webnovel

Untungnya Aku Bertemu Kamu

Cheng Xi, seorang psikiater baik berhati emas, yang akan melakukan apa saja untuk pasiennya. Lu Chenzhou seorang pengusaha yang dingin yang menolak perawatan karena kelainan emosinya. Ini adalah kisah tentang kebekuan hati seorang pria dan tekad seorang wanita untuk mencairkannya.

Baby_Crisan · Ficção Científica
Classificações insuficientes
204 Chs

Aku Ingin Membujukmu

Cheng Xi telah memiliki Surat Izin Mengemudi sejak lama, tetapi ia sangat jarang mengemudi. Dan mengingat betapa mewahnya mobil Fu Mingyi, sangat normal ia menjadi gelisah selama perjalanan. Meskipun begitu, dia tidak bisa mengabaikan pandangan tajam Lu Chenzhou dari kursi penumpang.

Pria itu duduk dengan tangan yang diletakkan di sandaran tangan diantara mereka dan menatapnya penuh perhatian.

Setelah puas memandang, pria itu berujar, "Kamu terlihat biasa saja. Mengapa mereka mengatakan kamu cantik?" Tiba di spa lebih awal, ia telah mendengar pembicaraan dari teman-teman Cheng Xi. komentarnya ini hanya kelanjutan dari percakapan-percakapan itu: "Terutama mengingat kamu hanya memiliki satu lesung pipi. Betapa menjijikkan."

Cheng Xi berusaha keras mengabaikan ucapan pria itu.

Dia bahkan tampak bingung mengapa Cheng Xi mengabaikannya. "Mengapa kamu tidak berbicara?"

Sejujurnya, Cheng Xi merasa sangat bingung dengan sikap pria itu. Setelah berpikir tentang permintaan gurunya, dia tetap mengemudi perlahan dan bertanya, "Mengapa kamu bicara terlalu banyak hari ini?"

Selama pertemuan pertama mereka, pria itu nyaris tidak bicara.

Lu Chenzhou terdiam. Tepat Ketika Cheng Xi hendak merenungkan apakah ia telah memberikan pertanyaan terlalu apa adanya, pria itu tiba-tiba kembali bicara. "Aku ingin membujukmu." Pria itu menatapnya dan dan bertanya, "Bisakah?"

Cheng Xi tertawa mendengar kata-kata pria itu. "Jangan menggodaku. Aku benar-benar tidak bisa mengemudi dengan baik."

"Mengapa kamu tertawa? Apakah aku terlihat tidak cukup serius?"

Tidak, pikir Cheng Xi. Siapa yang peduli apakah dia seperti kalkulator? Nada bica Lu Chenzhou tidak mengandung nada malu-malu seorang pria muda yang sedang jatuh cinta. Alih-alih gugup, ia justru terdengar seperti pekerja kantoran yang hanya berusaha menyelesaikan tugas.

Cheng Xi memutuskan untuk membuat pembicaraan baik dengan pria itu, dan menganggapnya sebagai salah satu pasiennya. "Tuan Lu, pernahkah kamu menjalin hubungan sebelumnya?"

"Apakah ini terkait dengan aku yang mengejarmu?"

Cheng Xi tersenyum. "Jika kamu pernah menjalin hubungan, kamu pasti tahu bagaimana tindakan orang yang sedang jatuh cinta dan sepenuh hati merayu orang lain."

"Oh." Nada bicaranya apatis seperti biasa. "Lalu seperti apa tindakanku?"

'Seperti apa rasanya?" ada lampu merah didepan, dan Cheng Xi memperlambat mobil, jari tangannya yang putih perlahan mengetuk setir saat berpikir. "Untuk benar-benar merayu seseorang perlu sikap rendah hati, pendiam dan bahkan agak malu-malu. Ini jelas tidak melibatkan gairah yang tiba-tiba ataupun kasih sayang terlalu dini.

"Kata siapa?"

"Pelopor besar, proletariat, Karl Marx."

"Marx mengatakan hal seperti itu?" Lu Chenzhou sungguh tidak mempercayai kata-kata Cheng Xi. Di sisi lain, seorang novelis Perancis Balzac yang hebat menyatakan bahwa cinta adalah kesenangan yang rasional. Kenikmatan yang positif dan serius."

Mendengar kata-kata Lu CHenzhou, Cheng Xi mulai tersenyum. Dia adalah pria yang lebih menarik dari pada gelar yang telah ia sematkan sebelumnya; paling tidak ia telah memikirkan cinta, atau ia tidak akan ingat kutipan Balzac ini.

Atau mungkin, kata-kata ini hanya berfungsi mendukung emosinya yang terlihat.

Kegemaran rasionalitas, kenikmatan yang menyedihkan… perhatiannya hanya terfokus pada kata-kata 'rasionalitas' dan 'kesedihan' bukan?

Cheng Xi berhenti mendebatnya. Setelah lampu berganti hijau, dia mulai mengemudi kembali. Lu Chenzhou menerima panggilan, mungkin ada orang yang mendesaknya. Dia mendengar pria itu berkata, "Aku hampir sampai—belok kanan,"

"Belok kanan" perintahnya pada Cheng Xi. dia mengatakannya tiba-tiba, dan Cheng Xi mengikuti petunjuknya itu. Tidak jauh, dia melihat sebuah gerbang besi besar.

Setelah mereka tiba, Lu Chenzhou menutup telepon. "Masuk kedalam."

Cheng Xi meliriknya, dan pria itu juga memalingkan wajah menatapnya. Agak canggung dia bertanya, "Bisakah kamu berjalan kaki saja ke dalam?"

Dia ingat dulu ada gunung di sini, tetapi telah diratakan dan diganti dengan bungalow beberapa waktu lalu. Tempat ini terasa asing sekarang, bangunan dibelakang gerbang itu tampak seperti kastil yang gelap digelap malam. Dan itu kastil yang tidak ingin dimasuki Cheng Xi.

Lu Chenzhou terlihat seperti melihat keragu-raguannya. "Apakah kamu takut?" Pria itu tampak berusaha meyakinkannya, meskipun nadanya tidak meyakinkan. "Kita sudah tidur bersama, jadi apalagi yang kamu takutkan?"

"…."