webnovel

Chapter 2 : Reparation and Result

Kondisi Arya yang mengharuskan ia melakukan pemeriksaan dan sedikit reparasi pada otot kakinya berlangsung selama lebih dari dua jam. Itu benar-benar pukulan telak bagi tim dan juga orang tuanya yang sepertinya sudah mendukung dia.

"Semoga aja dia gak kenapa-napa deh..."

Tiba-tiba lampu di ruang perawatan dimatikan, tanda mereka akan menyelesaikan semua perawatan dan pengecekan, dokter berangsur keluar dan mencoba untuk memberi tahu mereka semua tentang apa yang akan terjadi berikutnya.

"Untuk orang tua pasien, bisa kita berbicara sebentar?" panggil Dokter kepada salah satu orang tua yang mencoba untuk berbicara kepada mereka.

Dokter dan orang tua masuk ke dalam ruang perawatan dan memberikan informasi tentang apa yang telah terjadi pada anaknya.

"Melihat cedera dan otot kakinya yang robek, mungkin dia perlu penyembuhan sekiranya lebih enam bulan, disarankan tidak boleh melakukan olahraga yang berat, apalagi bermain sepak bola."

"T-Tapi, adik saya akan bermain di tingkat provinsi!" salah satu suara yang berasal dari luar ruangan, kakaknya Arya, Rayyes yang tiba-tiba msauk ke dalam ruangan.

"Segala tindakan yang berhubungan dengan gerak kaki secara bebas dan beresiko tidak akan diizinkan daripada semuanya akan menjadi lebih buruk ke depannya."

Mendengar itu, kakaknya yang turut menjadi pemain sepak bola suatu perusahaan industri logistik di Jakarta itu hanya bisa merutuki perbuatannya dan sang ibu hanya menangis, mengingat anaknya itu selalu terlihat lebih sehat saat bermain sepak bola. Kakaknya yakin pasti ketika adiknya mendengar ini dia akan terpukul dan menyalahi dirinya sendiri.

******

"Gimana, kak?" tanya Sefa, teman dekat sekaligus teman paling baik dari Arya yang sepertinya khawatir dengan kondisinya.

Tim sepak bola itu turut mendekat kepada Rayyes, mereka semua ingin mengetahui kondisi terkini dari Arya, karena sangat berpengaruh terhadap permainan Arya ke depannya jika ia tidak dapat melakukan apapun nantinya.

"Sepertinya ia tidak akan bermain bola sampai lulus, itu yang dikatakan dokter, jujur dia kayaknya pengen banget bisa ada di lapangan, tapi katanya lukanya cukup berpengaruh kalau dia bermain yang begitu berat."

Semua teman-teman mereka langsung kaget, Sefa lah yang paling terkejut mendengar berita itu, berarti dia tidak akan bisa melihat permainan temannya itu. Bisa dikatakan bahwa memang motivasinya bermain sepak bola dari Arya, dia yang dari dulu suka mengajak ke tournament kecil-kecilan itu membuat dia semangat dan sekarang adalah puncak kebahagiaan itu.

"Pemenang bukan harus menang, tapi dia adalah orang yang mengerti bagaimana ia bertindak dengan sikap seorang yang menang."

Arya yang masih tak sadarkan diri itu, kemudian tersadar dan ia melihat sekelilingnya dan ia mulai merasakan rasa sakit kakinya yang begitu perih, mungkin ototnya belum pulih sepenuhnya, tapi dia ingin sekali bergerak dan berdiri menemui orang-orang yang mereka inginkan.

"Itu, Arya udah sadar, sebaiknya hentikan pembicaraan ini, karena gue gamau Arya denger dan bikin dia makin terpukul, btw dia orangnya cepet depresian dan tempramen, makannya klo main bola dalam keadaan kek gitu rawan kena pelanggaran."

Mereka menghentikan pembicaraan setelah Rayyes menyuruhnya untuk berhenti berbicara dan kemudian menyuruh mereka bersikap seolah tidak ada yang terjadi dengannya.

"Aryaa baguslah kau sudah siluman," kata Sefa yang mencoba untuk melakukan jokes kecil untuk memastikan dia tetap tersenyum.

"Ahh lu, udah tau gue lagi gini, kenapa gue di rumah sakit, btw?"

Satu ruangan hening setelah menanyakan hal tersebut kepada Sefa, mereka sepertinya kebingungan untuk menghentikan pertanyaan seperti ini. Akan tetapi, yang jelas dia akan menjawabnya ketika dia merasa sudah dalam posisi yang baik.

"Gue kasih tau lu, tapi janji lu jangan macem-macem!" ujar Rayyes yang sepertinya sedikit khawatir dengan apa yang ingin ia katakan.

"Buruan lu ngomong, jangan bertele-tele."

"Lu gak bisa main bola lagi, setidaknya 8 bulan setelah kejadian ini, maaf kalau ini berat buat lu, apalagi lu menang ke provinsi. Tapi, setidaknya lu sudah berusaha di setengah babak kemarin."

Arya diam, tubuhnya bergetar, rasa takutnya semakin memuncak, dia mulai menahan rasa sakitnya dalam artian dia tidak terima dengan apa yang terjadi.

"GAKKK!! LU TUKANG BOHONG, PERGI LU BANGSATT!!!" dia tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh kakaknya sambil mengeluarkan air matanya yang berharga, mimpinya untuk bermain di provinsi harus terkubur dalam-dalam.

Inilah awal permulaan dimana Arya tidak dapat menerima dirinya lagi, sebagai orang yang bisa bergerak bebas. Hingga memastikan dirinya baik-baik saja, ia akan pergi tanpa sepengetahuan mereka dan itu dia lakukan sampai waktu tertentu.

*****

"Gue ngerasa kasian sama Arya, padahal dia termasuk striker yang berbakat, bisa dibilang dia pemain yang sedikit arogan, tapi perbuatannya menghasilkan gol. Sayang banget kalau dia gak bisa datang liat laga ini."

Arya yang sepertinya merasa bahwa dia tidak punya otorisasi bagi tim lagi, menghindari mereka semua dan menyamar ke lapangan bola dengan pakaiannya berupa jaket hitam, masker hitam, celana hitam dan topi hitam, dia bisa menghindari para penjaga stadion dengan mudah. Jadi, ia pikir ia akan aman tanpa diketahui oleh identitasnya.

"Gue merasa bahwa Arya ada di sekitar sini, tapi dia tidak ada di bangku cadangan, dia sepertinya putus asa melihat usahanya sia-sia."

"Sebaiknya kita berikan performa terbaik kita, agar dia bisa melihat kita di Nasional, gue berharap banget biar kita bisa tetap satu hati, bahkan menjelang kelulusan kita."

Pertandingan selanjutnya adalah pertandingan SMP Kirya dan SMP Inftanis, ini adalah duel yang seru, karena pemain senior kelas tiga dari SMP Inftanis adalah calon rekruter U-15 di Tim Nasional yang akan bermain pada laga luar negeri. Sepertinya, ini adalah pertarungan yang cukup panas bagi kedua sekolah tersebut.

"Haloo!! Apakah ada orang yang ingin duduk disini?" tanya pria berjas rapih dan membawa selebaran poster yang mendukung SMP Kirya.

"Ooohhh, anooo, tidak ada, silahkan saja duduk..."

"Baik, makasih ya!"

Pertandingan babak pertama dimulai, suasana supporter yang condong mendukung Inftanis sebagai blok Pusat mulai mendominasi pertandingan, tekanan ini begitu terasa berat ketika salah satu pertarungan tim senior kelas tiga itu mulai menggiring bola menuju gawang.

Mereka yang kekurangan strategi dan taktik lengkap untuk melawan musuh benar-benar diserang habis-habisan. Teknik bertahan mereka sama sekali tidak mempan untuk melakukan perlawanan, bahkan untuk mengambil assist saja malah kebobolan.

"Siall!! Kenapa mereka bermain buruk seperti itu? Tidak seperti Kirya yang kukenal," kata pria berjas hitam itu mulai mengkritisi jalannya pertandingan.

"Bapak bisa gak untuk gak terus ngoceh terus, nikmati saja pertandingannya dan jaga omongan bapak! Kirya tidak seburuk itu, mereka hanya kurang prima."

"Liat dong! Buktinya mereka bermain aja kayak bingung gitu, itu main bola apa main petak umpet."

Emosi Arya langsung memuncak dan memarahi orang tersebut dengan kata-kata kasar, setelah itu orang tua itu diam dan menyumpahi anak itu. Namun, langsung dilerai oleh orang yang ada di belakangnya.

"LU GAK USAH IKUT CAMPUR URUSAN GUE YA!!" teriak Arya yang nyolot dengan ucapan orang yang ia maksud.

Keributan terjadi disana dan mereka membawa masalah ini keluar wilayah stadion dan mulai saling baku hantam. Rasanya benar-benar menggeramkan ketika melihat ini semua terjadi. Dia ingin sekali menghilang dari dunia ini. Hatinya benar-benar hancur. Dia berjanji bahwa ini terakhir kalinya ia melihat pertandingan bola dan latihan bola bersama teman-temannya. Benar! terakhir dan tidak akan pernah lagi.

******

Lama setelah kejadian itu, dia melewati belajar seperti biasa untuk Ujian Nasional dan Kelulusan SMP dia. Sefa yang merupakan teman baiknya ikut membantunya belajar, dia berdua memang teman satu les dan satu nasib, sehingga apa yang terjadi pada Arya dan Sefa itu sudah menjadi ikatan batin antara satu sama lain.

"Lu mau masuk SMA mana, Ar?" tanya Sefa yang sepertnya mulai menanyakan hal yang penting seperti ini, kepada temannya.

"Gue pengen SMA yang gak ada sepak bolanya, dan gue bisa belajar buat ngejar universitas yang gue inginkan."

"Berarti lu bakal ke SMA A dong?"

"Mungkin, kalau lu mau ikut, lu yakin bakal beneran lepasin titel sepak bola lu?"

"Gue rasa pertemanan kita akan terbuang gitu saja, jika aku fokus dengan hal itu, aku tau kau masih sakit hati dengan rasa cedera itu, lalu kau sempat ribut dengan salah satu fans kita karena tidak suka dengan komentar yang dilontarkan tersebut. Benar, kan?"

"Lu tau dari mana?" Arya yang mulai tegang, karena ia ingin melupakan segalanya tentang olahraga. "Gue tau dari beberapa orang yang mendekati yang jaga stadion, pas kita udah selesai dan kalah itu ada yang bilang baru aja terjadi keributan, terus katanya oknum berjaket dan dia kabur."

Arya benar-benar merasa bersalah karena ia sepertinya menakuti dirinya yang bersikap seperti orang berandal tak tau diri, maka dari itu dia meminta maaf kepada Sefa atas emosi yang tidak bisa ia kontrol.

"Gapapa, gue pikir lu harus banyak belajar dari masalah yang terjadi, gue tau nilai akademik lu bagus, itu lu lakuin biar lu gak masuk dunia sepak bola lagi, tapi kalau kau bersedia kembali ke sepak bola, aku akan menyambutnya kemudian."

"Makasih banget yaa, lu selalu jadiin gue sebagai motivasi, padahal diri gue aja belum jadi sempurna karena hal ini."

"Gapapa, dewasa itu bukan tentang umur, tapi tentang sikap, so jalani hidupmu dari pengalaman dan ambil untuk dipelajari dan dievaluasi."

"Gue bakal masuk SMA A, dan emang gak ada ekskur sepak bolanya, jadi aku pikir aku bisa tenang selama tiga tahun ke depan untuk mengejar universitas impian."

Sefa menggangguk setuju. Sebagai pemain nomor tujuh dan sebelas tim SMP Kirya, yang sekarang menjadi mantan dan alumni dari tim tersebut. Mereka tengah bersiap dari masa istirahat untuk menjemput piala nasional di masa depan untuk menjadi sepak bola mereka, beserta dengan hambatannya.

Cekrek, Cekrek, Cheese!!

"Foto berhasil ditangkap dan ini momen mereka."