webnovel

Untungnya Aku Bertemu Kamu

Cheng Xi, seorang psikiater baik berhati emas, yang akan melakukan apa saja untuk pasiennya. Lu Chenzhou seorang pengusaha yang dingin yang menolak perawatan karena kelainan emosinya. Ini adalah kisah tentang kebekuan hati seorang pria dan tekad seorang wanita untuk mencairkannya.

Baby_Crisan · Ficção Científica
Classificações insuficientes
204 Chs

Oh, Ini Sebuah Kencan?

Lu Chenzhou seperti biasa menjawab, "Baiklah."

Cai Yi tersenyum sembari menepuk tangan Cheng Xi. Tak berapa lama asisten Ci Yi tiba, Cheng Xi berjalan bersama Cai Yi menuju pintu. Saat kembali ke meja makan, Lu Chengzhou telah meletakkan sumpitnya. "Kamu sudah kenyang?"

Lu Chenzhou mengangguk.

Cheng Xi segera mengambil jaketnya disandaran kursi. "Ayo kita pergi."

Dia masih memikirkan Cai Yi. Siapa pasien yang bisa membuat gurunya panik, dia sangat ingin melihat tindakan yang dilakukan gurunya itu.

Namun, Lu Chenzhou tidak beranjak. Ia memandang kejauhan, tatapannya seakan tertutup lapisan tipis es, sangat terlihat diwajahnya. "Kamu terlihat seperti benar-benar tidak mengerti," cibirnya. "Apakah kamu pikir gurumu itu dalam keadaan darurat? Atau mengapa kakekku berkata mereka akan datang, tetapi tidak muncul?"

"Apa maksudmu?"

"Semua tindakan mereka telah direncanakan sebelumnya."

'Direncanakan?"

Lu Chenzhou melihat padanya tetapi tidak memberikan jawaban, "Bagaimana bisa kamu menjadi seorang psikiater? Ini adalah adalah kencan buta yang dirahasiakan. Apakah kamu benar-benar tidak tahu?"

Cheng Xi kehilangan kata-kata.

Dia terbatuk untuk menghapus kecanggungan. "Hem hem, aku tidak tau." Tadi dia berpikir bahwa alasan gurunya memperkenalkannya pada Lu Chengzhou untuk hal penting, seperti meminta dukungan pendanaan untuk karya tulisnya.

Wajah Lu Chengzhou tetap tanpa ekspresi, dan Cheng Xi merasa sedikit malu. "Maaf, aku benar-benar tidak mengira akan rencana Profesor Cai ini." Cai Yi tidak pernah menikah sepanjang hidupnya, sehingga Cheng Xi tidak pernah membayangkan bahwa Cai Yi akan menjadi mak comblang baginya.

Lu Chenzhou mendengus ringan. "Tidak masalah." Ia mengetukan jari-jarinya ke meja dan berkata, "Anda juga pasti tidak mengira bahwa sedang direncanakan membuat janji dengan pasienmu."

Terlihat bahwa ia benar-benar tidak menyukai pembicaraan ini. Cheng Xi berpikir sejenak, Kembali duduk, dan mulai menjelaskan rencana kerjanya. "Pasien yang menderita sindrom cotard umumnya sulit melakukan interaksi sosial, tetapi menjadi sangat ahli dalam bidang yang mereka minati. Saya akan memintanya untuk mulai melakukan aktivitas pribadi yang menyenangkan. Cara ini, dapat melupakan fantasi negatifnya itu dan perlahan membantunya menerima kenyataan menggunakan fantasi menyenangkan yang tercipta nanti."

"Aku dapat membayangkan bahwa kamu akan mulai mengurungnya."

"Kecuali jika benar-benar diperlukan, aku tidak akan melakukan jika kondisi pasien benar-benar parah."

'Seberapa yakin kamu dapat menyembuhkannya?"

"Dokter hanya yakin untuk pasien yang benar-benar ingin sembuh."

Lu Chengzhou terdiam sejenak sebelum kembali bertanya padanya, "Apakah kamu akan tidur dengan salah satu pasienmu?"

Cheng Xi tertawa. "Itu tidak mungkin."

"Tetapi bagaimana jika itu terjadi?" Lu Chenzhou kembali menanyakan hal tersebut dan menatapnya dalam. "Apakah kamu akan meneruskan pengobatannya?"

Cheng Xi tidak dapat mengikuti logika berpikir Lu Chenzhou ini, dan masih merasa bingung bagaimana bisa topik pembicaraan tiba-tiba berubah dari membahas sindrom cotard ke pembicaraan pasien yang tidur dengan dokternya. Tetapi dia bisa mengira jawaban yang diinginkan Lu Chenzhou, makai dia menjawab, "Tidak."

Lu Chenzhou tertawa ringan. Ini pertama kalinya Cheng Xi melihat Lu Chenzhou tertawa. Bibirnya melengkung ke atas walau tatapan matanya tetap dingin, tetapi ketampanannya benar-benar memberikan kesejukan tak terduga.

Setelah itu, Cheng Xi mulai menyantap makan malamnya perlahan. Tingkah laku Lu Chenzhou terlihat seperti robot yang terprogram: ia tidak ingin melakukan apapun sebelum selesai melakukan tugasnya.

Contohnya, sehubungan dengan kencan buta bersana Cheng Xi yang tampak tak terduga ini, Lu Chenzhou tampak memeriksa semua sudut yang ada. Setelah keduanya meninggalkan restoran, Lu Chenzhou berkata, "Rencana selanjutnya adalah menonton film, berjalan-jalan, atau minum-minum di bar. Mana yang kamu ingin lakukan?"

Nada bicaranya yang seperti membahas bisnis membuat bibir Cheng Xi berkedut. "... bisakan aku mengabaikan semua itu?"

"Kalau begitu mari kita minum." Dengan nada tidak pedulinya telah membuat keputusan untuk Cheng Xi. Menjentikkan jari, Lu Chenzhou mengisyaratkan taksi untuk mendekat. Ia membuka pintu dan menunggu Cheng Xi masuk.

Rencana kegiatannyanya ini benar-benar sangat lancar, gumam Cheng Xi perlahan.

Dia ragu sesaat sebelum masuk ke dalam mobil. Mulai menyadari, Cheng Xi menganggap tindakannya ini sebagai kebiasaan seorang dokter: perilaku Lu Chenzhou dipenuhi keanehan, keanehan seperti itu secara naluriah menarik bagi seorang psikiater.