webnovel

Three Words, Eight Letters, If I Say It, will I Be Yours?

"Teruntukmu, D. Hai apa kabar? semoga kau selalu bahagia, ya. Aku di sini selalu menantimu. Apa kau tahu itu? aku rasa kau tidak tahu. Ya, aku memang bodoh karena tidak memberitahumu bahwa aku jatuh cinta padamu. Tapi jujur saja, aku tidak punya keberanian untuk itu. Aku terlalu takut jika nantinya akan mendapat penolakan darimu. Jadi, apa yang harus aku lakukan? menunggu atau beralih dengan yang lain. Jika aku memilih untuk membuang perasaan ini, itu sama saja aku menyerah, bukan? tapi apa aku harus menjadi perempuan jahat yang harus merebut kekasih seseorang? apa aku sanggup melakukan semua itu? jika seandainya aku berhasil pun, apa kau mau hidup bersamaku?" "Apa kita tidak bisa bersama untuk selama-lamanya?" Hannah, perempuan yang malang. Selama bertahun-tahun, dia memendam perasaan suka terhadap sahabatnya sendiri, Dylan. Tanpa dia tahu, sebenarnya Dylan juga sudah menyukai perempuan. Tapi bukan dia. Karena Dylan menyatakan cinta pada perempuan lain, Hannah sakit hati. Sepanjang malam dia menangis karena tidak bisa bersama Dylan menjadi sepasang kekasih. Selama bertahun-tahun Hannah terjebak dalam hubungan satu arah. Mungkinkah rasa sakit Hannah akan bisa tergantikan dengan kebahagiaan nantinya? Akankah semesta mendatangkan orang lain dalam kisah cinta Hannah? Karena sejatinya, Hannah sudah sangat tersiksa dengan semua ini. Hannah ingin merasakan kebahagiaan yang belum pernah dia rasakan dengan jatuh cinta pada orang lain. Hannah ingin bisa tertawa bahagia kedepannya.

pilosopobara · Urbano
Classificações insuficientes
20 Chs

Kali Pertama Bertemu Bag 1

"Di sini adalah halaman kedua dari catatan harianku. Apa aku merasa lega ketika menuliskannya ke dalam sebuah buku? aku rasa hanya sedikit. Aku akan benar-benar merasa lega jika aku berani mengatakan yang sebenarnya pada Dylan. Tapi pertanyaannya, apa aku berani mengatakan yang sebenarnya pada Dylan? apa aku sanggup melihat reaksi yang akan dia berikan padaku. Tapi jika aku tidak mengatakan yang sebenarnya, sampai kapan aku harus terluka seperti ini seorang diri? aku tidak sanggup. Sungguh. Bahkan, teman dekatku juga sudah menyuruhku untuk melupakanmu. Tapi butuh aksi yang besar untuk aku bisa melupakanmu, Dy. Aksi untuk aku bisa membakar perasaanku padamu. Lagi-lagi, aku tidak bisa melakukan itu. Karena sampai detik ini, aku masih berharap jika kau bisa menjadi milikku seutuhnya. Ya, menjadi milikku untuk selamanya dan kita akan hidup bahagia bersama-sama."

"Alice memang benar. Untuk apa aku jatuh cinta pada kekasih orang lain? itu sama saja aku membangun rasa sakitku sendiri. Tapi aku juga tidak salah, karena aku tidak tahu akan jatuh cinta pada siapa, 'kan? yang bisa aku lakukan saat ini hanya menunggu jawaban yang tepat. Aku pun tidak sabar menunggu hari itu akan tiba. Hari di mana aku benar-benar bisa melupakan Dylan dan mendapatkan perasaan cinta yang lain."

...

"Mungkin ... aku memang bodoh. Bodoh karena membiarkan diriku sendiri jatuh cinta pada seseorang yang sudah memiliki pasangan. Tapi percayalah, aku tidak tahu kenapa perasaan ini bisa hadir begitu saja. Aku sudah berusaha untuk menghilangkan rasa sukaku terhadapmu, tapi sama sekali tidak berhasil. Aku masih saja jatuh cinta padamu. Hari ini, esok, dan nanti. Haruskah aku melakukan rencana untuk merebutmu darinya? tapi apa aku memang sejahat itu? merenggut kebahagianmu darinya. Dy, aku tidak mampu untuk melakukan itu. Aku tidak ingin melihatmu terluka karena kebodohanku."

-Hannah Dela Rosa, Sahabat terbaikmu."

•••

24/7, 7:23am. Tepat di hari itu, semuanya terjadi. Kali pertama kita bertemu.

Pada haru itu.

Pada menit itu.

Pada saat itu.

Dan pada detik itu juga.

Untuk pertama kalinya aku bertemu dengan sahabat terbaikku, Dylan Sebastian Bruce. Di salah satu Universitas ternama Filipina. Ketika pertama kali aku melihatnya, jantungku berdetak hebat. Berirama tidak beraturan. Saat itu juga, aku berpikir bahwa inikah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Karena dia benar-benar sangat menawan.

Sebuah pertemuan yang terjadi secara sederhana: aku tidak sengaja menabrak dada bidangnya, segelas minuman yang aku bawa tumpah di seluruh kemeja putih yang dia kenakan pada saat itu. (karena mataku terfokus pada atas tanah sambil mendengarkan musik dari lagu salah satu idol group kesukaanku yang aluna musiknya aku dengarkan sepanjang hari). Karena mendengarkan lagu itu, aku merasa tenang dan damai.

Aku berpikir dia akan memarahiku, mengayunkan tangan kanannya ke arahku untuk memberikan tinjuan kecil. Tapi, semua pemikiran buruk itu tidak terjadi sama sekali. Justru, sebaliknya. Dia mengeluarkan satu kata yang membuatku merasa sedikit aneh dan mengerutkan dahi. "Ma-aaf. I'm so sorry talaga. Aku tidak melihat jalan dengan benar." seolah-olah kecelakaan kecil ini terjadi karena salahnya. Padahal tidak sama sekali. Kecelakaan kecil ini murni terjadi karena kecerobohanku. Tapi dia justru meminta maaf padaku karena dia merasa bersalah.

Serangkaian kejadian yang sudah tertulis di garis takdir oleh tangan Tuhan terus menghubungkan kami--sampai pada akhirnya dia menyatakan cinta padaku. Di taman belakang kampus. Aku pikir, hari di mana Dylan menembakku adalah hari kebahagiaan untukku. Nyatanya aku salah besar.

Karena Perasaan cinta itu bukan untukku. Menyebalkan!

Dia melalukan itu padaku hanya sebagai latihan dasar sebelum dia benar-benar menyatakan cinta pada seseorang yang sangat ia cintai: Anabelle Samantha Cruz. Teman sekelas kami yang sangat terkenal sebagai ratu drama kelas kakap.

Tuhan, apakah aku tidak memiliki peluang untuk menjadi kekasihnya? Dan hanya berkesempatan untuk menjadi sahabat baiknya saja? Aku tidak ingin berada dalam posisi tidak mengenakan seperti ini.

Apalagi jika Selamanya seperti ini. Aku tidak sanggup.

[]

Hal pertama yang aku lakukan setelah keluar dari kelas mengajar pertama adalah meminta Dylan mengantarku ke restaurant cepat saja terdekat. Di mana restaurant itu sudah menjadi langgananku setiap harinya, dan kabar yang aku dengar bahwa restaurant tersebut sedang mengadakan diskon 50% untuk pengunjung yang membawa pasangan masing-masing. Bukankah itu sangat menguntungkan untukku?

Dylan menghela napas panjang. "Aku adalah orang paling aneh, paling bodoh, paling tolol, paling buruk yang menjadi sahabatmu." Dia memberi jeda. "Seharusnya aku tidak memintamu untuk membuat permintaan atas permohonan maafku. Aku sangat menyesal. Sungguh. Seharusnya pun aku tahu kau akan meminta apa."

Hari ini, sahabatku terbaikku Dylan mengenakan kemeja lengan panjang hitam berkancing dibalut dengan rajutan rompi, dan celana joger hitam dengan sepatu slip on senada. Ditambah dengan kacamata Aviator pemberianku dia semakin tampan. Dan jangan lupakan tatanan rambutnya yang sedikit berantakan. ugh! Benar-benar tampan. Ang pogi naman! Dylan,aku sangat ingin menjadi milikmu.

"Apakah kau tidak bisa membatalkan--maksudku mengubah permintaanmu itu, Hannah?" Dia berkata dengan nada memohon. Raut wajahnya seperti meminta belas kasih.

Beberapa hari yang lalu Dylan membuat kesalahan dengan mengajak Anabelle--pacarnya untuk ikut makan siang bersama kami. Apakah dia tidak tahu bahwa aku tidak suka dengan kehadiran Anabelle? Teman-teman yang melihat kami akan beranggapan bahwa Aku seperti hama pengganggu yang berusaha mengacaukan kencan mereka. Sebut saja seperti calon perusak hubungan orang lain. Tentu saja aku tidak mau mendapatkan label buruk seperti itu. Karena aku adalah perempuan baik-baik.

Dan ya, Dylan memintaku untuk membuat satu permintaan sebagai hadiah atas kesalahannya. Karena dia tahu aku sedang marah padanya dengan tidak membalas pesan atau telepon darinya selepas acara makan siang kami waktu itu berakhir.

Tentu saja aku memanfaatkan kesempatan ini dengan meminta Dylan mengantarku--lebih tepatnya makan siang bersama di resraurant kesukaanku. Restaurant yang menyediakan masakan dan jajanan pasar khas Filipina. Diantaranya ada Kwek-kwek, Bulalo, Halo-halo, kare-kare, puso, balut, dan makanan yang lainnya.

Aku memang penggemar berat restaurant tersebut. Sama seperti Dylan yang juga menyukai menu makanan di restaurant kesukaanku. Ya, katakan saja bahwabaku dan Dylan mempunyai selera masakan yang sama. Menu khas makanan yang ada di sini adalah hidangan makanan kesukaan kami berdua. Sangat cocok, bukan?

Aku tertawa puas melihat tingkah Dylan yang merengek seperti anak kecil. "Oh, Dylan. Hari ini kau bernasib buruk. Aku tidak akan mengubah permintaanku. Kau sendiri yang menyuruhku untuk membuat satu keinginan, bukan?" Kataku dengan menyeringai ketika kami masuk ke mobil. "Semoga Dewi Fortuna berpihak padamu." Aku mengangkat alis sebagai bentuk ejekan. Rasanya sangat puas melihat Dylan merengek seperti bayi yang meminta asupan susu.

"Aku harap keberuntungan masih berpihak padaku." Dylan berkata ketika sudah menjalankan mobil mewah miliknya.

"Kau masih menyukai Babu-mu? Kapan akan berkata jujur padanya?" Katanya ketika kami sudah setengah jalan.

Aku melirik Dylan yang duduk di tempat mengemudi. "Tentu saja." Memberikan jarak selama beberapa detik. "Aku Tidak tahu. Aku terlalu takut untuk mengatakannya. Takut bahwa dia tidak akan mencintaiku."

"Sampai kapan kau akan membohongi perasaamu? Melukai hati kecilmu itu, Hannah. Kau harus segera memberitahukan rasa sukamu terhadapnya. Atau..." Dia sedikit memberi jeda. "Kau akan melihat dia bersama perempuan lain. Kau akan melihat dia bahagia dengan perempuan pilihannya. Apa kau sanggup melihat itu semua di depan matamu?"

Aku menatap bayanganku di kaca spion. Memperlihatkan betapa mengenaskannya nasib seorang Hannah Dela Rosa. Apa yang dikatakan Dylan memang sudah menjadi kenyataan. Aku tidak berani untuk berkata yang sebenarnya. Aku terlalu bodoh harus menyimpan perasaan ini sendirian sampai akhirnya aku harus melihat seseorang yang aku taksir terikat hubungan dengan perempuan lain. Dia sudah bahagia dengan perempuan pilihannya sendiri.

Aku pikir perasaanku terhadap Babuku akan menghilang ketika tahu dia sudah bersama yang lain. Tapi kenyataannya tidak sama sekali. Aku masih mengharapkannya agar dia bisa jatuh dalam pelukanku. Aku sudah berusaha melakukan berbagai cara dengan bantuan internet, "Bagaimana cara menghilangkan perasaan suka terhadap sahabat sendiri" atau "Bagaimana agar tidak jatuh cinta dengan sahabat" Tapi tidak ada yang berhasil. Semua itu hanyalah tipuan belaka. Aku tidak sanggup melupakannya. Aku benar-benar tidak bisa melupakan Dylan sedetik pun.

Hannah Dela Rosa, kenapa kau membuat kesalahan terbesar dengan jatuh cinta terhadap sahabatmu, Dylan Sebastian Bruce. Apa kau tidak bisa jatuh cinta pada orang lain saja?

Suara River Antonio yang melantunkan lagu "Berikan aku cintamu" berhasil menyentakku ketika kami sudah sampai di depan restaurant. Aku merogoh ponsel di saku celana untuk melihat siapa yang menelepon. Saat ponsel itu berhasil kuraih, ternyata tidak ada panggilan masuk. Aneh.

"Aku sedang bersama Hannah sekarang." Aku melirik Dylan. Dia sedang berbicara dengan seseorang di telepon. Ternyata ponselnya yang berdering. Kami memiliki nada panggilan masuk yang sama. Secara disengaja. Karena aku mengganti nada dering Dylan dengan lagu River "Berikan aku cinta" Aku pikir dengan mengganti nada panggilannya dia akan tersadar bahwa aku mengharapkan cinta darinya. Nyatanya tidak sama sekali. Dia tidak peka terhadap perasaanku.

Aku berbalik. Memandangi sebagian orang yang melintasi mobil kami dari balik kaca.

"Sekarang? Aku tidak bisa. Baiklah. Aku akan tiba dalam 10 menit," Katanya dengan penuh keyakinan.

Aku menarik napas kemudian menggembuskannya. Dalam hitungan detik Dylan akan memanggil namaku. "Hannah..." tepat sekali! Dia memanggilku dengan lirih.

Aku berbalik untuk menghadapnya. Menahan air mataku agar tidak jatuh. "Kenapa? Anabelle memintamu untuk menemaminya makan siang bersama?" Sejak Dylan berbicara di telepon dan menyebut namaku, aku sudah menebak siapa yang dia ajak bicara. "Atau yang kusebut... kencan sepasang kekasih. Kau boleh pergi, Dylan." Gadis bodoh! Kenapa aku malah menyuruhnya pergi dan membiarkan dia bermesraan dengan Anabelle? Seharusnya aku menahannya di sini untuk makan siang bersamaku. Bukan makan siang bersama kekasihnya itu.

Dylan mengenggam tangan kananku. Aku dapat mengartikan maksud dari tatapannya; dia senang aku memperbolehkannya bertemu Anabelle dan secara bersamaan dia juga menyayangkan harus meninggalkan aku di restaurant sendirian yang berarti dia tidak menepati janjinya.

Sebelum Dylan berkata aku sudah lebih dulu menyela. "Aku serius. Apa kau menganggap aku seperti seorang pembohong?" Aku mengangkat alisku skeptis. "Kau tidak mau membuatnya terluka, bukan?" Tapi kau membuat sahabatmu terluka. "Jangan membuat dia menunggu terlalu lama." Aku melepaskan sabuk pengaman. "Terima kasih sudah mengantarku ke restaurant, Dylan." Hari ini Dewi Fortuna masih berpihak padamu. Kau beruntung."

Aku keluar dari mobil dan melambai kearahnya sebelum Dylan kembali melaju. Bunyi lonceng terdengar ketika aku membuka pintu restaurant. Selera makanku sudah menghilang sejak kami tidak jadi makan siang bersama. Aku hanya membeli segelas minuman untuk menenangkan diri. Terduduk di kursi dekat jendela agar aku bisa menatap pemandangan di luar sana.

Dylan Sebastian Bruce ... jika aku mengatakan bahwa aku suka padamu. Menyukaimu. Mengagumimu. Apa kau akan masih bersikap yang sama denganku?

Apakah kau akan menerima semua kejujuranku padamu?

Berbahagia padaku?

Atau kau akan pergi meninggalkanku karena pengakuan bodohku?

Atau bahkan kau akan sangat marah padaku karena aku telah jatuh cinta pada sahabat sendiri.

Aku tersentak ketika suara River lagi-lagi mengalunkan lagu panggilan masuk. "Hallo?" Kataku ketika sambungan terhubung. "Ah, maaf, Alice. Aku belum sempat mendengarkan siaranmu hari ini. Memangnya berita apa yang kau siarkan di radio tadi?" Aku mengambil segelas minuman yang aku pesan tadi di atas meja dan meneguknya. Ekor mataku menangkap seorang laki-laki yang terduduk membelakangiku. Dia mengenakan kemeja lengan panjang putih berkancing. Sepertinya laki-laki itu tidak asing bagiku. Tapi siapa ya?

"Apa?" Aku berusaha agar tidak tersedak minumanku yang baru saja mengalir di tenggorokkan. "Kau sedang tidak bercanda, 'kan? Baiklah. Aku segera kembali ke apartement." Sambungan berakhir. Pernyataan Alice membuatku benar-benar tersentak. Siaran yang dia bagikan hari ini membuat aku benar-benar terkejut.

Aku berdiri dengan segelas minuman ditangan kananku, berlarian kecil menuju pintu keluar, baru beberapa langkah kakiku tersandung kaki meja, menabrak seseorang sehingga kami berdua tersungkur ke atas tanah. Ditambah minuman yang aku pegang tumpah mengenai kemeja putih orang tersebut dan meninggalkan kotoran di sana.

"Aray!" (Aduh!)

Sepertinya, aku akan mendapatkan masalah besar. Tuhan, lindungi aku.

Semoga saja, seseorang yang baru saja aku tabrak tidak memperpanjang masalah ini. Ya, aku harap seperti itu.

...

(Hal penting di bab selanjutnya)

Ketika aku sedang dalam keadaan kesal, tiba-tiba saja aku teringat dengan Dylan dan Anabelle. Aku teringat dengan Anabelle yang berhasil menghancurkan kencan makan siangku bersama dengan Dylan. Perempuan itu memang sangat menyebalkan. Jika saja aku berani untuk merusak hubungan diantara keduanya, sudah aku lakukan sejak dulu.

Oh, Anabelle Samantha Cruz, kenapa kau harus hadir dalam kehidupan Dylan? Kenapa kau harus menjadi kekasih dari seseorang yang sudah lama aku taksir. Haruskah aku menyalahkan semesta atas semua yang sudah terjadi padaku? Atau memang seperti ini garis takdir yang sudah Tuhan tulis untukku.

"Kira-kira ... bagaimana, ya, kencan makan siang mereka? Apa bahagia dan berakhir romantis?"

Andai saja Dylan masih ada di sini, masih menemaniku untuk makan siang bersama, pasti aku benar-benar sangat bahagia hari ini. Karena semenjak Dylan sudah resmi menjadi kekasih dari Anabelle, perempuan itu selalu saja menghalangi hubungan persahabatanku dengan Dylan.

Sial! Perempuan itu memang hama dalam pertemananku dengan Dylan. Karenanya, ruang gerakku terbatas. Dia seakan tahu bahwa aku menyukai pacarnya. Apa dia mempunyai indra ke-enam atau semacamnya?

Dylan ... sampai kapan aku harus terjebak dalam perasaan yang seperti ini? Sungguh, aku benar-benar terluka karena jatuh cinta padamu. Tidak bisakah kau sadar bahwa aku juga mencintaimu dengan tulus? Bahkan, ketulusanku melebihi cinta Anabelle padamu. Akulah perempuan yang sangat mencintai dan menyayangimu segenap jiwa ragaku.

Dy, mahal na mahal kita. Kau adalah tempat terbaikku untuk berlindung. Kau adalah tempat terbaik ketika aku merasa lelah dengan hari-hariku yang kacau. Dy, aku ingin kau menjadi milikku satu-satunya.

...

(Beberapa bulan setelah Dylan dan Anabelle resmi menjadi sepasang kekasih)

"Dy, kau sungguh mencintai Anabelle?" aku bertanya. Sebenarnya, aku tidak perlu bertanya seperti itu karena aku sudah tahu jawabannya.

"Ya, tentu saja aku mencintainya. Kenapa memangnya?"

"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin bertanya saja. Apa itu berarti aku tidak punya kesempatan?"

"Kesempatan untuk?"

Menjadi kekasihmu.

"Lupakan saja. Aku hanya ingin tahu seberapa besar rasa cintamu pada Anabelle."

"Yang pasti, aku tidak akan pernah berpaling darinya. Aku tidak ingin membuat dia terluka, dan bahkan menangis karenaku."

Mendengar Dylan berkata seperti itu aku jadi ragu untuk bisa mendapatkannya. Aku sendiri pun bertanya-tanya apa Dylan mencintaiku lebih dari sekadar sahabat? tapi rasanya sangat tidak mungkin jika dia saja sangat mencintai Anabelle. Aku yakin, Anabelle adalah separuh nafasnya Dylan.

Apa mundur adalah jalan terbaik yang harus aku ambil? tapi apa aku harus menyerah begitu saja dan tidak mau memperjuangkan cintaku padanya?

Ayo, Ann ... lakukan dengan benar! jangan sampai kau salah dalam memilih jalan hidupmu sendiri. Jika kau sampai salah untuk melangkah, akan ada banyak yang terluka di sini. Jadi, pikirkanlah baik-baik.