Raiden Ei berusaha berdiri setelah dihantam berkali-kali oleh Arlecchino, tenaganya sudah terkuras habis karena mengalahkan Sandrone juga efek samping dari kalimat sakral yang mengaktifkan kekuatan bawah sadarnya.
Sebagai sesama anggota pasukan militer, Ei dan Arlecchino pernah berada di nahkoda yang sama, karena itulah Arlecchino semakin dekat dengan Capitano (Varka). Raiden Ei mengundurkan diri dari pekerjaannya karena ingin fokus menjadi ibu rumah tangga setelah pernikahannya dengan Zhongli berjalan lancar, Ei dan Zhongli sama-sama menyembunyikan identitasnya satu sama lain, Zhongli hanya mengetahui istrinya bekerja sebagai pegawai sipil dan Ei hanya tahu Zhongli adalah seorang pebisnis. Meskipun Zhongli tidak tahu, namun Ei menyadari sebagian besar sisi lain yang tak diceritakan oleh sang suami semenjak Ei melihat foto siluet La Signora yang tercecer saat Ei membereskan barang bawaan Zhongli.
Komplotan Fatui Muda mulai mengurungkan niatnya untuk membantu Arlecchino diam-diam setelah mengetahui identitas Raiden Ei yang sebenarnya. Selama masa doktrin mereka, nama Raiden Ei atau Raiden Shogun berulang kali diucapkan oleh Arlecchino karena ia benar-benar menghormati sosok Raiden Ei sejak awal. Arlecchino kini berada di posisi yang menguntungkan karena Ei sedang tidak dalam kondisi prima setelah bertarung dengan Sandrone.
"Aku baru sadar, ternyata kau habis keguguran," ledek Arlecchino berdiri menginjak tubuh ringkih Raiden Ei.
"Katarina! Ambilkan pistolku!" seru Arlecchino kepada Karatina yang berada jauh di belakangnya.
Katarina bergegas masuk ke dalam rumah Harbingers untuk mengambil senjata Arlecchino, perempuan bersurai putih itu masih dengan senyum tipisnya karena ia tak terbiasa memberikan energi positif kepada siapa pun.
"Kenapa..."
"Kenapa kau menculik adikku Kunikuzushi?" ujar Raiden Ei terbata-bata.
"Entahlah, aku hanya ingin salah satu darah daging Euthymia berada di Harbingers," jawab Arlecchino menoleh ke belakang, menunggu sosok Katarina yang sedang mengambil senjatanya.
"Ke mana anak itu?"
Arlecchino melepaskan pijakannya dari tubuh Raiden Ei lalu berjalan ke arah rumahnya, mata Arlecchino terbelalak ketika tubuh Signora tak lagi menempel di jendela, hanya noda darahnya saja yang ia temui saat ini.
"Viktor, cepat susul Katarina—"
DOR! Suara tembakan terdengar berulang kali dari dalam, seluruh pelayan keluarga Harbingers lari tunggang langgang menjauh dari tempat kejadian. Para Fatui Muda satu persatu masuk ke dalam rumah Harbingers namun meneriakkan hal yang sama, yakni kesakitan.
Dari berbagai sisi, suara sirine dan mobil-mobil berlambangkan Inazuma mengelilingi area rumah Harbingers. Raiden Ei langsung dibopong oleh pasukan medis karena sudah tak sadarkan diri lagi, Yae Miko menyusul sepupunya ke dalam ambulan setelah memimpin perjalanan mereka menuju Snezhnaya, namun sosok misterius yang membantai kawanan Fatui Muda itu masih tak diketahui identitasnya.
"Ei! Bertahanlah!" ucap Yae Miko terisak.
Raiden Ei membuka matanya perlahan, darah yang mengalir di bagian bawah perempuan itu masih dibersihkan oleh petugas medis. Ia hanya tersenyum saat alat bantu pernafasan diletakkan di mulutnya, Yae Miko menggenggam kedua tangan Ei sambil berdoa untuk keselamatan keluarganya. Mobil ambulan itu terus melaju menjauh dari area Snezhnaya menuju Fontaine, tempat terdekat untuk menemukan rumah sakit karena seluruh wilayah Snezhnaya dimiliki oleh Harbingers.
"Siapa...yang mengalahkan Arlecchino?" tanya Ei pelan.
"Tidak usah pedulikan itu! Yang penting keselamatan kamu, Ei!"
Raiden Ei menggelengkan kepalanya, "Aku harus tahu, Yae."
"Itu Kuni, kan?"
Yae Miko tersentak ketika mendengar nama Kunikuzushi, ia mengelus punggung tangan Raiden Ei agar bisa menenangkannya sedikit.
"Kuni sudah tidak ada, Ei. Berita itu berita palsu!"
Raiden Ei masih bersikeras membantah perkataan Yae Miko, dari lubuk hati yang paling dalam, ia tahu adiknya tidak akan semudah itu untuk mati. Namun kesadarannya perlahan menghilang saat obat penenang yang disalurkan melalui selang infus masuk ke dalam tubuhnya dengan cepat.
Saat petugas kepolisian Inazuma menyelidiki rumah Harbingers, mereka tidak mendapati satu orang pun yang masih hidup di dalamnya. Arlecchino sudah ditangkap setelah ditembak oleh pistol dengan kejutan listrik hingga tak sadarkan diri, sesampainya mereka di atas hanya ada La Signora yang sudah tergeletak tak bernyawa di atas kasur yang kini sudah penuh oleh darah.
"Siapa yang berhasil mengalahkan mereka semua?" tanya salah satu anggota detektif Inazuma.
Petugas lain masih sibuk menganalisa bekas luka dan bercak darah yang membentuk kaki namun berhenti sampai di bagian belakang rumah Harbingers.
"Tidak ada siapa-siapa di sini, jejak kakinya sudah tertutupi oleh salju tebal Snezhnaya,"
Kemenangan Raiden Ei terbilang unik karena ia tak harus mengalahkan Arlecchino secara langsung, namun kejadian di balik penangkapan Arlecchino masih dipenuhi oleh misteri tentang siapa yang memberitahu keberadaan Raiden Ei di Snezhnaya.
***
Berita penangkapan Arlecchino sebagai salah satu penjahat kelas kakap sudah menyebar ke mana-mana, warga Teyvat mulai bersatu menuju gedung pemerintah untuk meminta kepolisian bahkan pemimpin negeri ini untuk meminta pertanggungjawabannya atas kasus Harbingers.
Hiruk pikuk warga Teyvat mulai memenuhi area istana negara, banyak yang melayangkan protes karena pemerintah dinilai tidak becus mengatasi peristiwa mengerikan selama satu bulan terakhir. Kematian Dokter Dottore pun menjadi penguat alasan ketakutan warga mengingat Dottore adalah salah satu figur terbaik di dunia kedokteran (setidaknya itu yang diketahui oleh warga Teyvat).
Pierro tiba di istana negara bersamaan dengan Capitano, mereka tak saling sapa karena dendam Pierro kepada Capitano masih mengakar sejak lama. Capitano dan Arlecchino memiliki visi yang sama, yakni mengembangkan dunia gelap Harbingers untuk keuntungan keluarga, sementara Pierro sebenarnya hanya ingin memiliki keluarga yang harmonis namun semua sifat buruknya dan sang istri menurun kepada anak-anaknya, serta kejahatan di masa lalunya yang belum bisa terselesaikan hingga sekarang.
Sesampainya di dalam, mereka menemui orang nomor satu di Teyvat, Tsaritsa. Tsaritsa adalah pemimpin dari tujuh wilayah Teyvat yang saling berdampingan, pengaruhnya cukup besar didapat dari Keluarga Harbingers karena selalu setia mendukung sepak terjang Tsaritsa di dunia pemerintahan. Perempuan bersurai biru muda itu sesekali menatap Pierro dan Capitano bergantian lalu tersenyum tipis seolah paham akan sesuatu.
"Kalian ke sini untuk membungkam, atau membantu saya?" tanya Tsaritsa dengan tatapan yang tajam.
"Tentu kami akan membantu, sudah banyak anggota keluarga saya yang mati karena kejadian ini," jawab Pierro sembari menundukkan kepalanya.
Tsaritsa beranjak dari kursinya, kemudian berjalan hingga berada tepat beberapa langkah di depan Pierro dan Capitano. Tsaritsa mengambil sebilah pisau yang ia minta dari bawahannya lalu menancapkan benda itu di antara Pierro dan Capitano.
"Tugas kalian saja tidak selesai, saya hanya meminta kalian untuk membunuh Zhongli tetapi satu persatu dari kalian justru mati dibuatnya—"
"Atau komplotannya,"
Capitano masih berdiri tegak dan pandangannya lurus ke depan, tak sedikit pun ia menunjukkan rasa hormatnya kepada Tsaritsa saat ini, pria bertubuh besar itu benar-benar kokoh sekarang. Berbeda dengan Pierro, tubuhnya sudah terlihat bergetar saat melihat pedang yang menancap di antara mereka.
"Sandrone, Pantalone, Childe, dan Dottore sudah mati karena kebodohan dan keteledoran mereka sendiri. Apa kalian mau bernasib sama seperti anak-anak kalian?"
Pierro menggeleng, sementara Capitano masih bersikukuh menegakkan kepalanya.
"Yang Mulia, apa tugas kami selanjutnya?" tanya Capitano serius.
Tsaritsa berbalik arah lalu menjauh dari mereka, ia kembali duduk di meja orang nomor satu di Teyvat itu lalu menghela nafas beberapa kali. Ada perasaan janggal ketika melihat kedua orang terpercayanya dengan dua kondisi yang berbeda saat ini, Tsaritsa belum pernah melihat Pierro ketakutan seperti sekarang.
"Salah satu di antara kalian harus keluar dari sini untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat," ujar Tsaritsa.
"Baik, Yang Mulia." jawab Pierro kemudian berbalik arah dengan cepat tanpa memedulikan Capitano di sampingnya.
'Bodoh.'
Capitano mengambil pedang yang tertancap itu lalu mengayungkannya ke arah Pierro. Pedang itu melukai bagian punggungnya hingga Pierro terjatuh, Capitano kembali mengangkat pedangnya ke atas lalu mengarahkannya kepada Pierro.
"Beliau bilang salah satu di antara kita, Pierro."
Pierro berhasil menghindari serangan lanjutan Capitano, namun pergerakannya sudah mulai terbatas karena ia harus menahan rasa sakit akibat luka di punggungnya. Capitano terus menyerang Pierro tanpa aba-aba, si surai putih itu pun tak bisa berbuat banyak selain menghindar dari semua serangan yang masuk kepadanya.
Dari luar ruangan, Columbina berdiri di depan pintu petinggi Teyvat. Orang yang ditunggu telah tiba, Zhongli berjalan ke arah Columbina perlahan, perempuan bersurai hitam itu tersenyum lalu membuka jas miliknya kemudian melemparnya sembarangan.
"Kau datang di saat yang tidak tepat," ucap Columbina lirih, saat ia mengepalkan tangan, urat-urat di sekitar lengan mulusnya itu menonjol dengan jelas.
"Hati-hati saat berbicara dengan orang yang belum tentu kamu kenal," jawab Zhongli tersenyum.
Columbina berlari ke arah Zhongli, ia melayangkan pukulan itu namun berhasil dihindari oleh Zhongli, suara angin yang beriringan dengan pukulan Columbina sedikit membuat Zhongli gentar. Ia belum pernah berhadapan dengan permaisuri Harbingers tersebut, dan ternyata Columbina bukanlah orang yang bisa dianggap remeh.
"Kau ke sini untuk menghancurkan keluargaku, bukan?!" sentak Columbina, sklera perempuan itu melebar hingga irisnya hampir memenuhi sklera mata Columbina.
Suara teriakan seseorang terdengar dari dalam, perhatian Columbina teralihkan setelah mendengar Pierro meringis kesakitan karena sesuatu. Zhongli langsung memanfaatkan momen ini untuk memberikan serangan balasan kepada Columbina.
Zhongli memukul perut Columbina dengan keras, namun perempuan itu justru tertawa setelahnya, mereka saling melempar tatap, Columbina langsung menusuk kedua mata Zhongli dengan jarinya.
'Sialan!'
Zhongli mundur beberapa langkah, karena tak bisa menyeimbangkan tubuhnya Zhongli pun terjatuh. Saat ia masih berusaha mengembalikan penglihatannya, Columbina sudah duduk di atas tubuh Zhongli sambil tertawa licik, ia mengambil pistol yang di sangkutkan di bagian belakang pakaiannya lalu mengarahkan senjata api itu ke kepala Zhongli.
"Ada pesan terakhir?" tanya Columbina dengan suara beratnya.
DOR! Columbina menoleh ke belakang, walaupun buram, Zhongli masih melihat pistol milik Columbina mengarah kepadanya, dengan cepat ia mengambil alih senjata itu lalu menendang tubuh Columbina jauh ke belakang.
"Berengsek!" teriak Columbina lantang.
Pintu ruangan Tsaritsa terbuka, Capitano yang sudah berlumuran darah keluar dari ruangan itu lalu berdiri di samping Columbina.
"Ayah?" tanya Columbina heran.
"Maaf, saya tidak bisa menyelamatkan ayahmu," jawab Capitano tanpa menoleh ke arah Columbina.
Perempuan itu mengigit lidahnya sekuat tenaga, darah yang mengalir setelah potongan ujung lidahnya jatuh ke lantai membuat akal sehatnya hilang, Columbina menyapu kaki Capitano lalu menusuk tubuhnya dengan pedang yang ada di tangan Capitano namun tidak tepat sasaran.
Zhongli menembakkan pistolnya namun tidak ada satu peluru pun yang keluar, melihat hal itu, Columbina kembali tertawa karena berhasil menipu Zhongli dengan senjata kosong.
"Bukan ini yang seharusnya kau lakukan, Columbina!" sentak Capitano keras.
"Diam kau, Varka!" balas Columbina sama kerasnya.
"Kau telah membunuh ayah kandungku!"
Zhongli mengernyitkan alisnya saat Columbina menyebut nama Varka kepada Capitano, tetapi Zhongli tak mau ambil pusing mencocokkan Varka dan Capitano saat ini. Zhongli memasang kuda-kuda saat Columbina menarik pedang yang masih menancap di lengan kanan Capitano.
"Kau akan mati saat aku selesai dengan Zhongli,"
Tsaritsa masih menyaksikan aksi mendebarkan ini setelah pintu ruangannya dibuka oleh Capitano, pandangannya beralih ke tubuh Pierro yang masih bergerak.
'Menarik,' gumam Tsaritsa dalam hati.
Columbina berlari ke arah Zhongli sembari mengayunkan pedangnya, Zhongli pun menepis serangan itu lalu mencengkram pergelangan tangan Columbina hingga tulangnya patah.
"Bangsat!"
Pedang itu terjatuh, tangan kanan Columbina tampak luntang lantung karena sudah patah. Perempuan itu berusaha mengepalkan tangannya namun hanya teriakan histeris yang keluar dari mulutnya.
Dengan cepat Zhongli menyapu kaki Columbina lalu memijak wajahnya dengan sepatunya, seketika Columbina tak sadarkan diri.
Capitano beranjak dari lantai lalu membuka topengnya, untuk kesekian kali Zhongli terkejut melihat sosok yang ia hormati ternyata musuh besarnya selama ini.
"Benar-benar tak disangka, bukan?" ujar Capitano kepada Zhongli.
Saat Zhongli mulai melangkahkan kakinya, Capitano justru berbalik arah lalu mengambil pistol yang mengarah kepadanya lalu mencekik leher Pierro yang masih hidup.
"Bisnis tidak akan berjalan lancar kalau kau melibatkan perasaanmu kepada keluarga, Pierro."
Pierro menggeliat saat sadar tulang lehernya mulai mengecil karena tangan besar Capitano, ia berusaha menendang Capitano namun serangannya tidak mengenainya.
"Hubunganku dengan Arlecchino tidak lebih dari rekan bisnis, kau tak perlu cemburu seperti itu, Kawan."
Pierro meludahi wajah Capitano lalu mengumpat asal.
"Kalau kau—"
"Hanya rekan bisnis, kenapa—"
"Kau kentot istriku setiap saat?!"
Capitano terkekeh, ia mengangkat tubuh Pierro semakin tinggi.
"Itu karena pada dasarnya istrimu adalah lonte, sama seperti anakmu," jawab Capitano mengencangkan cengkramannya ke leher Pierro.
Tubuh Zhongli tertahan oleh sesuatu saat tangan kiri Columbina menggenggam bahu Zhongli hingga ia mundur beberapa langkah.
Columbina berlari ke arah Capitano dengan pedang yang ia ambil dari lantai entah kapan lalu menusuknya secepat mungkin.
SLASH! Pedang yang diayunkan oleh Columbina justru bukan tertuju kepada Capitano.
"A..yah?" mata Columbina terbelalak saat Capitano tiba-tiba berbalik arah ketika tahu Columbina akan menyerangnya.
Pedang tajam itu menancap ke punggung Pierro, namun di waktu yang sama, perut Capitano pun ikut tertusuk karena jarak mereka cukup dekat.
"Ayah!"
Columbina melepaskan pedang yang tertancap dipunggung Pierro lalu memeluknya erat, ia kembali menjadi figur anak kecil ketika berusaha mengembalikan darah yang keluar dari perut Pierro. Columbina menangis histeris saat Pierro memberikan senyum terakhirnya kepada sang putri, Pierro mengangkat tangannya lalu mengelus lembut pipi Columbina meski darah di telapak tangannya hanya mengotori wajah Columbina.
"Ayah tidak bermaksud untuk membuat kalian..."
"Hidup seperti ini..."
BRUK! Capitano menendang Pierro yang masih ada di pelukan Columbina hingga mereka tersungkur, diambilnya pedang tadi lalu kembali menyerang Pierro dan Columbina dengan ganas.
"Sudahlah," ucap Capitano pelan.
"Momen ini begitu menjijikkan,"
Kedua kepala ayah anak itu terlepas dari badannya, darah yang menodai besi tajam itu begitu menggiurkan bagi Capitano, melihat Zhongli masih mematung di depannya tak membuat Capitano segan saat menikmati campuran darah Pierro dan Columbina di sana.
"Varka, kenapa kau melakukan hal ini?" tanya Zhongli.
Yang ditanya masih tak memedulikan pertanyaan Zhongli, darah diperutnya masih berjatuhan ke lantai namun langkahnya ke arah Zhongli masih tampak gagah.
"Tak ada alasan, aku hanya dilahirkan untuk jadi manusia beringas seperti ini,"
Capitano berlari ke arah Zhongli, meskipun ada yang aneh di setiap langkahnya, Capitano tak begitu memedulikannya, ia mengayunkan pedang bekas pembunuhan Pierro dan Columbina dengan kekuatan penuh namun terlihat asal di mata Zhongli.
Capitano sudah kehilangan pandangannya, ia terjatuh karena kehabisan darah, pedang yang lepas dari tangannya justru menusuk dadanya hingga tembus sampai Capitano tergeletak di atas lantai.
Tsaritsa berdiri beberapa puluh meter di depan Zhongli, mereka saling melempar senyumnya saat berhasil mengalahkan tiga Harbingers sekaligus.
"Kau berhasil, Nak."
Zhongli mengangguk, kemudian ia pergi meninggalkan Tsaritsa sembari pintu ruangannya tertutup.
***
Scaramouche mengistirahatkan diri di sebuah gubuk kecil di ujung Snezhnaya, wajahnya masih tersenyum karena ulah Dokter Dottore yang berusaha merombak ulang dirinya sebagai bahan eksperimen untuk menghidupkan orang yang telah mati.
"Kenapa aku tak bisa menyusulnya?! Padahal Kakak ada di sana tadi!" gumam Scaramouche tak tentu arah, tubuhnya bergerak sendiri setelah memindahkan Signora dari tempat kematiannya.
Sebagian ingatan Scaramouche (Kunikuzushi) masih ada untuk Euthymia, namun ia tak bisa berbuat banyak karena efek misterius dari obat yang masuk ke dalam tubuhnya sejak awal masuk ke dalam kerangkeng milik Sandrone.
'Beruntung aku tidak mati, tapi sekarang aku tak bisa melakukan apa yang seharusnya kulakukan,'
'Semuanya sudah kubebaskan, semuanya sudah kubunuh! Tapi kenapa aku tak bisa kembali ke keluargaku?!'
'Bangsat! Il Dottore, Anjing!'
"Kau apakan tubuhku ini, Berengsek?!" teriak Scaramouche lantang.
Scaramouche memukul wajahnya sendiri sekuat tenaga agar dirinya sadar, tidak ada yang berubah dari dirinya selain rasa sakit dan darah yang mengalir dari pelipis dan bibirnya. Bunyi sirine mobil mulai terdengar di telinganya, tanpa perintah dari sang pemilik tubuh, Scaramouche beranjak dan berlari dari gubuk tempat ia beristirahat tadi.
'Kan, kenapa tubuhku bergerak sendiri?!'
"Jangan bergerak! Atau kau kami lumpuhkan!" teriak anggota kepolisian Inazuma yang mendapati Scaramouche sedang melarikan diri.
'Bukan! Bukan aku!' seru Scaramouche dalam hati.
Satu tembakan ke udara tak membuat tubuh tak terkendali Scaramouche diam begitu saja, dua mobil polisi mulai melaju untuk menyusulnya.
"Berhenti!"
Scaramouche tak menoleh dan berusaha berlari sekuat tenaga, air matanya mengalir dan bercampur dengan darah yang ada di sekitar wajahnya.
"Cepat tembak aku!" teriak Scaramouce lantang.
"Berhenti! Jangan kabur kau!"
"Cepat tembak!"
DOR! Salah satu kakinya tembus oleh besi panas yang ditembakkan oleh polisi, Scaramouche terjatuh di antara bongkahan salju itu. Aparat lainnya langsung mengunci kedua tangan Scaramouche dengan borgol lalu menarik paksa dirinya menuju ke mobil polisi.
"Sebentar! Dia Kunikuzushi!"
"Cepat bawa dia menuju Fontaine!"
"Akhirnya dia kembali, Putra Mahkota Inazuma tidak mati!"
Mobil polisi itu melaju dengan kecepatan penuh menuju Fontaine, tempat di mana Raiden Ei akan dirawat. Setibanya di rumah sakit, Scaramouche langsung dilarikan ke Unit Gawat Darurat untuk penanganan lebih lanjut.
Setelah mendapatkan kabar tentang Kunikuzushi, Yae Miko langsung berlari menyusul sepupunya ke UGD. Air matanya berlinang saat kabar gembira itu sampai di telinganya, dalam hati Yae Miko, ia berharap Raiden Ei dan adiknya Kunikuzushi bisa kembali bersama setelah terpisah selama kurang lebih 10 tahun.
"Kuni!" seru Yae Miko saat membuka salah satu tirai tempat pasien di UGD.
Yae Miko langsung memeluk tubuh adik sepupunya dengan erat, sementara Scaramouche hanya bisa menerima sentuhan hangat Yae Miko karena sudah tak bertenaga lagi. Obat biusnya bekerja dengan cepat, sehingga Scaramouche tidak bisa berlama-lama menikmati momen haru tersebut.
"Biarkan dia beristirahat dulu, Nona Yae Miko. Kami akan membawanya ke ruang operasi sebentar lagi, setelah melakukan pengecekan awal, ada yang salah di saraf dan bagian tubuh lain dari Tuan Kunikuzushi,"
Yae Miko melepaskan pelukannya, sementara tim medis Fontaine langsung melarikan Scaramouche menuju ruang operasi. Beberapa saat kemudian, Zhongli tiba setelah mendapat kabar dari Yae Miko, pria bersurai hitam itu pergi menyusuli istrinya setelah diberitahu oleh Yae Miko.
'Tunggu saya, Ei! Biarkan saya ada di sampingmu di saat-saat seperti ini!' batin Zhongli penuh rasa khawatir.