webnovel

BAB 1

Rumah sakit Mutiara, di kamar Vip berbaring laki-laki berusia 56 tahun bernama Bams. Dia mulai sakit beberapa hari yang lalu, entah apa penyebabnya, karena selama ini dia baik-baik saja. Semakin hari sakitnya semakin parah dan tubuhnya melemah. Dokter pun sudah angkat tangan. Istrinya setiap hari menangis di sampingnya. Dia memiliki 2 orang anak, 1 orang laki-laki berusia 28 tahun bernama Ricandra, dan 1 orang perempuan berusia 20 tahun bernama Sita.

Dia juga memiliki sahabat dekat yang kedekatannya melebihi keluarganya bernama Pak Ramdy. Setiap ada masalah mereka selalu saling membantu. Bahkan jika dia dinas di luar daerah yang jauh dari rumahnya, dia selalu menginap di rumah sahabatnya tersebut. Oh iya Pak Bams adalah seorang polisi sedangkan Pak Ramdy adalah seorang pengusaha kecil. Mereka tidak sengaja bertemu di jalan dan akhirnya hubungan mereka semakin dekat.

Karena beberapa hari yang lalu sibuk dengan pekerjaan, hari ini Pak Ramdy baru bisa menjenguk Pak Bams di rumah sakit. Perjalanan dari rumah Pak Ramdy ke rumah sakit menempuh waktu 3 jam.

Saat Pak Ramdy dan Pak Bams berbincang-bincang di dalam kamar, istri Pak Ramdy dan istri Pak Bams berbincang-bincang di luar kamar.

"Maaf Pak Bams, saya baru bisa menjenguk hari ini," ucap Pak Ramdy pada Pak Bams meminta maaf.

"Tidak apa-apa Pak Ramdy, terima kasih sudah datang menjenguk saya," balas Pak Bams dengan tersenyum.

"Bagaimana keadaan Pak Bams?" tanya Pak Ramdy prihatin.

"Rasanya, umur saya sudah tidak lama lagi Pak," jawab Pak Bams pesimis.

"Jangan bicara seperti itu Pak, Pak Bams harus kuat," kata Pak Ramdy memberi semangat.

"Pak Ramdy, hubungan kita sudah sangat dekat seperti saudara. Saya tidak pernah bertemu dengan orang, teman, ataupun sahabat sebaik Pak Ramdy. Kalau saya pergi nanti, hubungan kita hanya akan tinggal kenangan," ujar Pak Bams panjang lebar.

"Pak Bams pasti sembuh, jangan bicara yang tidak-tidak Pak," kata Pak Ramdy.

"Saya berharap kita bisa menjadi keluarga yang sesungguhnya. Sebelum saya pergi, saya ingin menikahkan anak laki-laki saya Ricandra dengan putri Pak Ramdy," kata Pak Bams.

"Tapi, putri saya masih sekolah Pak. Dia masih SMA dan ia tidak akan mau menikah mudah," balas Pak Ramdy.

"Saya mohon Pak, saya ingin menjalin hubungan keluarga dengan Pak Ramdy sebelum saya meninggal. Saya sudah tidak kuat lagi, saya mohon pernikahannya dilaksanakan di kamar ini. Di depan saya 3 hari lagi," ujar Pak Bams memohon.

"Iya Pak, akan saya bicarakan dengan istri dan anak saya dulu. Semoga mereka mau menyetujuinya," balas Pak Ramdy mengiyakan permintaan Pak Bams.

Sesampainya di rumah, hari sudah malam. Pak Ramdy mendiskusikan perbincangannya dengan Pak Bams pada istrinya, tentu saja istrinya menolak. Anak gadisnya masih sekolah, masa depannya masih panjang. Tidak mungkin dia membiarkan anaknya menikah muda.

"Bu, Pak Bams sudah banyak membantu kita. Ayolah kita penuhi permintaan terakhirnya," bujuk Pak Ramdy pada istrinya.

"Tapi Pak, Imelda masih muda, apa bapak tega merenggut masa depan anak kita?" ucap Bu Romelis istri Pak Ramdy.

"Pokoknya 3 hari lagi Imelda harus menikah dengan anak Pak Bams. Titik!" seru Pak Ramdy lalu berdiri

meninggalkan istrinya di ruang tengah sendirian.

Setelah itu Bu Romelis menghampiri kamar Imelda. Ia melihat anak gadisnya yang tertidur lelap lalu menitikkan air matanya karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk anaknya. Ia sangat paham dengan sifat suaminya yang keras kepala dan tidak bisa dibantah.

Ke esokan harinya saat sarapan pagi bersama, Pak Ramdy mengutarakan maksudnya pada Imelda.

"Imelda, 2 hari lagi kamu harus menikah dengan anak teman Bapak," ucap Pak Ramdy pada Imelda tiba-tiba.

"Imelda kan masih sekolah Pak, apalagi 2 hari lagi? Bapak bercanda ya?" balas Imelda tidak percaya.

"Bapak serius Imelda, lusa kamu ikut Bapak ke rumah sakit. Kamu tahu kan Bapak tidak suka dibantah!" ucap Pak Ramdy tegas.

"Tapi Pak, gimana dengan sekolah Imelda? Tinggal beberapa bulan lagi Imelda lulus Pak," ujar Imelda pada bapaknya.

"Kamu masih bisa melanjutkan sekolahmu bahkan kuliah pun kamu juga bisa Imelda," balas Pak Ramdy.

"Tapi Imelda masih belum mau menikah Pak, Imelda masih ingin bebas. Imelda selalu menuruti kata-kata Bapak. Bahkan saat Bapak melarang Imelda pacaran, Imelda juga nurut sama Bapak. Imelda mohon Pak jangan nikahkan Imelda. Bu, tolong Imelda Bu," mohon Imelda pada ibunya dan mulai menangis. Ibunya hanya bisa menunduk sambil meneteskan air matanya.

"Cepat habiskan sarapanmu! Segera berangkat ke sekolah!" perintah bapaknya. Imelda pun menghabiskan makanannya meskipun rasanya sangat sulit untuk menelan. Ia sudah tidak nafsu makan lagi.

Di sekolah Imelda tampak murung tidak ceria seperti biasanya. Melly, Vina dan Rita sahabat Imelda merasakan ada yang tidak beres dengan sikap Imelda. Saat istirahat biasanya Imelda yang mengajak mereka ke kantin duluan, tapi kali ini tidak, Imelda tetap di bangkunya. Ia melipat tangan di atas meja dan menyembunyikan wajahnya di sana.

"Kamu kenapa Imelda?" Tanya Melly yang kebetulan sebangku dengan Imelda. Vina dan Rita yang duduk di depan mereka pun memutar kursi mereka ke belakang menghadap Imelda.

"Aku mau dinikahkan sama Bapak," jawab Imelda lirih setelah itu air matanya menetes.

"Kenapa tiba-tiba dinikahkan Imelda? Kamu ketahuan pacaran?" tanya Vina penasaran karena ketiga sahabat Imelda itu tahu kalau bapaknya Imelda melarang Imelda untuk pacaran.

"Enggak, aku juga enggak tahu kenapa bapak tiba-tiba menyuruh aku menikah. Bahkan aku belum tahu siapa calon suamiku, wajahnya, usianya, dan pekerjaannya. Yang aku tahu, aku akan menikah di rumah sakit 2 hari lagi," jelas Imelda pada ketiga sahabatnya itu. Melly pun memeluk Imelda begitu juga Vina dan Rita.

"Sabar ya Imelda, mungkin bapak kamu ada alasan lain," ucap Melly menenangkan hati Imelda.

"Yup betul, Positive thinking aja Imelda. Kita selalu ada untuk kamu," tambah Rita memberikan semangat sambil tersenyum.

"Iya Imelda, enak kali nikah. Ada yang nemenin bobok, Hahaha," timpal Vina yang membuat Melly dan Rita ikut tertawa juga. Imelda hanya tersenyum mendengarkan candaan Vina.

"Yuk ke kantin lapar nih," ajak Melly. Mereka berempat pun akhirnya pergi menuju kantin bersama.

Sesampainya di kantin, seperti biasa mereka berempat memesan bakso dan es jeruk makanan favorit mereka. Sambil menunggu pesanan datang tiba-tiba Aditya menghampiri mereka dan duduk di samping Imelda.

"Hai Imelda, kamu kenapa, matamu sembab?" tanya Aditya yang melihat Imelda tidak seceria biasanya.

"Eggak apa-apa Dit, kamu sudah makan?" tanya Imelda mengalihkan pembicaraan.

"Sudah, dari tadi aku nungguin kamu, kamu kenapa?" Tanya Aditya penasaran karena ini pertama kalinya ia melihat Imelda seperti ini.

"Mmmm aku, aku agak enggak enak badan Dit," jawab Imelda berbohong. Ia tidak mau mengatakan yang sebenarnya pada Aditya. Ia tahu Aditya dari dulu menyukainya. Bahkan beberapa kali menyatakan cImeldaya, tapi Imelda menolaknya karena larangan bapaknya untuk berpacaran.

"Kenapa kamu masuk sekolah kalo sakit Imelda? Ayo ke UKS," ajak Aditya sambil menarik tangan Imelda.

"Eggak usah Dit, aku enggak apa-apa kok," tolak Imelda sambil melepaskan tangannya dari tarikan tangan Aditya.

"Ya udah aku ke kelas dulu, kalo ada apa-apa kamu hubungi aku ya?" ucap Aditya sebelum pergi. Imelda pun mengangguk dan tersenyum.