webnovel

11. On The Road

Note: sebelum baca cerita ini, dengerin dulu deh lagu Nidji yang judulnya Sumpah Mati yaaa. Biar berasa feelnya.

***

Selama napasku berhempus

Hanya kamu di dengarku

Selama mataku memandang

Hanya kamu cinta matiku

Dengarlah dirinya rintihan hatiku

Yang terbalut dengan doaku

Inilah sumpahku dengarlah dunia

Sumpah mati sumpah (sumpah)

Sumpah mati (sumpah mati)

Sumpah mati aku hanya untukmu

Selengkapnya cek di gugel.

***

Lagu yang dibawakan Nidji tersebut mengalun pelan di dalam mobil yang ditumpangi Syean. Mereka berdua larut dalam kesyahduan lagu tersebut. Bahkan Syean merasakan matanya panas dan seolah-olah air matanya bakal bercucuran membasahi pipi mulusnya. Lagu itu benar-benar menyentuh kalbunya yang paling dalam. Apalagi kalau dia ingat filmnya. Sedih hayati bang!

Lain lagi dengan Dean. Dia merengut dan wajahnya menunjukkan kekesalan. Bagaimana tidak kesal, lagu pilihan Syean itu sungguh membuat kupingnya bermasalah. Lagu mellow-mellow seperti itu bukan kesukaan Dean. Semakin diputar itu lagu semakin membuat urat-urat syaraf di kepala Dean menggelepar seperti kesetrum.

Dan ketika Giring (vocalis) sampai di ending lagu, Dean menghembuskan napas lega. Bahkan dia sampai mengucapkan alhamdulillah berkali-kali. Sementara Syean tidak kuasa membendung kesedihannya. Air mata yang berusaha dia tahan supaya tidak keluar akhirnya jebol. Bahunya terguncang-guncang menahan isak tangis.

Dean jadi kasihan. Benar-benar parah ini cewek. Hanya dengan mendengarkan lagu sedih seperti ini sampai membuat dia berhamburan si air mata. What the hell with her???

Dean meraih tisu dan menyerahkannya ke Syean yang masih sesenggukan. Ingus Syean sudah ambil bagian dalam acara tangis menangis penuh sensasi tersebut. Setelah mengelap air mata dan ingusnya, dia menyerahkan tisu kotor tersebut ke Dean. Dan Dean dengan jijiknya melemparkan itu tisu keluar melalui jendela yang terbuka.

"Lu kaga' nanya kenapa gue nangis? Tega lu ya diemin gue? Gue lagi sedih begini dan respon lu diam doang? Lu jahat!" Syean berkata dengan suaranya yang serak. Sesekali masih sesenggukan. Dean memutar biji matanya.

"Syean kenapa menangis? Sedih ya dengar lagunya?" Suara Dean manis sekali walau dia bertanya dengan bibir dicebikkan.

"Lu kaga' ikhlas nanyanya! Gue tambah sedih! Hiks hiks hiks! Tidak ada yang peduli dengan kesedihan gue! Hiks hiks hiks!" Syean kembali menangis. Kali ini pakai acara batuk-batuk sadis.

Dean menghentikan mobilnya dan menepi di mana pemandangan sawah yang menghijau terlihat begitu indah. Menatap Syean dengan pandangan penuh tanda tanya dan meraih tangan Syean, membelainya lembut.

"Walau gue tidak nanya kenapa lu nangis, bukan berarti gue kaga' peduli. Bagi gue ketika seseorang menangis, gue tidak bakalan nanya-nanya. Karena mereka pasti akan menjawab dengan penuh emosi. Tidak dengan pikiran yang tenang. Jadi gue memberi lu waktu buat menangis biar hati lu tenang. Kalo lu udah tenang baru deh gue kepo! Apa sekarang lu udah tenang? Belumkan?"

Syean menggigit bibirnya. Tangan Dean yang menggenggam jemarinya membuatnya melambung. Ada juga gunanya gue menangis. Sentuhan Dean hangat coy. Nikmat-nikmat gimana gitu! Hihihi.

Syean membersihkan kembali wajahnya dengan tisu. Menarik napas dan mengeluarkannya pelan-pelan.

"Udah tenang sekarang?" Dean mengelus kepala Syean lembut. Kembali gadis tersebut kelojoton senang seperti ayam kena sembelih.

Syean memgangguk dan tersenyum dengan sangat manisnya.

"Sekarang, ayo cerita!" Dean menopang kepalanya dengan tangan kirinya menempel ke bantalan kursi. Matanya yang tajam menatap ke arah Syean yang mulai bersiap-siap memberikan sebuah talk show. Setelah memulai dengan ucapan salam, dan puji-pujian kepada Tuhan, Syean mulai bercerita.

"Gini Dean! Ini bukan tentang gue. Ini tentang sahabat gue. Yang sekarang sudah tenang di alam sana. Amin!" Syean berhenti sejenak. Mencoba melihat ekspresi Dean. Dean merasa Syean kali ini serius. Dia memantapkan kupingnya dan memperbaiki posisi duduknya.

"Namanya Hayati. Dia tinggal di sini. Di kawasan Batipuh ini. Dimana mobil gahar lu nangkring di tepi jalan ini dengan gagahnya. Wow! Coba lihat, hamparan sawah yang membentang ini, dengan padi yang menghijau, sungguh sangat menyegarkan mata. Iya, di kawasan ini sahabat gue itu tinggal. Dia termasuk keluarga terpandang di kampung ini, Dean. Cantik, baik dan menjadi idola para lelaki di sini!" Syean menahan napas sejenak. Mengangkat kepalanya karena berusaha membuat air matanya tidak lagi menetes. Dean menggenggam tangan Syean. Berusaha menguatkan hati Syean untuk melanjutkan ceritanya.

"Namun, kisah cintanya tidaklah semanis rupanya. Suatu hari dia berkenalan dengan seorang pemuda yang datang dari Makasar yang menetap di kampung Batipuh ini. Namanya Zainudin. Zainuddin juga sangat tampan. Serasilah jika disandingkan dengan Hayati. Dari awal perkenalan biasa-biasa saja akhirnya berlanjut ke arah yang lebih serius. Mereka berpacaran. Hubungan mereka akhirnya diketahui oleh keluarga Hayati. Dan oleh Pamannya, Hayati tidak direstui. Zainudin bukan asli orang Minang walau bapaknya orang Minang. Dan pada puncaknya Zainudin diminta untuk menjauhi Hayati. Hayati sangat sedih. Dia begitu cinta kepada Zainudin dan berjanji akan menunggu Zainudin kembali untuk menjemputnya. Zainudin akhirnya pindah ke Padang Panjang. Dan suatu hari Hayati pergi ke rumah temannya di Padang Panjang untuk menonton pacuan kuda. Di sana dia akan bertemu dengan Zainudin. Tak terkira senangnya hati Hayati. Begitupun dengan Zainudin. Namun apa lacur, kakak temannya itu, Aziz jatuh cinta pada Hayati. Terjadilah persaingan antara Zainudin dan Aziz!"

Syean berhenti sejenak. Dia melihat Dean masih sabar mendengarkan ceritanya. Malah terlihat begitu antusias.

"Terus?"

"Zainudin datang melamar Hayati. Namun keluarga besar Hayati menolak. Alangkah hancurnya hati Zainudin. Dan disaat bersamaan datang lamaran dari Aziz. Lu bisa nebakkan gimana akhirnya nasib teman gue itu?" Syean membuang pandangannya ke belakang. Tersenyum geli. Lalu mengambil sebotol minuman. Menyesapnya dengan tenang.

"Jadi teman lu itu akhirnya nikah sama Aziz? Duh, kadang gue kaga' ngerti deh! Di zaman yang sudah maju seperti sekarang ini masih saja ada yang memaksakan kehendak. Walau itu katanya demi kebahagiaan si anak. Kalo cocok syukurlah, tapi kalo tidak? Bisa menderita itu teman lu!" Dean menghembuskan napas kesal. Mengambil botol minuman dari tangan Syean dan meminumnya dengan cepat. "Terus sekarang gimana kabar teman lu itu?"

"Dia sudah mati!"

Dean tersedak mendengar jawaban Syean. "Kenapa bisa? Tragis amat hidupnya!"

Syean dalam hati tertawa terpingkal-pingkal. Ya ampun, ini orang emang kaga' update ya?

"Iya, jadi pas Hayati merit sama Aziz, Zainudin sakit hati. Bahkan dia hampir saja mati karena begitu rindunya sama Hayati. Tapi mau gimana lagi? Hayati sudah jadi bini orang. Akhirnya Zainudin pergi ke Jakarta. Bekerja sebagai seorang penulis. Dan lu tau kaga', novel karangan si Zainudin ini best seller. Dan Hayati sangat suka dengan cerita dalam novel tersebut. Hayati tidak tahu kalau pengarangnya itu Zainudin. Karena Zainudin tidak memakai namanya di cover novel tersebut. Cuma inisial Z doang. Karena novel tersebut berisi perjalanan hidup Zainudin. Bagaimana dia diusir dari kampung hanya gara-gara mencintai bunga desa. Selepas sukses di Jakarta, Zainudin pindah ke Surabaya. Suatu hari, Aziz dimutasi ke Surabaya. Di sana Aziz menunjukkan belangnya. Suka main perempuan dan hobi berjudi. Di Surabaya Hayati dan Aziz mendapatkan undangan dalam acara opera yang diadakan oleh Zainudin. Alangkah kagetnya mereka ketika tahu siapa pengarang berinisial Z tersebut dan Hayati serta Aziz ternganga melihat betapa megah dan besarnya rumah Zainudin. Zainudin masih sangat mencintai Hayati. Tidak ada perempuan lain selain wanita itu. Sedangkan Aziz dari hari ke hari semakin tidak terkontrol. Dia bangkrut dan terusir dari kontrakan. Dan akhirnya mereka berdua ditampung oleh Zainudin. Aziz semakin gelap mata. Ketika dia bekerja di suatu tempat,dia merasa sangat tidak berguna. Dan di tempat penginapan, dia mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri!"

Syean sampai ngos-ngosan menceritakan kisah ini ke Dean yang terlihat semakin antusias.

"Apa gue bilang? Perkawinan yang dipaksakan itu hanya membuat kehancuran. Dasar lelaki goblok! Mau saja merit dengan perempuan yang tidak mencintainya!" Dean mengepalkan tinjunya. Sangat kesal.

"Bagi gue, matipun Aziz tidak masalah. Setidaknya Hayati bisa hidup tenang. Tapi perlakuan Zainudin kepada sahabat gue itu, membuat gue mau nangis lagi, Dean! Hiks hiks hiks!"

Syean kembali menangis. Dean membawa Syean ke dalam pelukannya. Membelai punggung Syean dengan lembut. Hati Syean bersorak-sorak gembira. Hore! Hore! Hore!

"Jangan dilanjutin jika itu hanya akan membuat lu sedih. Sudahlah, gue tidak mau lu mengenang sesuatu yang akan membuat air mata membasahi wajah cantik lu!" Dean mengusap air mata di pipi Syean. Syean menggenggam tangan Dean dan berkata,

"Tidak! Lu harus dengar cerita ini sampai tuntas, Dean. Karena siapa tahu, suatu saat jika gue tidak ada, lu bisa kenang cerita Hayati dan Zainudin ini!"

"Lu ngomong apa sih? Horror tau! Ya udah lanjutkan!" Dean menepuk bahu Syean. Kembali berusaha menguatkan pondasi jiwa Syean yang rapuh.

"Hayati bilang ke Zainudin kalau dia masih cinta sama Zainudin. Dan dia rela mengabdikan hidupnya pada Zainudin. Tapi Zainudin terlanjur terluka. Dia ingat bagaimana Hayati mengkhianatinya. Zainudin malah membelikan tiket kapal untuk Hayati pulang ke Padang. Hayati merasa sangat sedih. Dia tidak menyangka kalau Zainudin akan mengusirnya sedemikian rupa. Bahkan disuruh pulang dengan kapal laut. Padahal zaman sudah modern kenapa tidak disuruh pulang dengan pesawat? Itu yang sangat gue sesalkan. Dalam pelayarannya. Badai besar menghantam kapal yang ditumpangi oleh Hayati. Hayati memasrahkan jiwanya. Memasrahkan napasnya kepada sang pemilik takdir. Dan lu tau, Dean? Kapal Hayati karam!" Syean kembali menggerung. Dean merasakan kepedihan hati Syean. Dean tak kuasa menahan kesedihannya. Dia ikut menangis dalam pelukan Syean. Mereka menangis dengan keharuan masing-masing. Kalau Dean benar-benar merasa terharu dengan nasib temannya Syean, sedang Syean menangis terharu karena dipeluk-peluk oleh Dean. Sungguh keharuan yang sangat berbeda.

Setelah mereka berdua tenang Syean kembali melanjutkan ceritanya,

"Zainudin merasa menyesal dengan kepergian Hayati. Dia tidak ingin Hayati pergi. Lalu dia bergegas menyusul ke pelabuhan ketika mendengar kapal yang ditumpangi Hayati karam. Tapi apa lacur, yang dia temui hanyalah sesosok tubuh yang sedang berjuang antara hidup dan mati. Zainudin menjerit, memohon agar Hayati tidak meninggalkannya. Tuhan berkehendak lain. Sahabat gue meninggal dalam pelukan Zainudin. Dia meninggal Dean. Hiks hiks hiks....!"

Keharuan menyelimuti mereka berdua. Dean tidak mampu menahan kesedihannya. Dia berjanji di dalam hati, gue akan selalu jaga lu, Syean. Gue akan selalu membuat lu bahagia! Ya Tuhan, sedih sekali cerita sahabat Syean tersebut.

Setelah sekian lama terdiam. Syean dan Dean kembali menata hati.

"Jadi apa hubungan cerita lu tersebut dengan lagunya Nidji ini, Syean?"

Syean yang sedang minum tersedak. Mati gue!

Tapi bukan Syean namanya kalau tidak bisa memberikan alasan,

"Karena lirik lagunya itu mengingatkan gue pada kisah cinta Hayati. Udah, ya, bahasnya. Gue capek dan lelah, Dean. Kita lanjutkan perjalanan, ya? Sebentar lagi kita nyampe di kampung gue!" Syean segera menutupi wajahnya dengan jacket milik Dean. Dean merasa Syean menyembunyikan sesuatu. Tetapi dia tidak tahu apa. Hatinya bertanya-tanya, apa benar semua yang diceritakan Syean barusan? Hayati dan Zainudin, ihhh nama mereka jadul banget! Jadi penasaran seperti apa rupa mereka! Yahh, setau gue ya, orang Minang sekarang namanya udah keren-keren. Ada William, Randy, Mark siapa lagi yah, pokoknya kebarat-baratan gitu deh! Tapi bisa jadi juga sih, mengingat orang Minang masih kuat adat istiadatnya. Hmm, sepertinya Syean lelah banget. Ya sudahlah, gue setidaknya bisa mendapat pelajaran dari cerita Syean tadi. Hayati yang malang. Gue masih penasaran sama Zainudin, apa dia bisa mencari pengganti Hayati? Hffff.

Memikir sampai disitu, Dean menjalankan mobilnya. Langit memancarkan cahaya lembayung senja. Sekarang mereka melewati Kec. Batipuh. Kata Syean, kalo belok kiri jalannya kurang bagus. Banyak belokan dan agak curam juga. Sementara kalo lurus, jalannya bagus cuma agak jauh dan bisa lama sampai di kampung Syean tapi melewati danau Singkarak. Woow, kapan lagi coba gue menikmati pemandangan danau.

Dean memutuskan untuk tetap lurus. Jalanan terlihat mulus bagai paha perawan yang belum terjamah sentuhan lelaki. Dean menikmati angin sawah yang menelusup melalui kaca jendela mobilnya. Dia mengganti musik-musik mellow yang sedang mengalun di dalam mobilnya. Digantikan dengan lagu-lagunya The Chainsmokers, Don't let me down seketika membuat adrenalin Dean meningkat. Dia memasang kaca mata hitamnya dan mulai ikut bernyanyi. Hentakan musik tersebut membuat jiwa muda Dean menggeliat.

Namun kegaduhan yang diciptakan Dean membuat Syean terbangun. Dan seketika dia terpana melihat Dean yang terlihat begitu tampan. Terlihat asyik bernyanyi mengikuti musik yang sedang berjalan. Tanpa tahu kalau sepasang mata Syean tidak berkedip mengagumi ketampanannya.

Tepat ketika jam menunjukkan pukul setengah enam sore, Dean menghentikan mobilnya di tepian Danau. Cahaya mentari senja merambat lembut membelai wajah Dean.

"Syean, wake up. Kita menikmati senja dulu yuk di tepian danau ini!" Dean menggoyang-goyangkan bahu Syean. Syean pura-pura bangun dan menggeliat. Dia melihat Dean turun dari mobil dan pria tersebut duduk di sebuah batang pohon kelapa yang sudah mati. Kabut terlihat melayang di atas permukaan danau. Bagaimana bisa dengan cahaya mentari yang masih bersinar kabut pun ikut mengapung di permukaan danau. Memang fenomena alam yang sangat aneh. Kekuasaan Tuhan yang tiada duanya.

"Syean, sini duduk di samping gue!" Dean melambaikan tangannya memanggil Syean yang berdiri mematung tidak jauh dari tempatnya duduk.

Dean melihat ada kemurungan di wajah Syean. Ada apa lagi ini? Kenapa dia terlihat sedih?

Syean tidak mendengarkan teriakan Dean. Syean berjalan menuju tepian danau. Beningnya air danau memperlihatkan beberapa ekor ikan berenang dengan santainya. Syean menurunkan tangannya. Menciduk air dengan telapak tangannya.

Lalu dia membasuh mukanya dengan air tersebut. Namun, setiap kali dia mengusapkan air tersebut air mata bergulir membasahi pipinya. Syean terus berusaha menahan tangisnya walau itu membuat bahunya terguncang.

Dean bukannya tidak tahu Syean menangis. Dia membiarkan Syean sibuk dengan perasaannya sendiri. Nanti kalau sudah tenang, Dean akan menemuinya dan memintanya bercerita.

Syean, siapakah diri lu yang sebenarnya?

Dean merasakan bulu kuduknya merinding.