webnovel

WITCH'S LOVE

-Selesai- Sebuah pertemuan yang tidak pernah diduga terjadi, Amara Iris, seorang Penyihir yang terjebak selama ratusan tahun di rawa kematian bertemu dengan Thomas Phyla, Pangeran dari Kerajaan Megalima yang terbuang dari tahta dan dikutuk oleh Penyihir Putih. Iris awalnya hanya memanfaatkan Thomas agar bisa keluar dari rawa kematian, tapi melihat penderitaan Thomas dengan kutukannya, ia bertekad untuk membantu sang Pangeran untuk mematahkan kutukan Penyihir Putih dan mempertahankan laki-laki itu di sisinya sebagai Pasangan jiwa. Karena kutukan Penyihir Putih, Thomas selalu berjalan mendekati kematian, ia sekarat dan berkali-kali hampir mati. Keadaan menjadi kacau dengan kemunculan Morgan Lloyd, manusia serigala yang diyakini telah membantai packnya, laki-laki itu dengan seenaknya menjadikan Iris sebagai pasangan sehidup sematinya, membuat Iris kebingungan. Apa yang akan dilakukan oleh Iris? Akankah ia tetap bersama Thomas sampai akhir dan membantunya mematahkan kutukan dari Penyihir putih atau pergi bersama Morgan sebagai kekasih dari sang serigala? "Selama kita terhubung, kamu adalah milikku!" Iris. "Apa pun yang terjadi aku tidak akan pergi darimu." Thomas. "Kita harus bersama, kau adalah pasanganku, jangan melirik laki-laki lain!" Morgan. Pilihan manakah yang akan Iris pilih? Petualangan penuh pengorbanan, kehangatan, keromantisan dan pertumpahan darah segera dimulai! Ig : Winart12

Winart12 · Fantasia
Classificações insuficientes
517 Chs

Milikku adalah Milikku

"Apa maksudmu?" tanya Rilie balik, ia memegang bahunya yang mulai terasa sakit, mencoba menghindari namun ia masih tidak berani.

"Satu manusia yang terkena kutukan penyihir putih dan satu manusia serigala, ada dimana mereka?"

"Aku tidak tahu, tidak ada yang seperti itu masuk ke desa ini." Rilie mengangkat bahunya, ia menatap Iris dengan wajahnya yang menyedihkan.

Rilie berkata dengan jujur, setiap orang yang masuk ke desa ini akan langsung ia ketahui tanpa terkecuali, entah melalui gerbang depan atau gerbang belakang, atau yang memanjat tembok sekalipun, ia sangat yakin tidak ada orang seperti itu masuk ke desanya.

"Aku tidak berbohong." Rilie mengepalkan tangannya di depan dadanya, ia kemudian menunjuk bunga matahari yang sudah dirusak oleh Alita.

"Semuanya kusimpan di sana, aku bahkan belum memakannya!"

Sarah mendengus, ia melangkah dan memeriksa Gail, ia menghela napas lega ketika mendapati laki-laki itu baik-baik saja.

"Kau kehilangan mereka?" tanya Sarah pada Iris. Ada senyum mengejek di wajahnya.

Iris dan Alita saling tatap, berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikiran dua orang itu, kalau Morgan dan Thomas tidak masuk ke desa ini, kemana mereka? Apa yang telah terjadi sebenarnya?

Iris menghela napas, ia melirik Sarah yang duduk di reruntuhan bunga raksasa, ia menarik jubah dan menutupi Gail.

"Kembalikan kesadaran para manusia itu," ucap Iris. Rilie menggembungkan pipinya, ia masih senang melihat para manusia itu saling berbagi kebahagiaan dan menaburkan bunga di seluruh desa yang ia cap sebagai miliknya.

"Yah … itu perlu waktu sampai hujan turun, manteraku akan hilang dengan sendirinya." Rilie menautkan kedua tangannya dengan gugup ketika Sarah terus menerus menatapnya.

"Untuk apa Ratu menyuruhmu melakukan ini semua? Aku perlu penjelasan atas semua ini." Sarah mengibaskan rambutnya yang ikal itu.

Iris ikut duduk di seberang Sarah bersama dengan Alita, sang peri bunga menjadi semakin gugup ditatap oleh dua penyihir agung, ia merasa tubuhnya seolah ditelanjangi.

"Ada kabar burung tentang pemberontakan yang dilakukan oleh para manusia, Ratu menyuruh kami mencari siapa penyebar kabar burung itu."

"Pemberontakan pada Ratu Valerie?" tanya Alita dengan suara yang sedikit bersemangat.

Rilie mengangguk pelan. "Kalian tahu sendiri kerajaan kita dipimpin oleh manusia selama beberapa waktu, mereka adalah ras paling lemah dan perlu perlindungan. Meninggalnya Ratu Dwizella dan hilangnya Pangeran Thomas membuat banyak keresahan."

Iris diam, ia mulai mengerti.

"Manusia memang paling lemah, tapi jumlah mereka yang terbanyak dari semua populasi di Kerajaan Megalima, jika mereka semua bersatu, bukan tidak mungkin akan terjadi pemberontakan yang sangat merugikan."

Sarah mendesah pelan, ia tidak terlalu suka mendengar hal-hal yang berbau kerajaan sejak dulu, apalagi sekarang Ratu yang memimpinnya.

"Aku hanya mengendalikan mereka sampai kabar burung itu mereda, itu saja." Rilie menganggukkan kepalanya, seolah sedang membenarkan dirinya sendiri.

"Aku mengerti."

Angin berhembus, aroma harus semerbak memenuhi indera penciuman mereka, Iris memejamkan matanya sesaat.

"Iris, kalau mereka tidak ada di sini, mungkinkah sesuatu telah terjadi?" Alita menoleh ke arah Iris, sang penyihir mengerutkan keningnya.

"Selain kau, Orc yang menjaga gerbang, apakah ada ras lain di sekitar sini?"

Peri bunga itu terlihat berpikir sebentar, ia kemudian memiringkan kepalanya. "Ada serigala putih diluar, tapi mereka hanya datang sesekali."

"Serigala putih?"

Iris dan Alita saling pandang, ada perasaan khawatir menyergap hatinya.

"Serigala putih, itu terdengar seperti seorang Luna." Sarah menyipitkan matanya ke arah Iris yang duduk dengan tegak. "Apakah aku saja yang menebak jika itu adalah Luna dari milikmu?"

"Luna? Morgan?" Alita mengerutkan keningnya tidak mengerti, ia melirik Iris yang berusaha menahan emosi yang bergejolak di dadanya. Setahu Alita, Iris adalah Luna dari Morgan.

Apakah ada sesuatu yang tidak ia ketahui di sini? Gadis vampir itu kebingungan.

"Itu tidak mungkin," ucap Iris dengan suara pelan namun penuh tekanan. "Milikku adalah milikku. Tidak ada yang bisa memilikinya meski itu adalah Lunanya."

Semua orang menatap Iris, mereka langsung bungkam, entah kenapa setelah berkata itu, udara di sekitar mereka menjadi lebih panas daripada sebelumnya, Alita bahkan berani bersumpah ia bisa melihat kilatan api di mata penyihir merah itu.

"Iris."

"Tunjukkan padaku di mana serigala putih itu berada," kata Iris sambil berdiri, ia menarik tangan Rilie, sang peri bunga hanya menghela napas panjang dan mau tak mau menganggukkan kepalanya.

Sarah tersenyum, entah kenapa ia suka melihat ekspresi marah musuh bebuyutannya itu, ia mengeluarkan binatang peliharaannya yang berbentuk rakun itu duduk di samping Gail yang masih belum sadar.

"Aku akan membantumu," ujar Sarah sambil menepuk bahu Iris, ia memamerkan deretan giginya. "Aku juga masih ingin melihat orang yang melukaiku dengan perak itu."

Iris menepis tangan Sarah di bahunya, ia kemudian mendorong peri bunga agar berjalan di depan mereka. "Cepat, tunjukkan jalan kami ke serigala putih itu."

Rilie menghela napas berat, jika dua penyihir itu bersama apa yang bisa ia lakukan selain menuruti keinginan mereka? Sang peri bunga mengangguk lemah dan mulai melangkahkan kakinya menuju salah satu sudut desa, ada sebuah tangga dari bata yang disusun sedemikian rupa untuk keluar dan tembok itu sedikit tebal dari yang lainnya.

Rilie menaikinya diikuti oleh Iris serta yang lainnya, ketika mereka berada di atas tembok. Pandangan hutan lebat yang hijau segera menyambut mereka.

"Tidak jauh dari sini ada telaga." Rilie menunjuk ke suatu tempat, tapi Iris tidak bisa melihatnya karena semuanya dipenuhi dengan pohon-pohon berwarna hijau. "Serigala itu biasanya kemari saat dini hari di bulan purnama."

"Tapi bulan purnama sudah lewat beberapa hari yang lalu." Alita tiba-tiba bercelutuk di belakang Iris.

Peri bunga menganggukkan kepalanya. "Ya, hanya itu yang aku tahu."

"Apa kita harus menjelajah hutan untuk menemukannya?" tanya Alita dengan khawatir, ia masih tidak yakin Morgan dan Thomas menghilang karena serigala putih itu, bisa saja mereka berdua di serang ras lain atau prajurit kerajaan yang melintas di sekitar desa ini.

Iris bersiul, Litzy datang melayang dengan wujudnya yang berbentuk gagak, peliharaan itu mengerti dan ia langsung terbang mencari keberadaan Morgan dan Thomas.

"Ayo, kita juga harus mencarinya ." Iris menarik peri bunga dan mereka melompat turun, disusul dengan Alita dan Sarah.

Pohon yang tinggi menjulang dan tajuknya lebar sehingga saling menutupi satu sama lain, sehingga menyebabkan suasana menjadi gelap dan tanah yang ada di bawahnya terasa lebih lembab dan dingin.

Semakin mereka berjalan ke dalam hutan, semakin perasaan sang penyihir itu menjadi semakin buruk, ia merasakan sesuatu telah terjadi pada Morgan atau Thomas.

Iris menarik napas, semoga saja itu hanya firasatnya.