenangkan Naira.
"Seharusnya gue gak ajak dia. Gue emang salah." ucap Jeffrey tanpa menoleh sama sekali.
"IYA. INI SEMUA SALAH LOE." teriak Naira begitu emosi.
"Kita bakalan bilang apa sama orang tua Avan? Gak mungkin kan kita bilang yang sebenernya?" tanya Naira sambil menghapus air mata. Ia menurunkan nada bicaranya.
"Gue yang akan bicara."
"Loe yang bicara? gue yakin loe mati ditempat."
"Ck, berisik loe semua! Harusnya loe berdoa biar Avan sadar dari komanya. Berantem gak akan ngebuat dia sadar. Please, untuk kali ini aja kalian bersikap dewasa bisa kan?" tegas Stev merasa pusing. Apalagi melihat teman-temannya bertengkar seperti itu. Ingin rasanya waktu diulang kembali. Pasti ia tak akan mengajak Avan untuk bergabung di TG8.
"Disini gue yang salah. Gue yang paksa Avan buat gabung sama kita. Dan Avan yang minta buat ikut pertempuran itu. Gak usah salahin diri kalian sendiri. Gue yang akan bicara sama orang tua dia karena cuma gue yang dekat dengan mereka. Mereka pasti bakalan ngerti." ujar Stev lagi membuat kelima sahabatnya itu terdiam.
Orang tua Avan datang dengan cepat setelah dihubungi oleh Stev. Stev menjelaskan apa yang terjadi kepada anak mereka. Tentu saja ia tak akan memberitaukan hal yang sebenarnya kepada mereka. Bukan berarti mereka ingin menyembunyikan kesalahan mereka, ini semua permintaan Avan yang sempat ia lontarkan sebelum dibawa kerumah sakit. Avan berkata bahwa ia tak ingin orang tuanya tau bahwa dirinya tertembak akibat ikut tawuran. Mungkin Avan takut jika orang tuanya akan menyalahkan teman-temannya akibat kejadian ini. Entahlah, Avan hanya tak ingin melibatkan teman-temannya.
Orang tua mana yang tidak histeris mendengar anaknya mengalami hal seperti ini. Apalagi anak mereka mengalami koma yang kemungkinan kecil bisa bangun kembali. Orang tua Avan menangis mendengar penjelasan Stev.
"Avan, ini mama nak. Bangun, sayang. Mama disini." isak mama Avan sambil menangis. Ia mengusap pelan dahi anak kesayangannya itu.
"Nak. ini papah." gumam papah Avan ikut sedih melihat anaknya terbaring lemah.
"Avan. sadar dong. Kita disini." gumam Jeffrey dalam hatinya. Begitupula dengan The Grazon 8 yang lain.
Stev, Jeffrey, Naira, G.B, Zee dan Alva sangat-sangat terpuruk kali ini. Mereka sama sekali tak bisa melupakan Avan yang kini terbaring lemah dirumah sakit. Dan rasa bersalah mulai mereka rasakan setelah mendengar tangisan orang tua Avan. Jujur saja, mereka ingin mengatakan hal yang sebenarnya terjadi, tapi mereka tak ingin mengecewakan Avan. Demi kebaikan Avan pula mereka terpaksa berbohong. Stev berkata kepada orang tua Avan bahwa Avan tengah dihajar di luar sekolahan. Beberapa preman menghampiri Avan saat ingin pulang sekolah. Mereka ingin merampas uangnya, tapi Avan menolak dan menghajar mereka. Tak lama kemudian beberapa kelompok mendatangi Avan saat dirinya bersama The Grazon 8 sedang bermain. Mereka menghajar Avan habis-habisan dan menembaki Avan. Sedangkan beberapa teman mereka menahan The Grazon 8 agar tidak melindungi Avan. Seperti itulah kronologi yang diceritakan Stev. Kebohongan yang cukup menarik bukan?
-----------
Waktu terus berlalu. Sudah 3 minggu ini Avan belum terbangun dari komanya. Sepertinya ia sedang menikmati tidurnya itu. Hari ini hanya ada Jeffrey dan Stev yang menjaga Avan, sedangkan Naira, Alva, G.B dan Zee tengah sekolah. Tentu saja Jeffrey dan Stev tidak begitu saja bolos sekolah, mereka pasti akan memikirkan alasan agar bisa menjaga Avan dirumah sakit. Dan orang tua Avan tak bisa menjaga Avan setiap hari, mereka harus tetap bekerja bagaimana pun caranya agar dapat membayar perawatan anak mereka.
"Hahaha.. gue menang lagi." ucap Jeffrey senang. Mereka kini sedang bermain papan permainan sembari menunggu sadarnya Avan. Stev sedikit frustasi karena sedari tadi ia selalu kalah.
"Sial. Kalah mulu sih." geram Stev kesal. Jeffrey hanya tertawa melihat ekspresi Stev seperti itu.
"Oh iya bro. Besok gue mau ganti password markas kita. Pakai tanggal lahir Avan" ucap Jeffrey.
"Loe suka sama Avan? segitunya sayang loe sama dia. Sampai-sampai password kita mau loe ganti pakai tanggal lahir dia." ucap Stev tanpa dosa.
"Ck, Gue bukan maho, bodoh. Ya, gue pengen aja pakai tanggal lahirnya."
"Yayaya. Kumpul lagi deh besok."
"Yaps." Mereka kembali memainkan papan permainannya. Stev selalu kalah dan selalu pura-pura menonjok Jeffrey. Mereka kini mencoba untuk mencairkan keadaan dan bersenang-senang walaupun hati mereka sangat cemas dengan keadaan anak kelas 5 SD itu. Mereka selalu berdoa agar Avan segera sadar dan bisa bermain kembali dengan mereka.
bersambung....