webnovel

Sekarat

Perlahan tubuh Putri Xinjiang lemas karena terus membentur beberapa batu sejak tadi. Seluruh tubuhnya terasa begitu sakit, dadanya sesak karena kemasukan air. Putri Xinjiang merasa hidupnya diambang batas.

Dan tepat saat Putri Xinjiang menutup matanya, dia terjun bebas di air terjun. Dia kembali menghantam batu dengan begitu keras. Dan saat itulah Putri Xinjiang kehilangan kesadarannya.

.......

Takk

Takk

Takk

Suara tapal kuda yang beradu dengan kerasnya tanah terdengar nyaring di seluruh penjuru hutan yang begitu tenang. Sampai seseorang yang menunggangi kuda paling depan mengangkat tangan kanannya yang memegang pedang.

"Ada apa tuan muda?" seorang pria dewasa mengarahkan kudanya mendekat kepada seseorang yang dia panggil Tuan Muda.

"Kita istirahat di sini, bangun tenda dan cari air!" ucap sang Tuan muda seraya turun dari kudanya dan menggiring kudanya ke dekat pohon untuk diikat.

"Baik tuan muda!" Mereka pun segera melaksanakan perintah sang tuan muda. Sementara tuan mereka itu terlihat berjalan-jalan melihat sekitar dengan membawa sebilah pedang tentunya.

"Tuan muda Lan ingin kemana? Tidak baik berpencar di tengah hutan seperti ini." Pria dewasa yang sebelumnya mendekati dengan kuda tadi kembali menghampiri Tuan muda Lan yang bernama Lan Yanjing.

"Hanya berkeliling sekaligus mencari air, kau dengar itu kan Ganqing ?" ucap Lan Yanjing membuat pria paruh baya bernama Ganqing itu mengernyit bingung.

"Suara air." lanjut Lan Yanjing melirik Ganqing dengan ekor matanya. Sementara Ganqing terlihat mengangguk lalu menajamkan pendengaran untuk mencari asal suara.

"Sepertinya berasal dari sana Tuan muda." Ganqing mengarahkan telunjuknya, Yanjing mengangguk lalu keduanya berjalan menuju ke arah yang sebelumnya ditunjuk oleh Ganqing.

Ternyata tak membutuhkan waktu lama, mereka sampai di sungai yang berada di bawah air terjun. Keduanya mengambil sesuatu yang terikat di ikat pinggang mereka. Batangan bambu.

"Untuk satu hari perjalanan, sepertinya ini cukup." gumam Yanjing yang dibenarkan oleh Ganqing, kemudian keduanya segera mengikat bambu tadi di ikat pinggang mereka lagi.

Namun saat mereka hendak pergi, Yanjing rupanya melihat siluet sesuatu yang membuatnya menghentikan langkah. Ganqing di sampingnya pun mengernyitkan dahi.

"Tunggu, apa itu manusia?" tanya Yanjing seraya menunjuk sesuatu yang berada di pinggiran sungai namun tertutup beberapa ranting pohon dan daun.

"Iya Tuan muda, itu manusia ah lebih tepatnya seorang gadis." Yanjing terkejut mendengarnya, kemudian mereka bergegas menghampiri sesuatu yang diyakini seorang manusia itu.

"Dia terluka!" pekik Yanjing saat melihat perut sesosok itu, dia juga begitu terkejut saat melihat hampir seluruh tubuh gadis itu penuh luka.

"Kita harus membawanya untuk segera di obati!" ucap Yanjing seraya menatap Ganqing dengan wajah serius. Namun Ganqing tampak sedang berpikir.

"Tapi kita sedang dalam perjalanan yang penting Tuan muda, Tuan besar tidak akan senang kalau ada sesuatu yang menghambat perjalanan kita. Gadis ini tidak bisa di bawa dalam perjalanan panjang." ucap Ganqing membuat Yanjing mengernyitkan dahinya, merasa sedikit tidak suka dengan perkataan Ganqing.

"Kita tidak mungkin membawanya, namun juga tidak baik meninggalkannya dalam keadaan seperti ini." lanjut Ganqing seraya berpikir keras untuk mencari jalan keluar.

"Ah begini saja," Yanjing memegang pergelangan tangannya, lalu melepaskan sebuah gelang giok yang melingkar di sana. Kemudian dia memakaikan gelang giok itu pada sang gadis.

"Ini adalah gelang yang di berikan oleh Kakak, gelang ini akan membantu mempercepat pemulihan luka." ucap Yanjing seraya mengangkat sudut bibirnya membentuk seulas senyuman tipis.

"Anda sungguh mulia Tuan muda, tapi apa itu tidak apa-apa?" tanya Ganqing merasa tidak enak, bagaimanapun itu adalah gelang pemberian Tuan mudanya yang lain.

"Bukan masalah, nyawanya diambang kematian sekarang." ucap Yanjing seraya menatap lekat gadis yang baru saja dia beri gelang. Dia mengambil sapu tangan dari lipatan pakaian yang dipakainya. Kemudian dia mengusap wajah gadis yang dia selamatkan agar tidak tertutupi darah juga beberapa tanah, dia kembali menarik sudut bibir saat melihat gadis itu tampak manis.

"Semoga kau baik-baik saja..." gumam Yanjing pelan, sampai tepukan di bahu membuatnya menoleh.

"Kita harus kembali Tuan muda, hari beranjak gelap." ucap Ganqing yang dibalas anggukan oleh Yanjing.

Kemudian mereka pun berjalan pergi dari sana, sebelumnya Yanjing sempat menoleh dan menatap gadis yang dia berikan gelang. Sapu tangan yang dia gunakan tadi juga tidak dia bawa.

***

"Xiao Shuai, ini giliranmu mencari kayu bakar di hutan!" ujar seorang pemuda berusia 15 tahun kepada sang adik yang sedang duduk membaca gulungan.

"Bukankah ini sudah terlalu malam?" tanya sang empunya nama, tentu saja dia adalah Xiao Shuai.

"Tapi kita benar-benar kehabisan kayu bakar, kau tidak ingin makan malam ini?" tanya sang kakak membuat Xiao Shuai mendengus.

"Tidak bisakah kau gunakan elemen api-mu untuk sesuatu yang lebih berguna selain membakar rumput di halaman belakang!" ucap Xiao Shuai menatap sinis kakaknya yang kini menatapnya tajam.

"Apa kau bilang? Setidaknya aku menggunakan kekuatanku untuk membantu Ayah membersihkan halaman belakang, dibandingkan kau yang hanya menggunakan elemen air mu untuk minum saat malas mengambil air!!" ujar sang kakak dengan begitu kesal, tetapi sepertinya Xiao Shuai tidak begitu peduli.

"Jangan ribut-ribut, ini sudah malam Ruo'er." seorang pria paruh baya tampak memijit pangkal hidungnya saat mendengar dua putranya berdebat.

"Turuti perintah kakakmu, jangan membantahnya Shu'er!" lanjutnya lagi beralih menatap sang putra bungsu. Hal ini membuat Xiao Shuai menghela nafas panjang.

"Baik kalau begitu aku pergi dulu." setelah mengatakan itu Xiao Shuai pun bangkit dan berjalan keluar dengan langkah malasnya. Sementara sang ayah hanya bisa menggelengkan kepala tak habis pikir.

"Apa yang adikmu ada benarnya juga Ruo'er, kau harus melatih elemen mu dibandingkan menggunakan itu untuk membakar rumput. Mungkin kau bisa masuk ke sebuah perguruan atau bergabung dengan sekte." ucap sang ayah memberi petuah yang membuat kakak Xiao Shuai atau Jiruo itu menundukkan kepalanya.

"Aku tidak ingin meninggalkan ayah sendirian, Shuai sudah mendapat undangan dari Perguruan Tiga Bukit. Hanya menghitung bulan dan dia sudah tidak bersama kita lagi, jika aku ikut pergi maka Ayah akan sendirian." ucap Jiruo seraya menatap ayahnya dengan tatapan memelas.

"Tidak perlu mengkhawatirkan ayah, kau hanya belajar di Perguruan selama 3 tahun. Tidak ada yang perlu di khawatirkan." ucap sang ayah menghela nafas akan sifat keras kepala putra sulungnya.

"Intinya aku tetap tidak ingin, biarkan Shuai saja yang melanjutkan hidupnya sebagai seorang Pendekar. Aku hanya ingin hidup seperti ini, menanam dan berburu untuk makan. Hidup tanpa perlu terikat dengan aturan dunia Kultivasi, tanpa perlu mengkhawatirkan peperangan yang bisa terjadi kapan saja." ucap Jiruo dengan tatapan tegas lalu dia berjalan meninggalkan sang ayah yang hanya bisa menatapnya dengan tatapan nanar.

"Ayah hanya tidak ingin kau menyesal Ruo'er, kau memiliki adik yang harus kau lindungi." gumamnya pelan seraya menundukkan kepala.

TBC

Bogor 12 Juni 2022

Jangan lupa memberikan dukungan!

Lira_Nurrcreators' thoughts