webnovel

The Story Of a Feeling

Aryano Pratama cowo tampan yang masih duduk di bangku sekolah Menengah Atas. Anak laki-laki yang sangat merindukan belaian kasih sayang, perhatian serta pelukan hangat dari seseorang yang sering di panggil Mama. Mama Arya telah meninggal saat Arya masih berumur tujuh tahun. Di saat Arya masih memerlukan kasih sayang, perhatian serta pelukan oleh seorang Mama. Tetapi, nasib yang kurang beruntung yang di miliki Arya membuatnya tidak bisa merasakan hal seperti itu lagi. Penyakit yang menggerogoti tubuh Mamanya, membuat nyawa perempuan yang paling di cintai dan di sayangi serta selalu di rindukan Arya. Harus dengan cepat meninggalkan anak laki-laki tampan seperti Arya. Bukan hanya merindukan sosok Mama di kehidupan Arya. Akan tetapi, Arya juga merindukan sosok Papa dalam hidupnya. Bukan karena Papanya juga meninggal. Tapi, karena Deny Papa Arya telah melupakan Arya yang juga memerlukan dirinya menguatkan Arya. Tetapi, Papa Arya pergi mencari kesibukan untuk mengusir rasa rindunya pada sang Istri. Karena kematian Istrinya telah membuatnya mati dan tak berdaya. Di Sekolah, Arya di kenal sebagai cowo tertampan, pintar, baik, juga ramah. Membuatnya banyak di kenal oleh siswa-siswi di sekolah. Terlebih, Arya sangat di kagumi oleh banyak cewe di sekolahnya. Tetapi, Arya tidak sedikit pun merasa terpesona pada mereka. Karena, menurutnya hanya ada satu wanita yang bisa bertahta di hatinya dan selamanya akan seperti itu. Natara Shaqueena, seorang gadis cantik dengan mata yang bulat, bulu mata yang lentik, bibir ranum serta memiliki hidung yang mancung. Membuatnya terlihat sempurna. Terlebih dia memiliki bentuk tubuh yang cukup membuat semua orang gemas melihatnya. Terlebih, Arya ia sangat menyukai Natara yang imut. Karena tinggi badan Natara yang tidak terlalu tinggi membuatnya sangat imut dan tambah cantik. Tara, begitulah teman-teman dan keluarganya memanggilnya. Tara adalah alasan Arya menolak semua gadis yang mendekatinya. Karena hanya ada Tara di hatinya. Tara yang terkenal baik, ramah, supel dalam bergaul serta murah senyum membuatnya banyak yang menyukainya. Akan tetapi, tidak ada yang tahu kalau Tara gadis cantik dan ramah itu memiliki trauma masa lalu yang selalu menghantuinya. Menemani Tara setiap waktunya. Tak ada yang tahu kalau gadis manis dan cantik itu akan sangat menyeramkan saat Traumanya kambuh di sewaktu-waktu. Dan tak ada yang tahu bahkan Arya sendiri tak tahu kalau selama ini Tara di beri kekuatan untuk terus hidup dari obat-obatan yang di konsumsinya. Juga tidak akan ada yang mengira kalau TRAUMA TARA YANG AKAN MEGANTARKAN NYAWANYA.

Nurindahsari_Idris · Fantasia
Classificações insuficientes
9 Chs

Part 5

Tara baru saja selesai makan malam bersama keluarganya. Saat ini dia sedang berbaring di atas kasurnya yang empuk sembari memainkan ponsel pintarnya.

Membaca chat-chat yang masuk. Ternyata di group watshapp nya sudah rame teman-temannya Sarah, Nanda dan juga Caca berghibah ria.

           ~Via Chat group Watshap~

                         GERABA

             (Gerakan Ghibah Bersama)

@Caca : Woyy... Sar, gua masih penasaran nih.

@Sarah : penasaran apaan lo?🤔

@Nanda : palingan penasaran sama si Arya tuh anak😄

@Caca : iya, gua penasaran sma yang di katain si Sarah tentang babang Arya suka sama cewe lain.😁

@Caca : Emng siapa sih yang di sukai. Si Arya? Jadi kepo gua!

@Sarah : emang lo tukang kepo!

@Nanda : udah lo nggak usah tahu siapa yang di sukai sama si Arya. Mending lo urusin si Fahri no!

@Caca : Ngapain gua ngurusin si Fahri? Apa hubungannya sama gua ?

@Nanda : yeh, pura-pura nggk tahu lagi.

@Sarah : bukan pura-pura nggak tahu dia ma. Pura-pura nggak peduli, padahal di pantao terus😄

@Nanda : Hahah. Pantau terus.

@Caca : Apaan sih kalian. 😒

@Sarah : Idih, dia marah tuh, Nand. 🤭

@Nanda : Iya, Marah. Jangan marah dong, Ca. Kan babang Fahri gak ad di sini buat ngebujuk. Hihihi😂

@Sarah : Hahaa..

@Caca : Tau ah.

Tara tersenyum membaca percakapan receh teman-temannya di group watshapp. Dia sedang tidak berminat untuk ikut dalam perbincangan saat ini bersama teman-temannya. Jadilah, Tara menyimpan ponselnya lalu berbaring telentang sembari menatap langit-langit kamarnya.

Tara jadi memikirkan percakapan ketiga temannya di group Wa. Dia juga jadi penasaran sekarang siapa yang di suka sama si Arya? Tara jadinya menerka-nerka siapa yang kira-kira menjadi target Arya? 

Lama Tara berfikir dia tidak menemukan hal-hal yang mengarah Arya menyukai seseorang. Sebab, Arya tidak terlihat sedang menyukai seseorang. Sehari-hari Arya di sekolah hanya bersama Fahri dan kawan-kawan. Kalau pun ngumpul sama teman cewe, palingan sama perkumpulan Tara dan yang lain.

Tiba-tiba Tara memikirkan satu objek yang di anggap Arya menyukainya.

"Apa iya Arya suka sama gua?" tebak Arya pada dirinya sendiri.

Memikirkan itu wajah Tara bersemu merah. Seketika bayangan tentang kedekataannya bersama Arya saat tado di sekolah melayang-layang di otaknya. Bak sebuah film laya lebar yang terus berputar dari adegan satu je adegan yang lain.

Tara tersenyum saat mengingat percakapan ringan yang terjadi di antara Arya dan dirinya. Mengingat betapa tampannya Arya saat tertawa ataupun tersenyum. Membayangkannya saja sudah membuat jantung Tara bekerja keras lebih dari biasanya.

Tara menutup mukanya dengan bantal guling menyembunyikan wajah berserinya entah dari siapa. Dia berging ke sana kemari di atas tempat tidur sembari tertawa. Entah mengapa menerka bahwa yang di sukai Arya adalah dirinya membuat hati Tara menjadi tak karuan.

Tapi, Tara kembali berpikir kalau bukan hanya dia yang Arya dekati. Tetapi, Sarah dan juga Caca. Tara berfikir kalau besar kemungkinan bukan dia yang di sukai Arya, tetapi kedua temannya.

Tiba-tiba sekelebat bayangan masa lalu yang selama ini di hindari dan coba lupakan kembali berlarian di dalam kepalanya. Tara memegangi kepalanya dengan erat menutup matanya rapat-rapat. Keringat dingin menyucur begitu deras di sekujur tubuhnya, tiba-tiba Tara merasakan badannya tanpa tulang sangat lemas.

Tara dengan begitu jelasnya mendengar teriakan hinaan cacian juga dera tawa di telinganya begitu ramai. Padahal, saat ini hanya dia yang ada di kamarnya. Tetapi, entah mengapa Tara sangat jelas mendengar itu. Seakan-akan dirinya kembali di masa lalu.

Tara terus mencoba menutup telinganya menggelengkan kepalanya menutup dengan sangat rapat matanya. Mencoba menguasai dirinya tidak ingin kesakitakan itu kembali menghantamnya. Sekejur tubuhnya di penuhi peluh dan bergetar. Tara terus mencoba meski terasa sakit dan menyesakkan dada, Tara terus mencobanya. Dan pada akhirnya dia bisa kembali menguasai dirinya.

Suara teriakan, suara orang memaki mencaci, suara orang-orang tertawa sudah hilang seketika. Tara mencoba membuka mata, melepaskan tangannya dengan perlahan dari telinganya. Dan menatap sekelilingnya. Tidak ada siapa-siapa, semua itu hanya masa lalu yang harus segera Tara lupakan. Tara menghela nafas berat. Dan kembali mencoba berbaring dengan benar dan perlahan-lahan terlelap dalam tidurnya.

***

Sedangkan di rumah Arya. Deny berdiri tepat di depan pintu kamar  berwarna abu-abu yang tertutup rapat menatapnya lamat-lamat.

Deny dengan ragu menyentuh kenop pintu tersebut lalu dengan perlahan memutarnya. Terdengar suara pintu berdenyit saat Deny dengan perlahan mulai membukanya.

Yang Deny lihat dalam ruangan tersebut hanya gelap. Deny mencoba melangkah masuk dan menutup pintu itu dengan sangat pelan. lalu kembali melangkah dengan perlahan-lahan mendekat pada sebuah ranjang besar yang berada di ruangan yang ternyata kamar seorang anak laki-laki. 

Terlihat anak laki-laki itu sedang tidur meringkuk di atas tempat tidur yang besar sembari memeluk bingkai foto yang berisikan gambar sebuah keluarga yang utuh. Deny merasa kasihan pada putranya itu. Ternyata, Arya selalu memeluk foto saat ingin tidur.  Apakah Arya merindukan sosok yang ada di foto yang di peluk erat Arya meski sudah terlelap dalam mimpinya? Jelas, Arya sangat merindukannya. Bahkan mungkin dia sudah tidak kuasa menahan rasa kerinduan yang terlalu menyiksa itu.

Deny dengan perlahan-lahan mencoba melepas genggaman Arya pada bingkai foto itu. Dia melakukannya dengan sangat hati-hati seperti Arya adalah barang berharga yang harus di jaga. Dimana jika dia melakukannya dengan kasar akan membuat Arya terluka atau hancur.

Deny berhasil memisahkan Arya pada bingkai foto tersebut. Menatap figur itu lama, lalu tersenyum seakan menyapa seseorang pada gambar di sana.

Deny menatap lama pada gambar figura seorang perempuan cantik dengan rambut lurus sebahu tersenyum menatap ke kamera sembari memangku bocah laki-laki yang berumur tujuh tahun. Dan di sebelahnya terlihat pria yang seumuran dengan wanita itu berdiri di sampingnya sembari merangkul pinggang perempuan tersebut dengan mesra. Mereka terrsenyum ke arah kamera memperlihatkan betapa bahagianya mereka saat itu.

Kemudian, dia meletakan kembali foto itu di atas nakas tepat di samping tempat tidur Arya.

Tatapannya beralih pada wajah sang putra sematawayangnya. Menatapnya lekat sembari tersenyum lembut ke arah Arya. Perlahan-lahan dia menggerakkan tangannya menyentuh kepala Arya dan mengelusnya dengan penuh kasih sayang.  

"Maafkan, Papa, Arya. Maaf karna belum bisa menjadi papa yang baik. Papa juga belum bisa menjadi papa sekaligus Mama untukmu, nak!" ucapnya lirih. 

Deny tahu, kalau saat ini hanya dirinyalah yang Arya punya. Setelah Mama Arya meninggal dunia di saat Arya masih berumur tujuh tahun. Penyakit yang di derita sang istri berhasil merenggut nyawanya. Meninggalkan suami yang sangat mencintainya dan satu anak yang masih membutuhkan sosoknya.

Wanita yang berhasil melahirkan Arya ke dunia dan yang berkorban banyak untuk kebahagiaan Deny dan juga Arya. Wanita itu yang mengajarkan banyak pelajaran hidup juga memberinya banyak kebahagiaan dan karena wanita itu pula yang berhasil membuat sebagian dunia pria berusia 38 tahun itu hancur tak terbentuk lagi.  

Kepergian sang istri membuat Deny kacau dan mengubah dirinya menjadikan gila kerja. Dukanya yang mendalam, lukanya yang cukup parah membuat melupakan tanggung jawabnya sebagai orang tua tunggal.

Kematian istrinya membuat hati Deny ikut mati. Terkubur bersama raga sang istri tercinta. Sehingga, saat istrinya tiada dia susah untuk bangkit dan kembali menata hatinya.

Kerinduannya yang begitu dalam pada istrinya membuat Deny mencoba mengalihakn pikirannya dengan menyibukkan diri pada pekerjaan. Mencoba mengusir sebuah rasa yang tak mungkin terobati. Jadilah, Arya terabaikan. Dia tidak dapat melihat tumbuh kembang putra sematawayangnya. Buah cintanya bersama sang istri. Dia juga lupa, bahwa bukan hanya dirinya yang merasa kehilangan dan juga kesepian. Bahkan mungkin Arya lah yang paling merasakan itu.

Arya mungkin lebih merasa sakit. Rindunya bukan hanya kepada Mamanya yang telah lama meninggalkannya di saat dirinya masih membutuhkan kasih sayang, pelukan hangat, sentuhan lembut pada Mamamya yang melahirkannya. Tetapi, Arya juga kehilangan sosok yang tersisa di hidupnya. Yaitu, Papanya.

Menyadari kebodohannya ia tak kuasa menahan air mata yang selama ini di tahannya. Air matanya berjatuhan begitu saja tanpa komando membasahi pipinya.

"Maafkan Papa, Sayang. Maafkan papa, yang belum bisa menjadi papa yang baik. Papa yang bisa kamu banggakan!" ucapnya lirih sembari mengelus kepala Arya.

"Papa terlalu egois selama ini. Papa terlalu di butakan oleh rasa sakit papa, sehingga tidak melihatmu di sini. Bahwa kamu juga terluka. Maafkan papa, Sayang! Pasti kamu sangat kesepian kan? Pasti kamu merasa terluka juga kan? Maafkan papa, Nak." Deny kembali memohon maaf pada Arya yang tertidur lelap sembari sesekali mengiau menyerukan memanggil mamanya.

Dalam hati Deny berjanji akan memperbaiki segalanya. Dia akan berusaha menjadi papa sekaligus Mama yang baik untuk Arya. Menggantikan peluk hangat sang mama yang selama ini di rindukan Arya.

"Tapi, papa janji, nak. Setelah ini papa akan mencoba menjadi papa yang baik buat kamu. Menjadi papa sekaligus Mama, tunggu papa yah sayang untuk berubah. Kita perbaiki ini sama-sama, Nak" lanjutnya dengan terisak.

Setelah itu, Deny menyelimuti dengan selimut Arya sebatas dada sang putra lalu, mengecup kening Arya dengan penuh kasih sayang. Deny pun bangkit lalu berjalan keluar meninggalkan Arya yang dalam tidurnya tersenyum manis. Entah apa yang membuatnya tersenyum meski di dalam tidurnya. Mungkin mimpi buruknya tergantikan oleh mimpi indahnya.

***