webnovel

Menata Hati

Reina mematung depan kaca kamarnya, ini sudah dua jam dari pertemuan mereka semuanya. Terlalu lama untuk sebuah pertemuan dibelakangnya, ini tidak baik pikirnya.

"Mengapa kamu melamun?"

Entah sejak kapan Venom berada di kamar utama, tatapan menyelidik terpampang nyata di kaca. Reina dibuat gugup karenanya.

"Kapan kamu datang? apakah mereka semua sudah pulang?"

"Kenapa kamu ingin tahu?"

Sorot mata tak nyaman berikan semacam getaran sengatan listrik yang kuat pada Reina. Venom bergerak seperti macan malas yang menemukan buruannya.

Tangan melingkari di pinggang Reina, kepala diletakan di bahu. Bayangan mereka berdua ada di dalam kaca memperlihatkan posisi intim dan menawan satu sama lainnya.

"Kamu cantik, Reina"

cup...

Satu ciuman diberikan lembut di lekukan leher Reina, "Uh...?" , suara Reina berikan tanda isyarat pada Venom jika ciuman tersebut mempengaruhi Reina.

"Reina, apa kamu keberatan jika aku menginginkan kamu lakukan tugasmu?"

"Aku-- "

"Aku tidak akan memaksamu"

cup...

Venom melakukan lagi dan lagi hingga membekas di leher Reina yang putih, sungguh pemandangan yang menarik mata.

"Aku-- "

"Berdasarkan surat perjanjian ekstra, aku tidak akan memaksamu tapi aku pria normal"

"Kamu-- "

"Aku butuh Reina"

"Kamu-- ingin mencari celah dalam perjanjian ekstra"

"Terserah pemikiran kamu tapi aku benar-benar ingin"

"Venom..."

Gerakan pelan Venom semakin mempengaruhi Reina, sedikit bersandar di belakangnya untuk berikan akses mudah tanpa sadar.

"Katakan Reina, kamu mengijinkan"

Tangan Venom mulai bergerak memainkan setiap sudut yang diperkirakan sensitif dari badan Reina.

"Aku-- "

Bibir bawah digigit, jari Venom mengelusnya untuk mengurai secara perlahan-lahan.

"Aku tidak minta hatimu"

"Apa karena mereka?"

"Hmm"

Tidak ada kata-kata lagi terdengar selain desahan panjang dari Reina dan gerakan perlahan dari Venom selama lima belas menit dirasakan cukup memulai.

"Katakan Reina"

Badan dibalik untuk melihat, bibir diraup sedikit demi sedikit untuk penegasan yang diinginkan keduanya. Nafas memburu satu sama lain berikan arti yang diinginkan adalah sama.

"Ya"

"Kamu tidak akan menyesalinya?"

"Tidak"

"Benarkah?"

"Venom, kamu terlalu banyak bicara"

Senyum diberikan, bergerak bersama untuk jatuh di atas tempat tidur dengan harapan akan masa depan pernikahan.

"Reina, kamu sangat cantik"

"Uh?"

"Aku mulai, Reina. Jangan menyesali keputusan ini"

"Venom, aku baru tahu kalau kamu sangat cerewet"

"Hahaha"

Suara tawa Venom bikin gemas Reina, hatinya berjuang untuk menerima Venom malah mentertawakan. Reina bergerak, Venom geram dibuatnya.

"Reina..."

Tawa berubah, suara-suara yang timbul tenggelam menghiasi seisi kamar utama. Penghalang sangat kuat membatasi gerakan, kebingungan muncul di wajah Venom.

"Reina, kamu---"

"...."

"Maaf"

Satu gerakan untuk menghancurkan penghalang tersebut menyebabkan wajah Reina berubah, Venom menunduk beri kecupan di kening untuk mengurangi rasa sakit tersebut.

"Tidak apa-apa"

"Kamu tidak akan menyesalinya?"

Tanpa mau menjawab pertanyaan, Reina menarik leher Venom untuk mendekat lalu menciumnya dengan perasaan kacau. Ia harus mulai melupakan Jose, cinta tak bisa memilih.

"Mereka menyulitkan kamu"

Sebuah pernyataan ketika mereka berdua berbaring sambil berpelukan. Keringat dan bau percintaan mengudara berikan semacam pemberitahuan pribadi.

"Tidak... hanya saja, aku perlu membuat pernikahan ini berhasil demi masa depan keluarga Xi"

"Ibumu?"

"Bukan tapi nyonya tua"

"Nyonya tua?"

"Nenek, satu-satunya orang yang tak bisa kamu remehkan. Beliau bisa mendirikan dan mempertahankan kelangsungan hidup keluarga Xi sebelum aku ambil alih"

Venom bergerak ke atas Reina, memperhatikan wajah cantiknya yang menghias. Terlihat kelelahan disana.

"Kita lakukan sekali lagi"

"Tidak mau"

"Ayolah, kita harus kejar target utama"

"Apa maksudmu?"

"Nyonya tua butuh keturunan, dan kamu perlu kerja sama"

"Hah?"

Tanpa perkataan lainnya, Venom mulai bereaksi lagi menikmati setiap sajian yang diberikan Reina.

"Kamu-- "

"Terima kasih?"

"Hei ..."

Tawa dan canda berbaur jadi satu dalam kamar utama. Venom maupun Reina tidak menduga sedikit dorongan dari kedatangan tamu tak diundang bisa menghasilkan sebuah ikatan tak kasat mata diantara mereka berdua.

~>

Rumah keluarga Syuhada,

Nou melipat kedua tangan di depan tubuhnya, mata melihat ke arah Lea yang terlihat sedih.

"Jangan bersedih, jelaskan saja lagi"

Mereka baru saja sampai, Lea cepat menghempaskan bagian tubuh belakang ke arah sofa. Feri berada di anak tangga segera berbalik kembali ke kamarnya.

"Nou, Venom bukan Jose yang mudah diyakinkan"

"Aku tahu"

"Ini membuat aku semakin takut kehilangannya. Venom terlihat dingin dariku"

"Apakah kamu sudah tanya kemana wanita itu?"

"Venom hanya dimintai tolong, menurutmu siapa? Jose?"

Mereka berdua terdiam sejenak, berfikir secara acak dalam otak masing-masing, tanpa menyadari kedatangan pria.

"Halo nona-nona...."

Kepala serempak menoleh ke arah suara, Nou terkejut sementara Lea mengerutkan keningnya seperti mengingat siapa pria ini. Namun, Lea tidak dapat mengingat.

"Chardy, mengapa kamu kemari?"

"Kakak ipar, aku lama diluar. Hari ini kebetulan libur ingin melihat keponakan dan ibu"

"Ibu mertua ada di rumah besar"

"Dimana Feri?"

"Ada di kamarnya"

"Aku akan melihatnya, sampai nanti wanita cantik"

Sengaja mengedipkan mata ke arah Lea sebelum Chardy bergegas menuju lantai dua. Satu kata tak nyaman timbul di kepala Lea namun, tidak diucapkan (dan ditulis disini).

"Siapa?"

"Adik Jose, kepala pengawas penjara besar. Kamu pakai kamar tamu di ujung dekat taman saja, aku lihat dulu ke atas"

"Oke"

Nou cepat berjalan ke arah lantai dua tapi sebuah tangan menyambarnya di tikungan mengarah kamar Feri.

"Kau!"

"Aku merindukanmu, Nou"

"Cih! jangan bicara palsu disini. Bagaimana tugas yang aku berikan? dimana wanita itu?"

"Kemungkinan 75% berada dalam perlindungan Venom"

"Chardy jangan bercanda jika Lea tahu..."

"Jangan beritahu, mudah kan"

"Lepas Chardy, tidak di rumahku"

"Ah, kamu lupa Nou. Ini rumah keluarga Syuhada yang dipinjamkan padamu sebagai bentuk perlindungan untuk Feri"

"Kamu-- "

Wajah Nou berubah gelap ketika Chardy sudah berada dalam tubuhnya, ini terlalu berani dilakukan.

"Diam dan nikmati. Kamu tidak mau orang tahu bukan? Jose menelepon"

Nou tidak dapat berkata-kata, tubuhnya telah merespon kuat sehingga apapun yang dilakukan Chardy sekarang ini hanya pasrah mengikuti.

"Untuk?"

"Menyingkirkan kamu"

"...."

"Nou... Nou, cerai saja dari Jose. Aku akan menghidupi kamu dan Feri"

plak!

Tamparan kuat pada wajah Chardy membuat gerakan terhenti, "Kamu berani memukulku!" teriaknya kesal.

"Jangan pernah berfikir jauh, Chardy!"

"Aku mencintaimu! selama ini aku yang selalu di sisimu Nou"

"Tapi aku tidak"

"Nou!"

Suara teriakan mereka berdua depan kamar Feri membangunkan, "Ibu dan paman?" ucapnya. Pelan beranjak dari tempat tidurnya untuk menguping dari dalam kamarnya.

"Chardy, kamu jelas tahu tujuan aku untuk apa di rumah ini"

"Jose tidak mencintaimu"

"Itu tidak penting Chardy, cukup aku saja yang mencintainya"

"Nou!"

Chardy merasa kemarahan yang semakin meningkat tajam, gerakannya bertambah kuat dan kasar pada tubuh Nou sehingga tangan Nou mencengkeram kuat agar tak jatuh ke lantai.

"Apa kamu tahu jika Jose memiliki wanita lain di dekatnya?"

"Aku-- "

"Kakakku punya dan kamu begitu bodoh berharap padanya"

Beberapa saat Nou terdiam, gerakan kasar Chardy semakin tidak terkontrol kemudian menghempaskan keduanya dalam pusaran yang tidak stabil.

Chardy melepaskan Nou, bersandar lemas di dinding sambil menatapnya. Cairan menetes di bawah kaki.

"Aku akan merebut kamu dari tangan Jose meskipun harus menyeret kamu masuk dalam penjara besar sekalipun"

"Chardy..."

Tanpa mau bicara lagi, Chardy pergi tinggalkan Nou yang bergerak turun ke lantai, kakinya tidak dapat menopang.

Di balik pintu kamar Feri,

"Ibu..."

Walau usianya masih tujuh tahun, Feri termasuk anak pintar sehingga kejadian di rumah ini, sangat paham.

~>

Ruang kerja di rumah tua keluarga Xi,

Suara air mengucur di aliran anak sungai buatan terdengar lembut di telinga.

"Kamu tidak berfikir jika Venom hanya memanfaatkan gadis itu, bukan?"

"Tidak nyonya tua"

"Kamu harus lebih perhatikan secara detil Mae"

"Akan saya lakukan nyonya tua"

"Pergilah"

"Baik nyonya tua, silahkan beristirahat"

Kaki mundur beberapa langkah ke belakang sembari menutup pintu dengan rapat.

klik.

Badan berdiri tegak sejajar pintu, kepala pelayan menunggu.

"Nyonya besar?"

"Ubah jadwal kedatangan Venom dan istrinya dari besok malam menjadi makan siang"

"Baik nyonya besar"

Langkah tergesa ke arah lain diperdengarkan. Tidak ada yang mencegahnya.

~>

Rumah keluarga Xi,

Reina melihat jelas bentuk wajah Venom yang tertidur pulas, hatinya naik turun tanpa bisa dicegah. Apakah sudah saatnya menyerahkan hati untuk membuka lagi? bukankah ini terlalu cepat mengingat masa lalu mereka berdua yang tidak biasa?.

"Aku ingin bayar berapapun isi pikiran kamu, Reina"

Mata bulat menggerjap bingung bikin Venom bergerak ke atasnya, bibir mungil tapi bengkak terpapar dengan indah.

"Jangan jatuh cinta padaku, Reina"

"Kenapa?"

"Aku tidak layak untuk itu"

"Mengapa tidak?"

"Aku-- orang jahat. Banyak orang yang mati di tanganku"

Tatapan berubah lembut, mengusap anak rambut di dahinya, menyenangkan rasanya.

"Kamu baik"

"Itukah pandanganmu tentangku"

"Ya, kamu tidak mengenalku tapi mengeluarkan aku dari penjara dan menikahi ku. Apa kamu tahu, itu seperti kamu menarik aku dari lubang neraka"

"Lubang neraka?"

"Ya"

Venom tidak tahu, apakah keputusan saat menikahi Reina adalah tepat tetapi melihat perkembangan mereka berdua, sepertinya benar.

Untuk waktu yang lama mereka tidak berbicara, benar kata orang, cinta tidak bisa memilih untuk kesempatan kedua.

Venom dan Reina berusaha untuk membuat ini semua berhasil di masa depan maka sudah seharusnya, mereka berjuang untuk mulai menata hati masing-masing dengan kata menerima.