webnovel

Chapter 09

"Ke mana perginya si brengsek itu?"

Pembuli pertama bernama Andrew Webb celingak-celinguk melirik sekitarnya. Berambut coklat dengan paras tampan, dengan mudah didekati kalangan bangsawan termasuk gadis-gadis yang bersekolah karena kedekatannya dengan Prince Elliott. Serta memiliki kapasitas sihir yang menjanjikan. Belum termasuk koneksi keluarganya Duke of Robert, menjadikan Andrew sebagai ahli sihir untuk menggantikan ayahnya Thomas yang pensiun beberapa tahun mendatang. Menggunakan tongkat sihir dari pohon termahal, Klarch. Pohon itu memiliki kemiripan dengan beringin. Hanya saja, akar-akarnya menjulang ke pohon lain dan dapat meregenasi. Serta pohon itu memiliki keunggulan berupa menyembuhkan penyakit berbahaya. Walau demikian, untuk mendapatkannya dibutuhkan mengambil biji dari pohon keramat Elf yang tidak ditinggali. Yaitu Tenderpeach. Batang pohonnya mekar seperti bunga beringin. Tetapi menyala-nyala seperti pelangi. Jika dipetik, daun itu akan berganti sesuai keinginannya. Biji itu nantinya akan ditanam pada musim semi dan membutuhkan waktu tiga sampai lima tahun untuk tumbuh besar. Pohon Klarch akan tumbuh batangnya dan diambil bahan materialnya sebagai tongkat hingga mendapatkan kekuatannya.

Sarung tangan putih selalu digunakan oleh Andrew dengan nada angkuh. Enggan berbincang dengan kalangan ke bawah karena menurutnya menjijikkan.

Pria kedua bersama Andrew bernama Zack Marsh. Sama-sama memiliki paras yang tampan dengan dia. Yang membedakan adalah rambut merah yang dicat dan selalu gonta-ganti wanita. Dia punya prinsip untuk mengejar napsu semata. Termasuk wanita kalangan ke bawah karena kepolosannya. Sangat berbeda dengan bangsawan. Zack bersikap demikian dilindungi oleh Pangeran Elliott. Selama ada wanita yang hendak menuntutnya, keluarganya akan diancam dibunuh atau sebaliknya. Mengakibatkan wanita-wanita yang tersakiti tidak berani berbuat jauh. Serta memiliki tongkat yang sama dengan Andrew walau dicat berwarna merah.

Pria ketiga adalah Glenn Mills. Selalu mengenakan kacamata bundar dengan melotot tajam dan tidak suka dengan orang benar-benar bodoh. Dia selalu berdebat sama orang-orang yang di bawah IQ Glenn. Sebuah potensi yang harusnya dipoles, malah digunakna untuk mendekati kalangan bangsawan yang korup. Serta dijanjikan akan dinikahi dengan tiga gadis sekaligus asalkan wajib memiliki koneksi dengan dua pangeran. Yang terakhir tidak ada yang tahu kecuali Pangeran Elliott dan Walter. Hanya tertutup jubah meski mengenakan seragam sekolah akademi Daponia. Pergerakan dia seperti sosok bayangan yang terus bersembunyi. Hawa keberadaan yang selalu menghilang tanpa jejak, membuat susah untuk sekedar berkomunikasi.

Ketiganya selalu bersama dengan Pangeran Elliott ketimbang Walter. Selain karismatik, dia juga menjanjikan pada ketiganya berupa pangkat, harta dan wanita. Mereka bertiga sudah saling kenal sejak berusia 5 tahun melalui koneksi keluarga paling dekat.

Ke mana-mana dia selalu membuli orang-orang miskin. Bahkan sampai membeli barang mahal sekali pun. Walau demikian, ketiga orang itu melalui tes yang tidaklah mudah. Nasib Glenn bisa dibilang beruntung karena memiliki kemampuan sihir yang cepat dibandingkan Andrew yang mengandalkan kapasitas sihirnya. Sedangkan Zack mengandalkan kekuatan fisik untuk melindungi Kerajaan. Satu persatu mereka mengalahkan musuh dalam usia 5 tahun. Usia itu bisa dibilang paling suram bagi anak-anak seusia Pangeran Elliott. Terutama kalangan bangsawan. Untuk mengamankan posisi mereka dalam kasta tertinggi, segala cara mereka digunakan. Bahkan menyingkirkan musuh sekali pun. Termasuk orang tua Zack dan Andrew mengirimkan delegasi melalui anaknya.

Dalam sebuah latihan sebelum tes berlangsung, Andrew menarik napas dalam-dalam. Tongkat yang dia pegang, penuh keringat. Lalu tongkatnya diputar membentuk sebuah lingkaran. Keluarlah semburan air. Tetapi, tidak mengenainya. Rasa kesal dalam lubuk hati Andrew. Amarah yang menggebu-gebu karena tidak sesuai keinginannya. Dia melihat peserta bernama Zack, mengacungkan tongkatnya ke target. Sihir yang digunakan berupa kobaran api yang besar. Tetapi tidak mengenai target. Semprotan itu melaha mengenai batang pohon besar hingga terbakar. Andrew pun mengambil tindakan pencegahan brupa menyemprotkan air hingga padam. Hasilnya, batang pohon itu menghitam. Semprotan tersebut mulai mengecil. Napas kedua tidak karuan. Membungkukkan badan karena tidak kuat berdiri tegap dan mengalami kelelahan. Keringat bercucuran lagi di sekujur wajahnya. Melotot tajam pada target yang tidak kunjung kena. Zack membanting tongkatnya. Frustasi karena tidak berhasil mengenai target.

"Brengsek!"

"Zack. Tidak perlu semarah itu."

"Aku benci latihan kayak begini! Apa sebaiknya diajarkan menggunakan pedang daripada mainan konyol ini!" racau Zack menggenggam erat tongkatnya.

Andrew melirik pada Glenn penuh sombong, telah berhasil mengalahkan mereka berdua. Kepalan tangan kanan melotot tajam, memancarkan aura kemarahan berwarna merah dalam dirinya.

Sementara itu, Pangeran Elliott menatap para peserta yang hendak menjadi kacungnya. Total ada 40 orang terpilih, sedang menjalani tes dari Kerajaan.

Pangeran Elliott melihat dari dalam istana. Beberapa detik berselang, dia masuk ke dalam jendela. Melewati para pelayan yang berdiri jejer dekat karpet merah. Pangeran Elliott mengenakan baju megah dengan kerah putih bergaris. Warna dominan antara merah dan biru serta celana ketat putih. Ke mana-mana membawa pedang berukuran mini yang sudah ditempa mengkilap. Menampilkan sosok dirinya. Salah satu pelayan bernama Sebastian membungkukkan badan. Berambut putih dengan kumis tebal dan dicukur rapi. Mata sebelah kanan dipasang kaca lensa disertai rantai emas mengikat di tungku telinganya. Sarung tangan putih dipasang saat bertemu dengan Pangeran Elliott.

"Pangeran, tes apa yang anda berikan kepada mereka?"

"Tidak perlu tes. Aku sudah tahu siapa yang terpilih."

"Anda tidak bisa melakukan itu. Jika anda memilih seenaknya, akan ada rumor mengenai Pangeran yang pilih-pilih teman."

Pangeran Elliott berdecak lidah. Kedua telapak tangannya menyentuh pinggang. Mahkota dia terpasang di samping kiri. Memberikan secarik kertas kepada Sebastian. Betapa terkejutnya beliau membacanya. Menyebutkan nama Andrew, Zack dan Glenn. Sebastian mendongak pada punggung Pangeran Elliott, pergi menuju ruang istana. Tempat Raja sedang istirahat. Di sisi lain, para pelayan sedang membisikkan sesuatu mengenai tingkah laku Pangeran Elliott. Sebastian melotot tajam pada pelayan yang menggosip. Mereka pun pergi pamit, meninggalkan ruangan dan melanjutkan kerjaan lain. Helaan napas sembari memejamkan kedua bola matanya.

"Pangeran, saya harap anda tidak salah memilih pengawal yang setia nantinya."

Hanya kalimat itulah yang terlontar dari mulut Sebastian. Mendongak pada langit yang berubah mendung. Berharap badai segera berlalu. Suara petir menggelegar.

~o0o~

Di masa sekarang, ketiga pembuli melihat dari kejauhan. Sosok pemuda berambut perak sedang memohon pamit. Menutup pintunya bergegas ke suatu tempat. Ketiganya lantas bersembunyi sambil menunggu waktu yang tepat. Derapan langkah cepat dari pemuda berambut perak, mengeluarkan tongkat dari sakunya.

Setelah Issac melewati dua arah persimpangan, para pembuli bergegas mengikuti Issac dari belakang. Sewaktu berada di tengah jalan, ada jalan misterius telah menanti mereka. Seperti benda magnet yang hendak menarik dirinya. Salah satu pembuli tidak sengaja menyentuh sebuah pintu menuju dungeon Unknown Origin. Andrew menyentuh knop pintu tersebut. Terhisaplah mereka ke dalam suatu tempat.

Andrew melirik sekitarnya. Dinding yang begitu tebal dan memiliki permukaan lantai dari kayu. Dia menggelengkan kepala. Kembali fokus karena merasa dirinya berada di dalam sebuah tempat tidak diketahui. Suasananya mencekam. Mendengar suara burung gagak di sekitarnya. Air liur Andrew ditelan ke dalam kerongkongan. Kepalanya selalu mendongak ke atap langit ruangan. Dia melihat Zack dan Glenn terkapar di lantai. Andrew jongkok menghampiri wajah mereka, menamparnya berkali-kali.

"Cepat bangun!"

Tamparan dari telapak tangan Andrew terus menerus dilakukan hingga pipi mereka memerah. Suara orchestra terdengar menggema kencang. Jantung Andrew berdegup kencang. Napasnya semakin tidak beraturan. Suara banteng berdengus sembari membawa sebilah kapak yang digenggamnya. Tubuh dia bermutasi besar. Kulit-kulitnya memiliki cabang ranting pohon dari kayu berwarna hitam.

Zack dan Glenn membuka kedua kelopak matanya. Mereka melihat dua kaki makhluk sejenis banteng raksasa. Kedua mata mereka terbelalak syok. Langsung bangkit berdiri sembari berteriak kencang. Suara banteng itu memanggil para undead yang baru saja dibangkitkan.

Undead yang terdiri dari tulang belulang yang sudah meninggal atau jasad yang belum sempat dikebumikan. Bergerak terbatas sembari menatap monster berwujud banteng. Tubuhnya gemuk dan menyisakan helmet tanpa wajah. Berteriak lantang menandakan para undead menyerang mereka. Andrew, Zack dan Glenn berteriak kencang. Mereka bertiga berlari sekencang-kencangnya. Membuka pintu di luar. Mereka pun dikejar-kejar oleh para undead. Erangan dari rahang mereka, menebas Andrew. Tetapi, pemuda itu menghindar dengan cepat.

"Apa-apaan dengan tempat ini?" teriak Zack melihat lorong yang dipenuhi banyak dinding aneh.

"Aku tidak tahu! Tapi jika kuprediksi, monster itu adalah penjaganya."

Namun prediksi dari Andrew benar-benar salah. Pasalnya, dia sendiri juga tidak tahu apakah monster berkepala banteng adalah penjaga yang sesungguhnya atau bukan. Andrew asal menebak aja.

Ketiga pembuli itu berlari tanpa henti. Menoleh ke belakang karena terus dikejar. Hingga mendapati jalan buntu di depan mata. Zack pun mengacungkan tongkatnya. Membacakan mantra dengan teriakan lantang. Kobaran api menyebar hingga membuat dinding tebal. Panas menyengat dan membakar pakaian lusuh dari para undead. Tetapi itu belum cukup untuk mengalahkan mereka. Zack menyuruh Andrew dan Glenn untuk berlari. Tetapi Glenn ingin menunjukkan taringnya sebagai petarung.

Glenn yang tidak ingin berlari layaknya seorang pengecut, melawan para undead. Tongkat miliknya diayunkan, menyilaukan mereka. Kilatan cahaya itu telah mengurangi indera penglihatan mereka. Kemudian, Glenn mengambil langkah inisiatif untuk menyerang balik. Yaitu mengambil sebuah orb di dalam bagian dadanya. Tarikan dari kedua telapak tangan begitu keras. Hingga suara retakan tulang terdengar dari dua undead. Sebuah pedang mengarah dari belakang Glenn. Dia melompat sembari melangkahkan kedua kakinya untuk mundur.

Tarikan napas cepat sembari mengambil sebilah pedang yang usang. Mengayunkannya secara horizontal. Erangan dari mulut Glenn, memotong tiap undead yang menerjangnya. Tidak peduli sekuat apapun mereka, jika berbenturan dengan benda tajam, pada akhirnya akan hancur dengan mudah. Tulang-tulangnya berjatuhan. Glenn pun mengaktifkan sihir pemanggilan sementara. Yaitu memanggil monster golem yang terdiri dari tulang belulang patah. Mereka pun mencengkram pedang, memotong kepala hingga suara tulang berjatuhan. Glenn pun mundur ke belakang. Ada anak tangga di bawahnya. Dia pun menuruni tangga. Keringat bercucuran pada wajahnya.

Bagi Glenn, tempat itu merupakan sarana yang pas untuk melatih kemampuannya. Akan tetapi, dia tidak begitu mengenal lebih dalam. Hanya ada tiga buah barel berisikan peledak. Dindingnya cukup tebal. Cukup untuk menahan beban berat yang ada di atas. Dia mencari sesuatu untuk menghancurkan mereka. Glenn melirik sekitar. Hanya ada barang-barang usang seperti senjata sudah keropos, rak yang terbelah hingga lantai berlubang di mana-mana. Glenn melihat sebuah peti dalam keadaan tidak terkunci. Dia membuka isinya. Tidak ada apapun di dalamnya. Lidah Glenn berdecak kesal. Serbuk-serbuk dari atap mulai mengenai pakaian seragam yang dikenakan Glenn. Dia pun mundur ke belakang. Melihat ada tulisan bahaya peledak. Saat itulah, dia memiliki sebuah rencana. Suara retakan dari atap terdengar nyaring. Hancur seketika atapnya. Menyisakan reruntuhan beserta lubang menganga di sana. Glenn mengacungkan tongkatnya ke depan. Membacakan sebuah mantra api pada tiga buah barel. Langkah hentakan kaki dari monster berkepala banteng mendekatinya. Tepat saat mulai melewati barel, Glenn mengaktifkan sihir pelontar api. Mengenai barel tersebut. Dia pun berlari menuju sebuah koridor. Ledakan dahsyat menanti.

Glenn merundukkan kepala dan badannya, dalam posisi tengkurap. Takut terkena sebuah reruntuhan mengenai dirinya. Baru beberapa detik berselang, suara itu mulai menghilang. Glenn pun bangkit berdiri sambil berlari kencang. Dia melihat Andrew dan Zack berlari ke arah bersebelahan. Melambaikan kedua tangannya sambil berpose keren. Tetapi respon yang didapat berupa cibiran dari Andrew dan Zack.

"Dasar bodoh! Pamernya nanti saja! Kita harus segera berlari!" teriak Zack.

"Diam kau Zack! Aku ini Glenn Mills! Glenn yang—"

Tiba-tiba, sosok monster itu mengayunkan kapaknya. Membelah tubuh Glenn menjadi dua bagian. Tubuhnya tersungkur ke tanah beserta darah bercucuran mengenai bajunya. Sedangkan bagian atasnya terlempar ke langit. Andrew dan Zack tidak bisa menyembunyikan ketakutannya. Mereka berdua langsung berlari sekencang-kencangnya.

Monster berkepala banteng melotot tajam pada kedua pemuda itu. Dia memerintahkan para undead untuk mengejar. Mereka masuk ke dalam kubah benteng. Ada sebuah tangga menuju lantai atas. Zack dulu menaikinya. Andrew mencoba mengacungkan tongkatnya. Keringat bercucuran dingin di sekitar wajahnya. Napasnya memburu dan pendek-pendek. Matanya melebar karena apa yang barusan lihat merupakan kejadian sesungguhnya. Monster itu telah membunuh Glenn.

"Cepatlah naik!" teriak Zack mengulurkan tangannya.

Saat Andrew menerima uluran tangan, dia mendongak kepalanya. Mundur ke belakang dengan mata terbelalak. Zack tidak paham dengan reaksi tersebut. Hingga dia mendengar suara dengusan dari arah belakang. Kepalanya menoleh ke monster berkepala banteng. Tanpa ampun, dia memenggal kepalanya. Tubuhnya langsung tergeletak di lantai. Sedangkan kepala terlempar ke dinding hingga hancur menyisakan banyak darah dan organ-organ lain seperti mata dan poni rambut.

Teriakan dan jeritan Andrew melengking. Dia melirik para undead yang tiba-tiba muncul. Suara mengerang dari mereka membuat Andrew mundur. Kedua kakinya secara refleks ke belakang. Sampai punggungnya bersandar di dinding.

"Selamatkan aku!" jerit Andrew memejamkan kedua bola matanya.

Tiba-tiba, suara tembakan berupa shotgun terdengar kencang. Menghancurkan beberapa undead. Andrew mendengar kembali sebutir peluru dimasukkan ke dalam senapannya. Ditembakkan kembali ke undead yang tersisa. Sedangkan satunya mencengkram tombak berwarna hitam. Menusuk orb yang menyala-nyala. Sebuah uluran tangan dari sosok Andrew yang kenal. Seorang laki-laki yang baru saja dia buli bersama dua rekannya, Zack dan Glenn.

"Issac … tidak mungkin."

"Tidak ada waktu untuk diam. Cepat pergi dari sini!"

Suara dengusan monster berkepala banteng bergemuruh. Membangkitkan para undead secara langsung. Di samping Issac, pedang gergaji alias Saw Sword digenggam erat oleh Reynold.

"Bersiaplah kawanku. Kalian akan kedatangan pemburu dari neraka Dewa Ila!" ucap Reynold menyeringai.

Issac mengerutkan keningnya. Bisa-bisanya dia mengatakan sesuatu yang lucu kala berhadapan dengan segerombolan monster. Tidak ada pilihan lain kecuali menyerang para undead dan monster berkepala banteng. Sementara itu, Andrew memilih bersembunyi di balik dinding itu. Mengamati Issac dan Reynold dari belakang.