webnovel

Untungnya Aku Bertemu Kamu

Cheng Xi, seorang psikiater baik berhati emas, yang akan melakukan apa saja untuk pasiennya. Lu Chenzhou seorang pengusaha yang dingin yang menolak perawatan karena kelainan emosinya. Ini adalah kisah tentang kebekuan hati seorang pria dan tekad seorang wanita untuk mencairkannya.

Baby_Crisan · Ficção Científica
Classificações insuficientes
204 Chs

Zina

Cheng Xi hanya bisa mengatakan satu kalimat sebelum Lin Fan menutup telepon. Setelah itu, dia tidak bisa menghubungi Lin Fan lagi.

Teleponnya dimatikan.

Dia masih seorang pemuda yang peka seperti dulu, malu dengan latar belakangnya sendiri dan secara sadar mengisolasi dirinya dari orang lain.

Tetapi fakta dia telah mengambil inisiatif untuk menghubunginya menunjukkan bahwa dia telah cukup matang dibandingkan dulu. Setidaknya, dia berani menghadapinya sekarang.

Saat Cheng Xi merenungkan situasi itu, dia mengirimi Lin Fan sms. "Aku di rumah. Jika kamu butuh seseorang untuk diajak bicara, aku siap menjadi pendengarmu."

Setelah itu dia pulang dan menunggu. Bahkan ketika ibunya selesai bekerja dan berkemas, Cheng Xi masih di sana, menunggu. Ibu memanggilnya. "Mau pulang kapan? Kamu tersesat? Haruskah aku mengirim tandu untukmu?"

Keringat menetes di dahi Cheng Xi. Dia segera merespons dengan nada memikat. "Aku agak sibuk sekarang. Akuakan pulang minggu depan."

"Sibuk? Sibuk apa? " Ibu Cheng Xi sama sekali tidak menggubris kata-katanya, dan malah mulai berpikir tentang orang tolol yang muncul di rumah putrinya. Dugaan itu membuatnya marah, dan suaranya meninggi. "Kamu masih belum putus dengan pria itu, kan?"

Cheng Xi tidak tahu harus tertawa atau menangis. "Tidak, sesuatu benar-benar terjadi."

"Kenapa aku sepertinya tidak bisa percaya padamu?"

Cheng Xi mengangkat tangannya ke udara saat menjawab, "Aku tidak tahu harus berkata apa."

Ibunya tidak mempercayainya dan memaksa untuk panggilan video. Cheng Xi hanya bisa pasrah, menyalakan kamera di teleponnya, dan memutarnya untuk menunjukkan seluruh isi rumah. Tetapi ibunya masih tidak puas. "Bagaimana jika kamu menyembunyikannya di suatu tempat?"

Cheng Xi tidak menanggapi ini, dan kembali mengarahkan telepon ke dirinya sendiri sementara dia duduk di sofa dan membaca.

Menatapnya sebentar, kemarahan ibu Cheng Xi menghilang saat dia melihat putrinya hanya duduk diam di sana. Kata-kata selanjutnya diucapkan dengan penuh perhatian. "Kenapa aku melihatmu semakin kurus? Kamu sudah makan dengan benar? Aku menaruh begitu banyak makanan di lemari es untukmu. Apakah kamu ingat untuk makan? "

"...Iya."

Tetapi di kepalanya, dia ingin memukul dirinya sendiri. Ya ampun, dia benar-benar lupa ada makanan di lemari es. Dia menyajikan Lin Fan semangkuk mie sederhana pagi itu! Setiap kali ibunya datang, dia akan mengisi lemari es putrinya. sebagian besar makanan yang hanya membutuhkan proses memasak sederhana, seperti bola nasi, kue, dan dendeng.

Cheng Xi sangat menyukai dendeng yang terbuat dari daging yang dibeli khusus oleh ibunya dari pedesaan; itu enak dan menghilangkan rasa lapar ... tapi dia lupa memakannya!

Ketika ibu Cheng Xi expresinya, dia mulai meragukan kata-kata putrinya. "Kamu sudah menghabiskan semuanya?"

Cheng Xi khawatir ibunya menyuruh membuka freezer untuk membuktikan ucapannya, tetapi untungnya dia tidak melakukannya karena dia dengan cepat memikirkan sesuatu yang lebih memprihatinkan. "Yang kamu lakukan hanya tinggal di rumah dan membaca? Kamu sebut ini sibuk?"

Cheng Xi harus memilih beberapa kata berikutnya dengan hati-hati. "Ada pemeriksaan bulan depan yang akan sangat memengaruhi karierku. Aku jadi sangat sibuk dan belum punya banyak waktu untuk mempelajarinya. Nanti juga harus bertemu keluarga pasien, dan malam hari ada pertemuan di rumah sakit. "

Singkatnya dalam satu kalimat pendek, dia sangat sibuk.

Setelah mendengar alasannya, ibunya menoleh ke ayahnya. "Dulu, aku pikir menjadi dokter adalah profesi yang baik — paling tidak, aku tidak perlu khawatir kamu kehilangan pekerjaan. Walaupun kita tidak perlu khawatir hal itu terjadi pada Cheng Xi, dengan kehidupannya seperti ini, aku khawatir dia tidak akan punya waktu untuk menikah dan memiliki anak. Bagaimana jika dia akhirnya tinggal di rumah sendirian di usia tuanya?"

Tentu saja, apa yang dia katakan di akhir ditujukan langsung pada Cheng Xi. Tetapi Cheng Xi hanya terus membolak-balik buku-bukunya tanpa perasaan, mengabaikan apa yang dikatakan ibunya.

Ibunya hanya bisa menarik ayah Cheng Xi dan berkata, "Anakmu tidak mendengarkanku. Kamu harus berbicara dengannya."

Ayahnya merasa agak malu karena meskipun Cheng Xi sudah dewasa, dia tidak pernah memberinya banyak nasihat, atau bahkan omelan. Selain itu, mengingat betapa masuk akal anaknyanya, dia tidak terlalu khawatir.

Terlepas dari semua itu, ia tetap harus melaksanakan perintah istrinya. Akhirnya, dia menatap layar, dan dengan lembut mendesak Cheng Xi. "Sayang, tolong dengarkan kata-kata ibumu."

Cheng Xi menjawab dengan tegas, "Oke."

Dan dengan itu, ayahnya merasa seperti telah menyelesaikan tugasnya, dia berbalik dan berkata kepada istrinya, "Lihat, aku berbicara dengannya dan dia mendengarkan."

Ibunya menatapnya, dengan mulut ternganga, tidak bisa memutuskan untuk melecehkan putrinya atau mengkritik kekurangan suaminya.

Dengan omelan keras ibunya di telepon, Cheng Xi terus membaca buku-bukunya dengan tenang. Karena orang tuanya tidak menyebutnya ke percakapan mereka, dia dengan cepat melupakan mereka.

Dia sangat asyik dengan buku-bukunya, bahkan menikmati buku-buku tebal medis yang paling monoton; untungnya, buku ini sama sekali tidak menarik. Itu adalah hadiah dari salah satu teman sekelasnya yang khusus dibeli di luar negeri, salinan bahasa Inggris asli.

Studi kasus di dalamnya sangat memperkaya, dan salah satunya bahkan menyebutkan sindrom Cotard. Dalam buku ini, pasien adalah seorang wanita paruh baya. Setelah melalui perceraian, dipecat dari pekerjaannya dan kehilangan anaknya berturut-turut, dia menderita penyakit itu. Dokter telah mencoba menggunakan beberapa antidepresan untuk mengobatinya. Awalnya, perawatannya tampak bekerja dengan baik, dan pasien dapat meninggalkan rumah sakit. Tapi tidak lama setelah dia pulang, dia bunuh diri.

Kesimpulan dari studi kasus itu adalah pasien tidak menerima perawatan dan cinta yang cukup dari anggota keluarganya dan akibatnya kehilangan motivasi untuk hidup. Pesan yang dapat diambil adalah pasien yang menderita penyakit mental memerlukan perawatan khusus dan lebih bergantung pada keluarga mereka dibanding pasien dengan penyakit biasa.

Setelah membaca bagian ini, hati Cheng Xi jatuh. Dia memegang bukunya, linglung cukup lama, sangat terpesona sehingga dia lupa masih melakukan video call dengan ibunya.

Ketika bel pintu berdering, dia akhirnya meletakkan buku itu dan menyadari hari beranjak sore; ruang tamu diselimuti matahari terbenam dengan hanya secercah cahaya.

Dia menggosok mata dengan santai menyalakan lampu, dan membuka pintu.

Lin Fan, seluruh tubuhnya bau alkohol yang asam dan bersandar ke kusen pintu. Ketika mendengar pintu terbuka, dia perlahan berbalik.

"Cheng Xi," serunya, suaranya rendah dan tidak fokus.

"Kamu baik baik saja?"

Dia tidak menjawab, hanya tersenyum sebentar sebelum tubuhnya limbung dan mendarat di pangkuan Cheng Xi.

"Ah-" Cheng Xi terkejut dengan tindakannya, dia berjuang keras memapah perlahan-lahan ke ruang tamu, dan akhirnya membiarkannya tertidur di sofa.

Ketika dia memperhatikan wajah merah Lin Fan dan suhu tubuhnya yang tinggi, Cheng Xi bangkit untuk menuangkan secangkir air untuknya. Namun, Lin Fan tiba-tiba mengulurkan tangan sehingga menyebabkan dia jatuh di atas tubuh pria itu.

"Kamu-" Tetapi selesai dia bicara, terdengar suara ibunya dari belakangnya. "Cheng! Xi!"

Dia takut dan menyadari telepon yang dia tempatkan di meja kopi sebelumnya masih aktif. Layar teleponnya memperlihatkan wajah kaget ibunya.

Namun setelah itu, wajahnya menghilang dari layar, tangan besar ayah Cheng Xi yang muncul, kali untuk mengakhiri panggilan video.

Orang tuanya pasti berasumsi negatif, tetapi Cheng Xi tidak bisa mengkhawatirkannya sekarang. Dia berbalik, dan melihat Lin Fan mengawasinya. Dia memiliki sepasang mata yang sangat bagus; besar dan sedikit bengkok di samping, selalu terlihat agak kabur ketika dia memandang dengan sedikit tatapan melankolis.

Kemurungan itu sangat memikat mata, seperti lampu kaca patri yang dibuat neneknya ketika dia masih kecil. Di malam musim dingin selalu membuatnya ingin melepas kap lampu agar cahaya lebih terang.

Kali ini, tetapan matanya diiringi senyum di bibirnya. Tepi matanya merah, tetapi pupil matanya cerah dan memikat, lebih dari cukup untuk membuat seseorang terpikat.

Cheng Xi bertanya, "Kamu baik-baik saja?"

Dia hanya menatapnya.

"Lin Fan?" dia hati-hati bertanya, "Biarkan aku pergi. Kamu mabuk. Aku akan mengambilkanmu segelas air. "

Kata-kata ini akhirnya menyadarkannya. "Tidak!" Saat dia mengatakan ini, dia menarik lebih keras dengan tangannya, menggenggam erat lengannya. "Cheng Xi ..." Dia menggumamkan nama wanita itu sambil berkata dengan tidak jelas, "Apakah kamu tahu? Aku sangat senang dia akhirnya masuk, akhirnya masuk! "

Cheng Xi menatapnya kosong sesaat sebelum bertanya, "Dia? Ayahmu? "

"Ayah? Ha, ayah! " Lin Fan tertawa seolah-olah dia mendengar lelucon lucu, dan menatapnya dengan lembut. "Aku tidak punya ayah. Dia bukan ayahku! " Dia menariknya lebih kencang; Cheng Xi awalnya menggunakan tangannya untuk menjaga dirinya tetap stabil di sofa, tapi kali ini, dia ditarik ke depan dengan kekuatan penuh sehingga jatuh tak berdaya ke dadanya.

Dia perlahan-lahan mendekatkan mulut ke arah kepalanya, dan dengan ringan berbisik, "Aku akan memberitahumu sebuah rahasia. Aku bukan anaknya!"

Cheng Xi memberinya ekspresi terkejut. Wajah Lin Fan masih tersenyum, seolah-olah mengatakan sesuatu yang luar biasa.

"Kamu tidak percaya padaku?" tanyanya.

Cheng Xi menggelengkan kepalanya. "Tidak."

Sebenarnya, Cheng Xi hanya tidak ingin terus mendengarkannya dalam situasi seperti ini, tetapi ini bukan keputusan yang bisa dia ambil. Lin Fan masih tersenyum, tetapi senyum itu membuatnya merasa lebih buruk daripada jika dia menangis.

"Aku bajingan. Ibuku sudah mengandungku ketika menikahinya. Saat itu pria itu berkata tidak keberatan dan akan merawat dia dan aku. Namun, ketika aku lahir, dia dan ibunya hampir menenggelamkanku. Ibuku berkata mereka pernah mencoba dua kali, tetapi aku tidak mati. Akhirnya mereka membiarkan aku hidup karena usaha mereka gagal."

Ketika Lin Fan melihat keterkejutan di wajah Cheng Xi, dia tampak lebih bahagia.

"Kamu tidak percaya padaku, kan? Sebenarnya, aku juga tidak. Pria itu, dengan penampilannya yang halus dan sopan, sama sekali tidak terlihat seperti seseorang yang akan melakukan hal seperti itu. Tetapi sebenarnya, dia adalah parasit, lintah, penjudi, dan penipu. Ibuku tidak berani punya anak lagi untuk waktu yang lama, jadi dia memukuli ibuku dan aku."

"Ketika ibuku akhirnya melahirkan seorang anak perempuan, dia mengabaikan ibuku. Dan ketika ibuku tidak bisa bangun dari tempat tidur, dia ... Jadi singkatnya, aku sebenarnya sangat senang dia akhirnya mendapatkan hal yang pantas. Ibunya juga sudah mati, putrinya gila, dan dia sendiri ada di penjara. Akhirnya, ketidakmampuannya dia harus bergantung pada kami untuk merawat putrinya. Hahaha, karma benar-benar ada, bukan? "

Setelah dia mencurahkan isi hatinya, Lin Fan mulai tertawa keras, begitu keras sehingga mulai tersedak dan meringkuk menjadi bola, bahkan mulai terbatuk-batuk.

Tapi dia masih memegangi Cheng Xi dengan putus asa, tangannya mencengkeramnya tepat di tempat Chen Jiaman menggigitnya, di mana lukanya lebar dan dalam, dan di mana bengkaknya baru saja mereda. Pegangan ini sangat menyakitkan sehingga Cheng Xi tanpa sadar menarik napas dalam-dalam dan hanya bisa berbaring kesakitan di sisinya.

Mereka berdua berada di posisi yang cukup dekat, bahkan sangat dekat setelah dia naik ke sofa. Saat dia jatuh, kepalanya mendarat di perut Lin Fan. Dia tidak merasa itu sebagai masalah besar, tetapi orang yang baru saja menerobos masuk sangat terkejut sehingga hampir melompat kaget. "F *ck! Apakah aku buta? Apakah Anda benar-benar menyembunyikan seorang pria di belakang Lu Chenzhou, Dr. Cheng? Anda gila?!"

"..."