Siang ini, sepulang sekolah aku dan Bimo duduk di bangku panjang warung bakso mas Momon. menatap nanar pada alas meja bercorak teh botol sosro, saling diam tanpa bicara banyak. Aku yang teraktir Bimo hari ini karena dia menang taruhan itu. Tidak satupun dari kawan kami yang tau soal taruhan bodoh yang kami buat, hanya kami berdua.
"Kalo Akbar tau kita taruhan begini, dia bakal ngomong apa ya Yang?"
"Haha," aku tertawa hambar. "Mungkin dia ngomel, 'semvak, dasar pasangan gila!' kayaknya bakal ngomong gitu." jawabku dengan perasaan yang terasa berlubang besar sekarang ini.
"Hahah," Bimo pun tertawa hambar sepertiku.
"Kita jahat ya Yang?" tanyanya lagi.
Aku mengangguk, "Jahat banget, aku masih ngerasa gak enak setiap liat Sari."
"Terus kenapa malah kesini?" tanyanya, lalu menoleh kepadaku.
"Gak tau, kamu yang bawa motor." sewotku padanya.
"Oh iya."
Kami kembali diam, menghela nafas bersamaan, lalu saling manatap heran. Setelahnya terkekeh hampa. Ini menyebalkan.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com