webnovel

Aku adalah Leng Yejin! (1)

Editor: Wave Literature

Sekembalinya ke vila, seorang dokter ternama yang juga merupakan dokter langganan keluarga Leng, tampak menanti di ruang tamu. Ji Yiming, dokter muda yang dikenal sebagai dokter jenius itu segera memeriksa wajah Tong Lu. Setelah memeriksa luka di wajah gadis itu, dia tampak tidak mengatakan sepatah kata apa pun. Luka seperti ini saja kenapa harus sampai memanggilku? Batinnya di dalam hati. Namun dia tetap tidak berkata apa pun, hanya melirik sekilas ke arah Leng Yejin yang tampak duduk di sebelahnya. Melihat wajah pria itu yang tampak menyeramkan, tentu saja dia tidak berani untuk mengeluarkan isi hatinya.

"Ini hanya luka kecil, jadi tidak akan membekas. Aku akan memberimu salep untuk dioleskan pada luka itu, agar besok lukanya dapat kering," tutur Ji Yiming pada Tong Lu. Walaupun lukanya tidak parah, akan tetapi tetap saja butuh mengolesinya dengan salep agar tidak membekas, batin Ji Yiming.

Tong Lu tidak percaya, bagaimana mungkin ada salep ajaib yang memiliki efek secepat itu. Namun dia memilih untuk tersenyum dan berkata, "Terima kasih, Dokter."

Luka di wajah Tong Lu memang hanyalah luka kecil saja, namun Shanshan tampak sangat sedih dan tertekan. Dia tampak memeluk pinggangnya dan sambil cemberut menatap Leng Yejing. "Papa, kenapa papa tidak melindungi mama sih?" protesnya.

Mendengar hal itu, Tong Lu cepat-cepat balas memeluk Shanshan dan berkata, "Shanshan, mama baik-baik saja, Nak."

"Tapi mama kan jadi tidak cantik lagi. Kalau luka itu membekas selamanya dan papa jadi tidak menyukai mama lagi bagaimana?" tanya Shanshan dengan bibir yang mengerucut. Wajah kesalnya entah mengapa terlihat sangat menggemaskan.

Tong Lu tidak dapat berkata apa-apa mendengar perkataan anak perempuannya itu. Dia benar-benar tidak paham bagaimana bisa anak kecil di hadapannya ini selalu mengatakan hal-hal mengejutkan seperti itu. Entah dari mana anak itu mempelajarinya. Dia pun meremas wajah Shanshan dan berkata, "Bukankah tadi paman dokter mengatakan bahwa luka di wajah mama ini tidak akan membekas?"

"Apa itu benar paman dokter?" tanya Shanshan sambil menatap Dokter Ji Yiming dengan tatapan mencari kebenaran dari perkataan ibunya itu.

Ji Yiming meraih wajah Shanshan dan menggoda gadis kecil itu, "Tentu saja. Luka di wajah ibumu tidak akan membekas. Tapi paman punya cara yang lebih efektif dan cepat untuk menyembuhkan luka di wajah ibumu itu. Coba biarkan papa dan mamamu tidur bersama malam ini, mungkin dengan begitu luka di wajahnya dapat sembuh dengan segera."

Tong Lu sedikit kesal mendengarnya saat mendengarnya. Dokter di hadapannya ini jelas-jelas tampak seperti pria bangsawan yang begitu charming dan menawan. Bagaimana mungkin kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah perkataan semacam itu? Batinnya tidak habis pikir. Dia pun tidak tahan untuk tidak melirik ke arah Leng Yejin. Dilihatnya wajah pria itu juga sangat tidak sedap dipandang.

Shanshan memutar bola matanya dengan ekspresi kesal. "Paman, meskipun aku masih kecil dan tidak mengerti apa-apa, namun apa perlu paman sampai membohongiku seperti ini?"

"Paman tidak membohongimu. Sebaiknya kamu coba saja untuk membuktikannya," kata Ji Yiming penuh kepercayaan diri. Sambil berbicara dengan Shanshan, dia menyempatkan diri melirik ke arah Leng Yejin tanpa takut akan tatapan membunuh dari mata pria itu. Dia hanya berharap agar Leng Yejin menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk membuktikan apa yang pria itu katakan padanya waktu lalu. Dia berharap Leng Yejing dapat membuktikan apakah pria itu dapat menyembuhkan orang lain melewati hubungan badan.

Tong Lu benar-benar ingin mengusir dokter yang leluconnya sama sekali tidak lucu dan cenderung kelewatan itu. Namun ketika dia hendak membuka mulutnya, tiba-tiba telepon genggamnya berbunyi. Dia melirik ke arah layar ponselnya dan seketika itu juga ekspresi wajahnya berubah. Dia sama sekali tidak ingin menjawab panggilan telepon itu, namun ponselnya terus berdering tanpa henti. Mulai dari panggilan dari ibu tirinya, sampai panggilan dari ayahnya yang tiada habisnya sehingga mau tidak mau dia akhirnya pergi membawa ponselnya dan berjalan keluar.

"Lulu, kamu segera datang ke rumah sakit sekarang juga!" ucap ayahnya dengan nada tinggi. "Datang kemari sekarang dan lihat apa yang telah kamu lakukan pada adikmu!"

"Ayah, sebelum menelepon aku, mengapa kamu tidak bertanya pada Tong Juan, siapa yang sebenarnya melukai siapa?" sahut Tong Lu kesal.

"Adikmu sekarang ada di rumah sakit dan kamu masih bisa menyahuti ucapanku?" seru ayahnya dari seberang telepon dengan keras. "Bagaimana bisa aku membesarkan seorang putri sepertimu? Tidak tahukah kamu seberapa pentingnya wajah bagi seorang perempuan?"

"Tentu saja aku tahu! Tapi apakah ayah mengetahui permulaan masalah itu bagaimana bisa terjadi? Tong Juan menyebabkan sebuah luka besar menghiasi wajahku, apakah dia memberitahu kalian? Apa wajahnya saja yang penting dan wajahku tidak?" balas Tong Lu penuh emosi dengan hati yang terluka dalam.

"Bagaimana kejadiannya?" tanya ayah Tong berhenti sejenak, tampak sedang berbicara dengan orang lain di sebelahnya. Lalu tidak lama kemudian kembali berbicara di telepon. "Adikmu berkata, dia tidak sengaja melukai wajahmu. Namun kamu malah mencari seseorang untuk balas melukai wajahnya lebih kuat. Tong Lu, bagaimana bisa hatimu seburuk itu?" tutur ayahnya tidak habis pikir.

Mendengar hal itu, emosi Tong Lu meledak seketika. "Bagaimana mungkin aku dapat memiliki kuasa untuk membuat seseorang membalaskan dendamku padanya?"

"Masih bisa-bisanya kamu berdalih. Adikmu bilang kamu masuk ke mobil mewah. Masih muda, bukannya menuntut ilmu atau menikah dengan baik-baik, malah hidup tidak karuan seperti itu! Aku tidak peduli! Segera kemari saat ini juga!" seru ayahnya lagi.

"Aku bekerja sebagai sukarelawan pada acara itu. Aku adalah juru bicara yang bertanggung jawab atas salah satu pembicara konferensi itu. Aku masuk ke mobilnya hanya untuk mengantarnya hingga ke kediamannya. Apakah masuk ke mobil seseorang itu artinya aku akan tidur dengannya? Apa di matamu aku adalah putri yang sebegitu hinanya?" balas Tong Lu tidak terima. Napasnya tampak naik turun penuh emosi. Dan hatinya benar-benar begitu terluka saat ini.