"Nggak ... lagi sebel aja aku Kak," sahut Juwita.
"Sebel sama siapa Tak?" tanya Nadia.
"Itu, sama Mbah Putri. Kenapa sih, dia itu dai dulu sama kita nggak pernah sayang kayak mbah-mbah yang lain ya? Padahal kan kita nggak ada salah apa-apa ya? Aneh banget," sahut Juwita.
"Oh ... soal Mbah Putri to? Ya sudahlah, yang sabar aja namanya juga orang tua Dik. Kita sabar aja jadi yang lebih muda. Nggak usahlah dimasukkan ke dalam hati omongan Mbah Putri. Lagian kan kita semua juga sudah pada hafal semuanya kan?" sahut Nadia.
"Iya sih ... tapi kalau kita tetap sebel itu ya wajar kan? Namanya juga kan kita cuma manusia biasa? Kalau diki-dikit disalahin, kan males juga. Cuma masalah beli jajan aja masak dikomentari lagi?" sahut Juwita sambil dengan mulut cemberut.
"Ya ... istighfar! Menjauh aja dulu, biar jangan sampai keluar kata-kata yang nggak mengenakkan. Kita harus banyak belajar sama Ibuk tuh," sahut Nadia.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com