webnovel

Mau Bertaruh?

Salsabila begitu terkejut dengan kehadiran Alexa yang begitu tiba-tiba. Wanita itu kini sekarang berada di kantor Salsabila. Mereka habis makan siang bersama, Salsabila tahu kalau Alexa pasti bosan berada di kantornya sendiri makanya menyambanginya dan menjadi teman makan siang Salsabila hari ini.

"Apa kau dan Alan bertengkar?" tanya perempuan itu dengan tatapan menyelidik.

"Tidak," jawab Salsabila singkat.

Kalau menyangkut kehidupan rumah tangganya dengan Alan, Salsabila tidak pernah menceritakannya kepada siapa pun terlebih lagi pada Alexa. Rasanya tidak etis, Salsabila menceritakan perdebatannya dengan Alan kepada Alexa, yang notabenenya adalah adik dari suaminya tersebut.

Tetapi meskipun begitu, tetap saja Alexa seakan tahu banyak betapa bobroknya kehidupan pernikahannya dengan Alan. Karena beberapa kali memang Salsabila menceritakannya.

"Benarkah?" tanya Alexa dengan nada sedikit keheranan. "Karena akhir-akhir ini dia sedikit cerewet tentang kamu, Salsa. Aku pikir karena dia jadi tertarik padamu atau karena kesal. Kamu tahu 'kan Mas Alan hanya akan bicara mengenai hal yang dia sukai atau sesuatu yang mengusiknya?"

Terdengar menarik. Mau tidak mau Salsabila menatap Alexa dan menyingkirkan berkas di hadapannya. Melihat kelakuan Salsabila, Alexa seketika menyeringai.

Ternyata Salsabila juga kini mulai penasaran dengan Alan. Bagus deh.

"Kamu mau tahu Mas Alan mengatakan apa saja?" goda Alexa dengan senyum menyeringai yang tidak lepas dari bibirnya.

Salsabila sedikit ragu, namun pada akhirnya mengangguk kecil. Rasa penasarannya mengalahkan rasa malunya. Tidak ada salahnya bukan penasaran dengan suami?

Alexa memulai membeberkan kelakuan absurd Alan akhir-akhir ini. "Mas Alan lebih banyak mengomel karena baginya akhir-akhir ini kamu menyebalkan. Katanya kamu sekarang pandai membuat dia kalah berdebat." Alexa terdiam, menatap Salsabila dengan tatapan menyelidik. "Benarkah ini? Heran juga kalau iya. Selama ini kamu bukannya pasif sekali untuk mengeluarkan pendapatmu. Aku sama sekali tidak diberikan kesempatan membelamu. Mas Alan hanya ingin aku mendengarkan kekesalannya," ujar Alexa diikuti oleh tawanya.

"Akhir-akhir ini kami berdua memang sering berdebat, Xa. Hanya saja aku tidak merasa telah memenangkan perdebatan itu. Tetapi kalau yang dimaksud Mas Alan diam, ya … akhir-akhir Mas Alan memang banyak diam dan tidak banyak menanggapi perkataanku."

Alexa meletakkan dua siku di atas meja, kemudian menatap Salsabila dengan tajam. "Memangnya kamu mengatakan apa kepada Mas Alan?"

Salsabila menghela napas dan mulai menceritakan reaksi Mas Alan atas insiden malam di mana Natasha menyerangnya di pesta Pak Dewa dan kemunculan Mas Alan di acara makan siangnya dengan Rangga. Salsabila tidak tahu di mana letak lucunya cerita yang ia paparkan, hanya saja Alexa langsung tergelak saat Salsabila menyudahi ceritanya.

"Sebaiknya kamu meneruskan kebiasaan memberontak kamu, Salsa. Kamu berhasil membangunkan sisi tertantang Mas Alan tentang dirimu," ucap Alexa sembari menghapus air mata di salah satu sisi matanya karena terlalu banyak tertawa.

Salsabila menggeleng. "Aku tidak memberontak, Xa. Aku hanya mulai tidak tahan dengan tindakannya, makanya aku mulai beraksi seperti itu. Selama ini Mas Alan tidak pernah mengusikku, kami punya jalan masing-masing. Tetapi sekarang tiba-tiba dia menjadi semenyebalkan sekarang."

"Hei, Salsa." Alexa kembali menatap Salsabila dengan senyum kecil. "Sepertinya Mas Alan sekarang sudah mulai menganggapmu menarik, deh. Mas Alan sekarang mulai peduli pendapatmu mengenai wanita-wanitanya, terakhir sangat terganggu dengan kehadiran Rangga. Pasti bagi Mas Alan kamu adalah porselen kesayangannya yang harus dijaga mati-matian."

Salsabila memutar bola mata dan lagi-lagi Alexa tertawa kencang. Wanita itu memang sangat hobi menertawakan Salsabila yang hanya mengerucut kesal.

Tetapi meskipun begitu, pertanyaan tentang apakah seorang Alan sudah mulai penasaran dengannya atau hanya pemikiran Alexa saja?

"Aku serius, Salsa. Kurasa Mas Alan mulai memikirkanmu. Tidak ada ruginya kalau kamu mencari tahu isi hatinya dengan menggodanya. Kemungkinan belum sampai bertekuk lutut, tetapi aku yakin Mas Alan Akan mulai mendekat ke arahmu." Alexa bangkit dan merapikan bajunya. "Oh iya, jangan lupa kita akan ada pemotretan di Lembang beberapa minggu lagi. Jangan lupa meminta izin kepada Mas Alan."

Salsabila mengangguk kecil. "Aku tidak perlu izin Mas Alan untuk pergi. Kamu tahu pasti dia tidak apa peduli ke mana aku pergi dan punya urusan apa," timpal Salsabila dengan malas.

Alexa tersenyum penuh arti. "Mau bertaruh?"

Salsabila tertawa pelan. "Aku pasti menang, Xa."

Lagian aneh-aneh saja kalau sampai Alan akan marah dan tidak memberinya izin. Sejak kapan pria itu mulai membatasi pergerakannya. Selama ini pria itu fine-fine saja di mana Salsabila akan pergi, selama tidak melakukan sesuatu yang bisa merugikan seorang Alan ataupun citra dari keluarga Dirgantara. Dan selama ini, Salsabila memang sangat berhati-hati menjaga hal itu. Sehingga meminta izin kepada Alan rasanya cukup menggelikan.

Alexa mengedikkan kedua bahunya, lalu berlalu dengan senyuman manisnya. Alexa memang terlalu menyukai membuat taruhan hanya untuk kalah.

****

Pameran furniture yang setiap tahun salah satu perusahaan Alan adakan akan mulai diadakan beberapa minggu lagi. Sama saja dengan agenda tahun lalu, Alan akan menyiapkan desain-desain terbaik dan meletakkannya di museum perusahaan untuk ditilik para peminatnya selama sebulan. Acara puncak akan diadakan dengan meriah dalam minggu depan, lagi-lagi seperti biasanya. Ini akan menjadi minggu-minggu sibuk bagi Alan.

Di tengah kesibukannya itu, bundanya masih sempat-sempatnya meneror Alan selalu melalui pesan dan telepon. Teror itu bukan mengenai pekerjaan, tetapi mengenai mengajak Salsabila pulang ke Surabaya. Ide ini berawal dari Alan yang berusaha menghindari kemauan bundanya untuk meminta cucu darinya dan Salsabila.

Ya, kejadian yang terjadi beberapa minggu lalu saat orang tua Alan datang ke Jakarta. Saat itu Alan kasihan dengan Salsabila yang kelihatan stress karena permintaan bunda Rena, jadilah Alan bicara dan memberikan pengertian kepada bundanya bahwa tiga tahun ini mereka memang belum siap untuk memiliki anak.

Pada awalnya bundanya itu memang tidak lagi mengungkit hal tersebut. Tetapi akhir-akhir ini, Alan kalang kabut sendiri karena diminta untuk pulang ke Surabaya bersama Salsabila. Alan tahu kalau permintaan bundanya itu untuk pulang ke Surabaya, tidak lain dan tidak bukan karena permintaannya untuk segera mendapatkan cucu darinya.

Hal yang mungkin akan membuat Salsabila akan kepikiran lagi. Tetapi semakin Alan mengabaikan, semakin bersikeras pula bundanya untuk memintanya pulang ke Surabaya. Alan benar-benar dilema akan hal ini.

"Akhir-akhir sangat sibuk, Bunda," ujar Alan membalas perkataan bundanya di seberang sana.

"Tetapi kau harus juga menyempatkan diri untuk mengunjungi kami, Lan. Dan bawa Sasa ke sini, kami sudah merindukan kalian."

Alan tetap berpikir, mencari cara agar bundanya itu bisa sedikit mengerti bahwa ia tidak bisa membawa Salsabila pulang ke Surabaya hanya untuk diminta untuk segera memiliki momongan.

"Hum … baiklah, aku akan membicarakan keadaan Salsa, dan mengatur ulang schedule kami," jawabnya dengan pasrah.