Karina berbaring diranjang empuknya, disisi kiri dan kanannya tergeletak tas-tas belanjaan yang berisi tas, baju dan sepatu baru pemberian dari Juan. Terlihat dirinya tengah asyik menelepon seseorang.
"Tentu saja Karina juga merindukan pak Lian." Suara Karina terdengar begitu manja.
"Mmm, tapi kan seharusnya Karina yang mendapatkan peran di drama itu, kok Pak Lian tega sih sama Karina? Apa karena Karina menolak ajakan bapak waktu itu?" Kali ini suaranya terdengar sedih.
"Baiklah, janji yah sama Karina kalau pak Lian akan mencarikan Karina peran di drama yang lebih bagus lagi?" Imbuh Karina dengan senyum diwajahnya.
Beberapa menit kemudian panggilan itu berakhir, wajah Karina yang semula dipenuhi senyuman manja kini berubah datar. Dia bahkan melempar ponselnya sembarangan diatas kasur.
"Dasar pria hidung belang! Kalau saja bukan karena dia pria berpengaruh diindustri ini. Sudah ku usir dia untuk menjauh dariku!" Maki Karina kesal. Dia tidak bisa menutupi kekesalannya pada pria bernama Lian tersebut.
Sesaat kemudian, seorang pria bertubuh kekar dengan wajah tampan namun juga sangar berbaring disampingnya. Tak lupa dia menyingkirkan semua tas belanjaan itu, dan langsung mendekap Karina erat.
"Sabar sedikit Karina, dunia entertaiment memang keras. Aku sangat mengerti itu." Ucapnya sembari menghirup aroma tengkuk Karina. Karina mendengus sebal.
"Huhh, gimana sih? Sampai kapan aku harus berpura-pura manis didepan pria menjijikan itu? Dia sudah beristri tapi bisa-bisanya memanfaatkan jabatannya untuk memuaskan nafsunya dengan para artis dan model pendatang baru seperti aku dan yang lain." Karina terus saja mengomel.
"Yah setidaknya sampai kau menjadi istri dari si CEO itu. Aku yakin karirmu akan semakin bersinar karena menikahi putra pemilik perusahaan investor terbesar dinegeri ini."
Karina seketika melepaskan pelukan pria itu darinya, wajahnya terlihat kesal mendengar ucapan pria itu barusan.
"Kau serius menyuruhku menikahi pria lain? Sebenarnya kau masih menganggapku pacar atau bukan sih?" Karina mulai kesal, dia tidak ingin menikah dengan Juan. Karina dekat dengan Juan juga karena perintah dari pria bernama Dion tersebut. Wajah Dion yang semula begitu teduh, kini menunjukan ekspresi dingin dan datar. Karina bahkan seketika merasa telah salah berbicara.
"Mmm, maksudku.. aku mencintaimu Dion, bagaimana bisa aku menikahi pria lain." Karina meralat kalimatnya, kali ini dia terdengar berbicara dengan pelan dan hati-hati.
"Karina, apa kau tau betapa sulitnya bertahan di industri ini? Kau butuh seseorang yang bisa terus mendukung dan mensuport karir mu." Dion membelai lembut wajah Karina, Karina yang begitu mencintai Dion akhirnya hanya mengangguk pasrah.
Perlahan Dion mendekatkan wajahnya ke arah Karina, Karina yang sadar dengan apa yang diinginkan Dion mulai memejamkan matanya. Bibir berwarna pink terang Karina beradu dengan bibir Dion yang sedikit menghitam karena sering merokok.
Karina begitu menikmati permainan lidah itu, perlahan Dion melepas kancing baju Karina satu persatu, menunjukan bahu putih dan mulus milik Karina. Dua gundukan itu juga turut menyembul membuat Dion tidak tahan dan langsung melahapnya dengan rakus. Suara kenikmatan dari mulut Karina semakin terdengar, bersamaan dengan gerak tangan Dion yang menuju ke titik sensitif miliknya.
"Aku mencintaimu Dion." Kata Karina dengan suara lirih. Dion hanya melirik sepintas melihat wajah Karina yang memerah, dia lalu mulai melanjutkan permainannya ditubuh Karina.
**
Brrruuusshhh..
Wajah Juan basah seketika, kala Melisa menyemburkan air minum dari mulutnya. Ia bahkan terbatuk-batuk karena tersedak. Juan spontan menutup matanya, tangannya terkepal erat menahan emosi.
"Apa kau pikir wajahku ini terlihat seperti westafel?" Tanya Juan datar, dia mengambil tisu dan segera mengelap wajahnya yang basah.
"Maaf.. maaf.." Melisa seketika merasa bersalah, tapi dirinya juga tidak salah atas rasa keterkejutannya tersebut. "Apa kau sedang bercanda denganku?" Melisa balik bertanya.
"Apa sekarang aku terlihat sedang bercanda Nona Melisaaa?" Juan menatap tajam ke arah Melisa, sementara Melisa masih diam terperangah.
"Kau pasti sudah gila! Bagaimana bisa kau menawarkan aku kontrak pernikahan dengan jangka waktu 180 hari?" Melisa semakin tidak habis pikir.
"Memangnya kenapa? Apa terlalu lama? Bagaimana jika 90 hari?" Juan tidak memahami maksud Melisa.
"Tidak, Tidak! Bukan terlalu lama. Tapi itu terlalu cepat!"
Juan terheran-heran mendengar ucapan Melisa, dia pikir Melisa harusnya merasa tidak nyaman menghabiskan banyak waktu sebagai pasangan suami istri dengan pria yang baru dikenalnya, itu sebabnya dia memilih rentan waktu yang singkat.
"Aku tidak berpikir itu terlalu cepat." Kata Juan dengan wajah tanpa rasa berdosa.
Melisa menghela napas, dia gegas mengambil tasnya dan hendak pergi meninggalkan Juan.
"Kalau rencana yang kau tawarkan adalah pernikahan yang seperti itu? Dengan tegas aku akan mengatakan bahwa aku akan menolak rencana gilamu itu." Tegas Melisa. Dia berlalu begitu saja meninggalkan Juan yang melongo mendengar reaksi Melisa.
"Apanya yang salah? Bukankah dia juga tidak menginginkan pernikahan ini?" Gumam Juan, Ia lalu berlari keluar restaurant untuk menyusul Melisa. "Melisa tunggu!" Serunya lagi.
Melisa mengabaikan panggilan itu, dia bergegas menuju ke arah mobilnya yang terparkir didepan restaurant. Juan yang berada dibelakangnya segera menarik tangan Melisa.
"Memangnya kenapa dengan kontrak pernikahan? Aku tidak akan menyentuhmu aku janji. Aku tidak akan merugikan mu dalam hal apapun." Juan berusaha membujuk Melisa.
"Tidak merugikan? Apa kau pikir ada wanita didunia ini yang ingin pernikahannya gagal? Semua wanita ingin menikah paling tidak sekali seumur hidupnya Juan. Jangan paksakan rencana gilamu itu padaku!" Ujar Melisa kesal, dia segera menepis tangan Juan dan menuju ke arah mobilnya.
Juan tidak habis pikir Melisa akan sangat marah padanya hanya karena tawaran pernikahan kontrak itu. Padahal Juan merasa itu adalah rencana paling tepat saat ini.
"Haaiisss, Sial! Bagaimana caranya membujuk wanita itu sih?" Gerutu Juan. Dia memandangi mobil Melisa yang menjauh pergi, Melisa bahkan sengaja menggas mobilnya tepat dihadapan Juan sebagai bentuk protesnya.
Melisa melirik ke arah spionnya, terlihat bayangan Juan yang frustasi menatap ke arah mobilnya. Melisa tidak pernah semarah ini pada siapapun, tapi kali ini untuk pertama kalinya Melisa marah dan kecewa pada seseorang.
"Cihhh! Pernikahan kontrak katanya? Memangnya dia pikir ada wanita yang senang menyandang gelar janda dengan sukarela?" Melisa terus mengomel dan mencaci Juan. Dia merasa Juan telah merendahkannya sebagai wanita dengan tawaran seperti itu.
Dddrrrttt..
Tiba-tiba ponsel Melisa berdering, Melisa mengenali nomor yang bahkan tidak disimpannya itu. Nomor itu adalah nomor telepon milik Juan, Juan sepertinya terus berusaha menghubungi Melisa, namun Melisa mengabaikan panggilan itu. Tapi seolah tidak menyerah Juan terus saja menghubunginya.
"Dasar pria gila!" Melisa seketika mematikan ponselnya.
Di sisi yang berbeda Juan terlihat panik, dia lupa berpesan kepada Melisa untuk tidak mengatakan mengenai tawaran ini kepada siapapun termasuk kepada keluarganya.
"Bisa mati aku kalau sampai dia cerita masalah tawaran pernikahan kontrak ini ke keluarganya lalu ayah sampai tau." Juan semakin frustasi.
[Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif..]
"Waaahhh lihat wanita pemarah ini? Dia tidak mengangkat teleponku bahkan sekarang dia mematikan ponselnya. Dasaaaarrrr." Juan meremas ponselnya geram. Dengan cepat tangannya mengetik sebuah pesan yang sengaja dikirimkannya kepada Melisa.
[Jangan sampai ya kau cerita masalah tawaran ini ke siapapun! termasuk Keluargamu. Ingat itu!]
Perasaan Juan sedikit lebih tenang setelah mengirim pesan itu pada Melisa, setidaknya Melisa akan membaca pesan ini nantinya setelah ponselnya aktif kembali.