webnovel

011. Indahnya Saat Jatuh Cinta

Hari ini adalah hari yang membuat Xavier yang riang senang pergi ke hutan untuk menunggu Ella. Kemarin, saat Xavier sedang mengantarkan Ella pulang. Xavier sempat menanyakan kepada Ella, apakah ia akan datang lagi besok ke hutan lagi di waktu siang? Dan Ella menjawab iya. Mungkin sudah waktunya bagi Xavier untuk menerima benih-benih cinta dari Ella. Ia berlari sangat kencang menembus hawa dingin, ditangan kanannya juga terdapat sebuah keranjang yang berisikan roti juga cokelat panas, yang Xavier buatkan khusus untuk Ella. "Hari ini akan jadi hari yang indah, aku pastikan tidak ada raut wajah murung di wajahmu Ella ...."

Saat Xavier sampai di tempat itu, ia tersenyum dan duduk diatas sebatang pohon. "Cepatlah datang Ella, aku tidak sabar menunggu kehadiranmu." Di rumah, Ella hanya bisa pasrah, lagi-lagi ia melihat semua anggota keluarganya pergi makan mie di luar rumah. "Aku ingin sekali keluar, bagaimana dengan Xavier. Pasti dia sudah menungguku sekarang. Ayolah, aku harus melakukan apa sekarang. Aku takut jika ada orang mengadukan kepada ayah, kalau aku keluar rumah. Apapun bisa terjadi, biarpun isi aduannya tidak seperti apa yang dilihat dan didengar ayahku."

Ella kemudian berlari menuruni tangga, ia mengambil keranjang kecil dan menyiapkan sebuah kotak bekal. Lalu, ia memasukkan ke dalam keranjang. "Apa boleh buat, aku harus menepati janjiku kepada Xavier. Aku tidak ingin membuatnya kecewa." Ia berlari lagi menuju kamar dan mengambil kerudung berwarna biru tua. Orang-orang biasanya tahu bahwa ia ketika keluar memakai kerudung merah, tapi tidak kali ini. "Waktunya pergi Ella, kamu harus cepat. Jangan sampai ketahuan."

Ia membuka pintu belakang, menengok kesana-kemari. Dan berlari menuju hutan, ia berlari sekuat tenaga. Tanpa ia sadari juga, sesosok serigala liar ganas sedang mengawasinya saat Ella menginjakkan kaki ke hutan. Serigala itu berlari mengikuti kemana perginya Ella. Ella pun berhasil sampai dengan selamat. Tampak senyuman hangat terukir di wajah Xavier. "Akhirnya kamu datang juga. Aku pikir kamu tidak akan datang," sambut Xavier yang menepuk-nepuk tempat untuk Ella duduk.

"Ceritanya panjang dan aku tidak bisa berlama-lama disini," kata Ella cepat.

"Oke, tarik nafasmu. Dan duduklah, aku membawakan cokelat panas dan roti untukmu." Ella menurut dan ia juga mengeluarkan sekotak bekal yang makanan di dalamnya memang dibuatkan khusus untuk Xavier. "Ini untukmu, aku tidak tahu kamu suka makan apa. Jadi aku buatkan pangsit daging sayuran, makanlah selagi hangat. Aku baru saja membuat itu, belum lama."

Xavier menerima kotak bekal itu dari Ella. Mereka berdua menikmati makanan masing-masing. Xavier tiba-tiba merasakan kehadiran sosok lain di dalam hutan. "Seperti bau serigala lain." Ella menoleh kearah Xavier, "Hah?"

"Nanti aku saja yang antarkan kamu pulang, tidak baik jika kamu pulang sendirian."

"Tidak apa-apa, aku bisa pulang sendiri."

"Jangan terlalu berbahaya. Apa kamu ingin pulang sekarang?" Pertanyaan itu kembali mengingatkan Ella soal keluarganya yang sedang keluar makan mie. "Astaga, iya aku harus segera kembali sekarang."

"Baiklah, aku akan antarkan kamu."

"Jangan, apa tanggapan orang-orang nanti?"

"Tidak apa-apa, jika ketahuan ayahmu, aku akan menghadapnya."

Sulit dipercaya oleh Ella, ayahnya pernah berpesan untuk tidak terlalu percaya pada perkataan laki-laki. "B-baiklah ...," jawab Ella langsung berkemas. Xavier mengangguk dan berjongkok membelakangi Ella. "Naiklah ke punggungku sekarang."

"Oke." Ella pun naik dan Xavier segera berlari dengan kencang. "Xavier hati-hati, ini terlalu cepat ...."

"Tahan Ella, jalannya memang turunan ini. Tutup matamu sekarang."

"Baiklah." Xavier semakin mempercepat langkah kakinya, hanya memakan waktu beberapa detik. Mereka berdua sudah keluar dari hutan. "Buka matamu sekarang," pinta Xavier.

Ella yang terkejut langsung melompat turun. "Ah! Cepat sekali."

"Hati-hati Ella, cepatlah masuk ke rumahmu," kata Xavier membantunya berdiri.

"Baiklah." Saat Ella sudah memegang gagang pintu. Ia berbalik menghadap Xavier. Sejujurnya ia belum puas untuk pertemuan hari ini, ia ingin sekali menghabiskan waktu dengan Xavier lebih lama lagi. Namun apa boleh buat, resikonya sangat sulit tertebak. Xavier menghampirinya, "Tenanglah, aku akan mengirimkan surat untukmu. Tunggu saja suratku di dekat jendela kamarmu, ketika kamu sudah selesai membalas surat dariku, letakkan saja surat darimu di tempat suratku tergeletak, mengerti?"

"Serius?"

"Tentu saja, dengan begitu kamu tidak akan kesepian. Aku akan berusaha membuat bahagia dibawahi hujan kesedihanmu."

"Terima kasih Xavier." Ella masuk ke dalam rumahnya dan Xavier berjalan perlahan masuk ke dalam hutan. Ia ingin mencari serigala yang sudah mengganggu dirinya. Untungnya belum ada siapa-siapa di dalam rumah. Ella segera membereskan barang-barangnya lalu kembali lagi ke kamar. "Seperti inikah indahnya saat jatuh cinta. Aku harap ayah akan setuju dengan Xavier, jika suatu hari nanti Xavier menghadap ayah."

***

"Keluarlah! Jangan seperti pengecut!" teriak Xavier.

"Ggrrrr ...," geraman serigala liar itu dari belakang Xavier. Dengan cepat, ia memutarkan tubuhnya.

"Ada perlu apa kamu kemari, tempatmu bujan disini. Kembalilah sebelum aku menjadikanmu serigala panggang."

"Aku hanya tertarik kepada aroma dari gadis tadi. Aromanya begitu memikat dan menggoda, pantas saja kamu begitu tergiur dengan dia."

"Diamlah! Dia bukan untukmu, pergilah!"

"Baiklah, aku akan pergi sekarang." Serigala itu hanya mengalah untuk sementara, ia akan datang lagi untuk membawa Ella pergi menjauh dari Xavier. Melihat serigala itu sudah pergi, ia juga kembali ke istananya. "Dasar serigala pengacau, jika kamu datang lagi. Ku pastikan tubuhmu hancur berkeping-keping."

***

"Enak sekali ayah, mie tadi membuatku jadi hangat sekarang. Kapan-kapan kita kesitu lagi ya ayah ...." Ella terdiam mendengar kata-kata yang keluar dari Alana. Dirinya mengaku cemburu juga iri akan perlakuan yang didapatkan Alana dari sang ayah. "Aku ingin sekali dk perlakuan seperti itu. Tapi mengapa mereka semua seolah-olah tidak menganggapku ada disini? Apa ayah masih marah denganku?"

Ella kembali menguatkan hatinya dan menghampiri sang ayah. "Ayah, aku ingin sekali makan mie itu ...."

"Maaf Ella, ayah harus pergi bekerja, lainkali saja ya," kata Ferand yang keluar dari rumah. Ella mengangguk, memendam rasa kecewanya. Alana tertawa terbahak-bahak melihat itu. "Wah-wah, kasihan sekali ya. Seorang anak diperlakukan oleh ayah kandungnya seperti itu. Makanya, pandai-pandai merebut hati ayahmu itu," ejek Alana tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Kenapa kakak bilang begitu?"

"Memangnya kenapa? Kenyataannya memang begini. Sana, pergi sendiri saja beli mie nya. Lagipula, ayahmu itu tidak akan mau menemanimu. Akulah yang pantas berada diposisimu."

"Kakak, jangan bicara begitu ...." Air mata Ella sudah berkumpul di matanya, hanya tinggal menunggu turunnya saja. "Pergilah sana ... Dan ya, kalau bisa pergi saja dari rumah. Adanya kamu di rumah ini hanya dianggap pajangan saja."