webnovel

Chapter 14

"Ada apa?"

"Kepala Sekolah memanggil para pengajar. Termasuk anda, Profesor Read."

"Baiklah! Aku segera ke sana."

Kris meninggalkan ruangannya. Pergi tanpa mengatakan permisi. Profesor Read mendengus kesal. Beliau beranjak dari kursi. Mengayunkan tongkat ke samping kanan. Menunjukkan sesuatu pada Issac. Yaitu sebuah buku berisikan ilmu sihir hitam.

"Buku apa ini?" tanya Issac.

"Ini adalah buku sihir hitam. Suatu saat kau akan menggunakannya untuk melawan atau melindungimu dari musuh. Setidaknya itu yang orang normal lakukan."

"Apa yang anda maksud?"

"Ayolah Issac."

Profesor Read berjalan mengambil secarik kertas. Kertas itu berisikan peta Aeckland Stronghold pada pemuda berambut perak. Kedua alisnya berkerut. Melotot tajam pada Profesor Read.

"Apa ini?"

"Sebuah peta kurasa," jawab Profesor Read.

Issac mengerutkan kening lagi ditambah kedua bola matanya berkedip. Tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Pemuda berambut perak melongo mendengar perkataan barusan. Profesor Read berpikir bahwa Issac sedang menyembunyikan sesuatu. Terlebih dengan tempat bernama Aeckland Stronghold. Kedua mata beliau berkonsentrasi terhadap Issac. Dari mata, hidung, wajah hingga gerak-gerik isyarat yang mencurigakan. Semua beliau lihat sekali lagi.

Namun tidak ada tanda-tanda mencurigakan. Profesor Read beranjak dari kursi, mengambil mantal yang ada di tiang dari kayu. Memasangkannya hingga penampilannya rapi.

Issac pun pamit. Menutup pintunya bergegas ke suatu tempat. Ketiganya lantas bersembunyi sambil menunggu waktu yang tepat. Derapan langkah cepat dari pemuda berambut perak, mengeluarkan tongkat dari sakunya. Sesaat setelah Issac pergi, Profesor Read memberikan seekor ikan emas melayang di udara. Menyusup ke dalam pakaian milik pemuda berambut perak ketika meninggalkan ruangan. Beliau berjalan menuju arah golem. Memberikan instruksi padanya. Meninggalkan pesan berupa secarik kertas. Beliau berjalan cepat sembari mendengar suara pintu berdecit dari dalam.

Beliau memutar haluan ke samping kanan. Memastikan tidak ada yang memergokinya. Hingga beliau bertemu dengan Profesor Tristan. Mengacungkan tongkatnya ke pintu luar ruangan kantor. Profesor Tristan mengeluarkan sesuatu dari sebuah sihir ruangan. Lingkaran sihir tersebut diaktifkan. Melirik Profesor Read sedang berjalan menuju ruang kepala sekolah. Menyunggingkan senyuman pada beliau.

Profesor Read mendongak pada sebuah ruangan yang tua dan pintu terkunci rapat. Menandakan siapapun tidak boleh masuk ke dalam ruangan kecuali berkepentingan. Termasuk guru maupun siswa. Tidak ada siapapun yang mendekati tanpa kecuali. Apabila beliau berniat mengundang para guru kemari, artinya ada kepentingan darurat yang harus segera diusut. Profesor Read dan para pengajar lainnya menyadari hal itu. Apalagi, Profesor Read ingin mencari tahu tentang apa yang disembunyikan oleh Issac.

Ketika beliau terhanyut dalam sebuah lamunan, Profesor McCoy menepuk pundaknya. Profesor Read tersentak menoleh ke arah beliau. Senyuman bibir menyeringai. Ke mana-mana selalu membawa topi bundar selama dalam mengajar. Wajah gempal dan hidung pesek. Rambutnya disisir rapi seperti seorang anggota legislatif. Tubuhnya berlemak dan membawa tongkat yang lebih tinggi. Serta terdapat sebuah orb besar terpasang pada tongkat tersebut. Jubah pengajar yang beliau kenakan terlalu melebar dan memiliki janggut panjang. Di atas pundaknya, sosok seekor buruk feniks mengelus-elus pipi Profesor McCoy.

"Profesor Anthony McCoy."

"Tolong panggil aku dengan sebutan Profesor McCoy. Memanggilku dengan sebutan nama pertama membuatku tidak nyaman," ujar Profesor McCoy.

"Kau yakin? Kedengarannya seperti terdengar masalah bagiku."

"Itu karena putraku menginginkan tongkat yang sama denganku. Padahal ini tongkat semasa diriku seorang pelatih hewan terbaik seantero dunia. Dan tidak ada yang bisa mengalahkanku," katanya bernada sombong.

Profesor Read menahan napas sejenak. Beliau tidak ingin mendengarkan kisah Profesor McCoy berulang kali. Selama keduanya berjalan, para siswa berbondong-bondomng menuju lokasi kejadian.

"Lalu?"

"Pada akhirnya, aku mendapatkan monster feniks dengan kualitas terburuk. Sedangkan putraku mendapatkan yang terbaik karena sering diberi makan olehnya dengan harga selangit."

Ekspresi Profesor Read mengerutkan kening. Helaan napas panjang keluar dari mulut Profesor McCoy. Sepertinya, beliau punya masalah dengan keluarga yang terlalu manja, pikirnya dalam hati. Tongkat dan irama kedua kakinya berjalan seimbang. Kendati demikian, beliau tidak bisa berlari cepat seperti dulu. Di usianya yang sudah menginjak 60 tahun, sudah waktunya untuk pensiun menurut Profesor Read. Akan tetapi, semangat yang didapat selama mengajar tidak pernah padam. Bahkan, seorang zoologist satu-satunya yang mampu menjinakkan hewan langka sekalipun, mendapatkan gaji yang lumayan atau setara dengan Profesor Read.

Namun, Profesor McCoy tidak ingin berlarut-larut dalam kekesalan perihal masalah keluarga. Kedua pengajar bersama lainnya memasuki ruang kepala sekolah. Sebuah sambutan dari golem pemberian Profesor Read untuk Kepala Sekolah. Tubuhnya terbuat dari mithril dengan senjata lengkap seperti kapak panjang dan perisai dengan dua buah golem yang berjaga.

Keduanya mengecek kartu identitas dan fisiknya. Setelah itu, satu persatu pengajar langsung masuk ke dalam sana tanpa bicara sedikit pun. Profesor Read melihat tiga pengajar di depan. Nampaknya, Profesor Tristan sedang dicek oleh kedua golem.

Hingga giliran Profesor Read yang dicek. Dimulai dari bola mata, permukaan wajah baik luar maupun dalam. Hidung, dagu, anggota gerak kaki dan tangan. Semua diperiksa beserta menaruh kartu identitas ke dalam tubuh golem. Setelah itu, Profesor Read dipersilakan untuk masuk ke dalam. Pintu lapisan pertama terbelah jadi dua. Melewatinya menuju ruang pertemuan. Para pelayan dari golem telah berada di belakang kursi tiap pengajar. Memejamkan kedua matanya sekaligus mempersilakan untuk duduk di kursi. Meja segi panjang terbungkus oleh kain putih dengan ornamen hiasan bunga mawar dan melati. Semuanya tersusun dengan rapi disertai sebuah buku melayang di udara. Buku tersebut dituliskan dengan pena sihir. Menghitung berapa pengajar yang ada di dalam kelas.

Sebuah pintu terbuka berupa decitan yang cukup keras. Ketiga langkah sepatu yang dikenakan. Mengenakan seragam berwarna putih meski bagian belakangnya tertutupi baju tebal dan sihir pelindung. Jika diperhatikan, Kepala sekolah ini sudah berusia 340 tahun. Tetapi, wajah hingga penampilan seperti anak muda berusia 20 tahunan. Ditambah, tidak ada seorang pun yang meremehkan beliau. Terutama penggunaan sihir. Para pengajar merasakan kekuatan yang meluap-luap dalam diri beliau. Tertulis nama Clay Stanton. Dikawal oleh seorang gadis berusia 14 tahun. Sedang membawakan sapu tangan untuk beliau sembari membawa tongkat panjang sejenis Profesor McCoy. Energi sihirnya mengalir. Menunjukkan sesuatu kepada mereka. Sedangkan pengajar yang baru tidak bisa berkutik lantaran Kepala Sekolah Clay Stanton mengunci rapat pergerakan pengajar baru. Tatapan tajam diarahkan pada mereka, yang daritadi menundukkan kepala seraya malu. Kemudian, Clay berdeham. Membetulkan pita suaranya. Bagi Profesor yang sudah senior semacam McCoy

"Kepada Para hadirin sekalian. Terima kasih sudah datang dalam pertemuan kali ini. Di sini, saya akan membicarakan mengenai insiden beberapa waktu yang silam."

~o0o~

Kepala Sekolah Clay duduk rapi disertai kedua telapak tangan menyentuh di atas meja. Disuguhkan teh hangat. Menyeruput tehnya hingga menyisakan sepertiga. Tongkatnya dikeluarkan dari saku pinggang, mengaktifkan rekaman berupa gambar dan suara selama aktivitas di sekitar sekolah. Para pengajar memperhatikan rekaman tersebut dengan seksama.

Issac bersembunyi di balik sela-sela pintu. Mendengarkan dan mengintip peristiwa tersebut dengan seksama. Kemudian, dia bersembunyi di balik bayangan. Dilewati oleh Sapphire beserta gangnya. Hanya ada obor perapian yang menyala secara tiba-tiba. Issac berniat untuk tidak interupsi pertemuan mereka. Yang jadi masalahnya adalah obor yang menyala secara tidak langsung.

Telapak tangan dia menyentuh bagian kerucutnya. Warna menghitam disertai panas di dalamnya. Karena penasaran, Issac berbalik arah. Menuju sebuah jalan kegelapan. Tidak ketinggalan, pemuda berambut perak memegang obor. Telapak tangan kiri mencengkramnya, memastikan sekuat tenaga untuk menahan panas yang ditimbulkan. Suara sunyi mulai begitu terasa dan mencekam. Selangkah demi selangkah Issac gerak. Sepatunya bergesek pelan. Melirik sekitarnya kala ruangan terbatas.

"Halo … apa ada orang?" gumam Issac.

Tentu saja itu keputusan terbodoh yang terlintas dalam pikiran Issac. Tetapi mau bagaimana lagi. Laki-laki berambut perak tidak ingin bernasib sama seperti dirinya. Saat dia hendak mencari tahu, yang didapat adalah cacian dan pelemparan batu terhadap Issac. Sejak itulah, dia tidak memiliki keberanian untuk ke sana.

Namun, situasi kali ini berbeda. Issac memberanikan diri untuk merubah. Sedikit demi sedikit. Issac mengeluarkan tongkat sihirnya. Telapak tangan kanan meraba-raba langit. Tetapi tidak ada perubahan. Akhirnya, Issac terus berjalan dengan hati-hati.

Hingga dia berdiri sebuah pintu berbentuk segi empat. Memiliki ornamen aneh pada gapura. Akar pohon menutupi tulisan bahasa Epuni. Gapura itu berdiri kokoh. Di saat Issac menginjakkan kakinya dekat dengan pintu, gapura itu mulai mengerucut secara tidak langsung. Pada bagian tengah, cincin berukuran besar terbuat dari logam besi yang tidak diketahui. Terasa berat dan susah untuk diayunkan. Begitu juga dengan kayu itu. Permukaannya lebih tebal dari pohon biasa. Issac menarik napas dalam-dalam. Dia mendorong pintu tersebut. Betapa kagetnya Issac melihat sebuah pemandangan yang menakjubkan sekaligus mengerikan secara bergantian.

Sementara itu, dari kejauhan seroang laki-laki berseragam sedang bersandar ke dinding samping. Menyunggingkan senyuman saat ada sebuah pintu keluar. Menunjukkan lima siswa menjerit ketakutan. Hanya dia yang dapat mendengar suara jeritan yang melengking masuk ke lubang telinganya. Name tag tertulis Reynold.

"Ada siswa yang masuk ke dalam dungeon misterius ya? Menarik! Kira-kira dia kuat apa tidak ya?" gumam Reynold melepaskan diri dari senderan dinding.

Mengabaikan suara teriakan histeris meminta tolong, Reynold berjalan menuju ruang kelas. Berpura-pura tidak mendengar suara apapun kecuali beberapa siswa yang sibuk berbincang. Salah satu siswa baru saja keluar dari portal tersebut, menjerit minta tolong dengan penuh terlunta-lunta.

Kepala Sekolah Clay mematikan rekaman tersebut. Sengaja beliau menyamarkan mengenai identitas dua orang tersebut. Menatap para pengajar yang menelan ludah.

"Mungkin bagi kalian itu hal sepele. Tapi berkat portal itu, sudah ada korban jiwa berjatuhan. Pengajar bernama Skye Cooper dan siswi bernama Adeline Cook. Keduanya tewas diserang oleh monster dari portal tersebut."

Bisikan suara terdengar di tiap dua sisi berlawanan. Terkecuali Profesor Read dan Profesor Tristan yang duduk sembari kedua tangan dilipat. Sedangkan Profesor McCoy mengangkat tangan kanannya. Menatap Kepala sekolah Clay.

"Jika anda sudah mengetahuinya, kenapa kami semua dipanggil kemari?"

"Itu karena portal tersebut bernama Unknown Origin. Portal itu harusnya ada untuk para petualang dan penyihir tingkat tinggi. Apa kalian tidak merasa curiga dengan keberadaannya?" ucap Clay menaruh cangkir di atas piring kecil, menatap para pengajar yang sedari tadi membisu barusan.

Beliau sudah tahu menyadari Unknown Origin. Sekaligus ingin mengetes sejauh mana kepahaman mengenai portal itu, gumam Read dalam hati. Melirik Profesor Watts dan Profesor Tristan dengan serius. Percakapan itu menghasilkan suatu kesimpulan tidak biasa. Apalagi, belum ada bukti kuat atau fisik di mana portal itu berada.

"Namun satu hal pasti, portal itu akan berbahaya bagi para siswa maupun pengajar karena bisa merenggut orang-orang yang kita sayangi. Oleh sebab itulah, saya memanggil kalian semua untuk mencarikan solusi yang tepat."

Sebuah angkat tangan dari salah satu pengajar. Mereka memperhatikan pengajar yang mengangkat tangan kanan. Seorang laki-laki berusia 30 tahunan, berambut coklat dengan keriput di sekitar pipinya. Name tagnya tertera Abdul Khan dengan gelar Profesor termuda untuk saat ini. Berkulit timur tengah dengan kedua bola matanya terbuka.

"Apakah anda sudah memberitahukan ini kepada Komite Akademi seluruh dunia perihal insiden ini?" tanya Abdul.

"Tidak. Komite Akademi belum tahu soal ini. Karena jika mereka tahu, Kerajaan akan mengambil tindakan berupa menutup portal atau menyerang secara frontal tanpa tahu seperti apa di dalamnya. Bagaimanapun juga, kita tidak bisa mengambil tindakan gegabah."

Tiba-tiba, seorang perempuan tua mengangkat tangan kanan. Mengenakan topi penyihir bundar dengan raut wajah berkeriput. Berbadan gemuk dengan membawa sapu tangan di atas meja. Pelayan yang ada di sampingnya menyuguhkan air mineral perihal beliau sering haus. Rambutnya sudah beruban dan seringkali dikira seorang nenek penyihir karena wajah buruk rupa. Walau demikian, tidak ada seorang pun yang meremehkan beliau jika menyangkut sihir.

"Kepala Sekolah Clay, apa sebaiknya kita beritahukan ini kepada orang tua siswa mengenai ini?"

"Untuk saat ini kita tidak bisa."

"Alasannya?"

"Seperti yang saya katakan. Kita tidak tahu isi dalam portal tersebut. Kalau pun tahu, tentu tidak akan berakhir tragedi seperti pengajar Skye Cooper atau siswi Adeline Cook. Mereka berhak mendapatkan masa mudanya sebelum direnggut oleh seseorang."

"Seseorang kata anda bilang? Siapa yang berani membunuh mereka?"

Kepala Sekolah Clay menatap pada Profesor Tristan. Sepertinya, luka lama masih membekas dalam diri beliau. Kedua telapak tangan digenggamnya. Berusaha untuk menahan amarah yang dia rasakan dalam insiden tersebut. Menarik napas panjang. Dikeluarkan secara perlahan. Berpikir tidak ada gunanya menyembunyikan kebenaran di hadapan para pengajar. Ketika Profesor Watts sudah memberitahukan kepada beliau mengenai Astraldi, maka Profesor Tristan akan menjelaskan mengenai insiden tersebut. Tepat saat bersuara, jendela tertutup rapat beserta sihir anti suara. Bersifat rahasia dan tidak berani ada yang membocorkannya.

"Makasih Kepala Sekolah Clay. Aku akan menceritakan mengenai Edgeville Incident yang kualami sebelum mengajar di sini. Saya harap, informasi ini berguna apabila Astraldi mengincar para siswa dan pengajar kemari."