Langit menjadi gelap dan matahari mulai tenggelam. Di dalam restoran terlihat seorang pemuda yang memakai baju kemeja berwarna putih sedang duduk di sudut ruangan.
Pemuda itu adalah Rein dia datang 30 menit lebih awal karena dia takut terlambat, ini pertama kalinya dia mengajak seorang perempuan untuk makan malam dengannya bagaimana mungkin dia terlambat.
Rein menutup matanya dan mengingat aturan aturan yang sudah dia hapal dirumah tadi.
Beberapa menit kemudian langit terlihat menjadi mendung dan angin menjadi dingin.
Rein sudah mengatakan pakaian yang akan dia kenakan pada Lucia jadi dia hanya menunggu di meja makan.
Karena datang terlalu awal dia harus menunggu Lucia datang dan ini masih 15 menit sebelum waktu yang ditentukan.
Kring.
Setiap kali pintu terbuka jantung Rein langsung berdebar debar, dia belum pernah melihat Lucia di dunia nyata jadi dia hanya bisa menebak bagaimana rupanya.
Karena di dalam game bisa mengubah 10% dari penampilan, dia juga bisa mengubah wajahnya menjadi lebih cantik atau lebih buruk.
"Jangan terlalu gugup, masih 15 menit lagi sebelum dia tiba." Rein berkata sendiri dan mengelus dadanya.
Kring.
Kali ini seorang wanita masuk ke dalam restoran lalu melihat sekitarnya, dia begitu cantik hingga seluruh orang yang ada di dalam ruangan itu melihatnya.
Rein juga melihatnya wanita itu memiliki rambut panjang berwarna almond dia seperti bukan berasal dari Indonesia, tingginya mungkin sekitar 165 cm dan memiliki badan yang sangat bagus dan cantik.
Wanita itu berjalan diikuti dengan berbagai pasang mata yang menatapnya. Rein juga terus memperhatikannya, wanita itu berjalan dan tiba tiba berhenti di samping meja Rein.
"Nier, apakah itu kamu?" Wanita itu bertanya dengan suara yang lembut, suaranya bagai musik yang berasal dari surga.
Tetapi Rein yang sedang duduk sudah sering mendengar suara yang indah itu dan dia tersenyum ketika mendengarnya.
"Lucia, silahkan duduk." Rein berkata.
Wanita cantik itu adalah Lucia, dia terlihat begitu menawan dengan pakaiannya yang berwarna putih.
Tanpa ragu Lucia duduk dan menatap Rein yang tersenyum di depannya. Walaupun dia terlihat tenang jantungnya berdebar sangat kencang saat ini.
Rein yang melihat Lucia bertindak seperti biasanya dia menjadi tenang dan kegugupannya sedikit menghilang.
"Lucia kamu terlihat cantik seperti biasa." Ucap Rein dengan memujinya.
"Berhentilah menggodaku ok?, ini pertama kalinya aku melihatmu memakai pakaian yang rapi." Lucia berkata dengan senyum di wajahnya.
Di dalam permainan Rein tidak pernah memakai pakaian yang rapi, dia terus memakai baju pemula berwarna putih dengan berbagai noda di bajunya.
"Ekhm.., tentu saja aku selalu terlihat tampan." Rein berkata dan tersenyum.
"Tch masih saja, lalu apakah kita perlu memperkenalkan diri lagi Nier?" Lucia bertanya.
"Oh iya aku sampai lupa, perkenalkan namaku Rein Adrian aku tinggal beberapa menit dari sini." Kata Rein.
"Berarti tempat tinggal kita lumayan dekat, perkenalkan namaku Lucia Erilyn dan juga aku orang Indonesia." Lucia berkata sambil tersenyum.
"Kamu menggunakan nama aslimu dalam permainan?" Rein bertanya.
"Memangnya tidak boleh?"
"Yahh.. bukannya tidak boleh, biasanya dalam permainan orang akan memilih untuk menyembunyikan identitas aslinya atau menggunakan nama yang terdengar keren." Jawab Rein.
"Kurasa aku tidak perlu menyembunyikannya karena aku ingin membuat dunia mendengar namaku" Lucia berkata.
"Hahaha.. itu persis seperti dirimu, lalu mari kita pesan makanannya dulu." Rein berkata.
Rein mengingat aturan pertama yang dihapalnya yaitu memilih makanan yang benar benar disukai, lalu dia langsung memilih sepotong steak untuk dipesan. Lucia juga memesan makanannya.
Aturan nomor dua yang dipelajari Rein adalah jangan bersikap kasar kepada pelayan, jadi dia memesan dengan nada yang bersahabat.
Tetapi pelayan itu malah merasa aneh dengan sikap Rein yang tiba tiba menjadi dekat. Setelah memesan, pelayan itu langsung kembali ke tempatnya.
Rein tersenyum canggung melihat kelakuan pelayan tersebut. Lalu dia melihat sekitarnya, banyak tatapan laki laki yang tertuju padanya dan tatapan itu dipenuhi rasa iri dan cemburu.
Suasana menjadi canggung dan mereka berdua diam, Rein berkeringat ketika dia tidak tahu harus bagaimana.
'Ayo berpikirlah otakku.. Carilah satu topik saja untuk dibicarakan.." Rein mulai berpikir, dia tidak menyangka suasananya akan menjadi canggung seperti ini.
"Nier apa kamu sakit?" Lucia tiba tiba bertanya.
"Ahh tidak.., aku hanya sedikit gugup ketika berbicara dengan gadis cantik sepertimu." Rein berkata.
"Pff.., kemana perginya koki gila yang tidak tahu malu itu." Lucia tertawa mendengarnya.
"Ngomong ngomong panggil saja aku Rein, terasa sedikit aneh kalau dipanggil Nier disini." Rein berkata.
"Hmm.., baiklah kalau begitu Rein..." Lucia langsung memanggilnya.
Rein tersenyum ketika namanya dipanggil dan tidak lama kemudian pelayan mengantarkan makanan mereka berdua.
Karena Rein belum makan dari pagi tadi dia memesan steak berukuran besar. Bukan hanya Rein yang memesan steak, Lucia juga memesan itu tetapi tidak sebesar steak Rein.
Rein mengingat aturan ketiga yang dia hapal tadi.
'Makanlah perlahan dan jangan terburu buru. Luangkan waktu untuk berbicara dan jangan terlalu terfokus pada makanan.'
Karena belum berpengalaman dia hanya mengikuti petunjuk yang ada di internet. Rein memilih steak juga karena rekomendasi dari petunjuk itu dan kebetulan dia juga menyukainya.
Mereka makan dan membahas tentang permainan, keduanya makan dengan perlahan dan obrolan mereka sudah tidak terlihat canggung seperti tadi.
Apa yang tidak diketahui Rein adalah Lucia juga membaca dan menghapal informasi tentang aturan makan malam yang ada di internet.
Keduanya menghabiskan makan malamnya dan perut Rein sudah terisi penuh tetapi ada satu aturan terakhir yang dia ingat, yaitu untuk memesan makanan penutup.
Rein memesan puding untuk makanan penutupnya dan begitu pula Lucia.
"Lucia, untuk besok apakah ada yang perlu kupersiapkan?" Rein bertanya karena besok adalah acara pertemuan akan dimulai.
"Hmm, kamu cukup memakai setelan jas... Kurasa itu saja cukup." Lucia berkata.
Rein mengkerutkan keningnya, dalam beberapa hari ini dia telah banyak menghabiskan banyak uang dan untuk besok dia harus membeli jas lagi, dia merasa sangat boros dalam pengeluarannya.
"Lalu dimana kita akan bertemu?" Rein bertanya.
"Aku akan menjemputmu besok, katakan saja dimana rumahmu.." Lucia berkata.
"Bukankah itu terbalik? Seharusnya pria yang menjemput wanita." Rein berkata.
"Aku tidak bisa, jika kamu menjemputku dan dilihat oleh keluargaku itu akan menjadi sangat merepotkan." Lucia berkata dan menggelengkan kepalanya.
Mendengar itu Rein mengerti, jika seorang pria menjemputnya mungkin Lucia akan menjadi gosip di sekitar rumahnya.
"Alamatku berada..." Rein memberi tahu Lucia alamat tempat tinggalnya.
"Itu dekat, mungkin kurang dari 10 menit aku akan tiba di rumahmu." Lucia berkata.
"Lucia bisakah aku meminta Id linemu?" Rein berkata lalu mengeluarkan smartphone Siomaynya.
"Line?, aku tidak memilikinya." Lucia menjawab.
"Lalu bagaimana aku harus menghubungimu?" Rein bertanya dan mengangkat alisnya.
Lucia terlihat gugup dengan pertanyaan dan sepertinya dia menyembunyikan sesuatu.
"Katakan saja Idmu nanti akan kutambahkan." Lucia berkata dan mengeluarkan Aipun XV keluaran terbaru yang berharga puluhan juta rupiah.
Rein menelan ludahnya, Siomaynya terlihat seperti sampah jika dibandingkan dengan Aipun Lucia.
"Idku paizzuri simpel bukan." Rein berkata dan tersenyum.
Tetapi Lucia menatap Rein dengan tidak percaya dan langsung menjawab,
"Kau memang mesum."
"Hah? Kamu mengetahuinya?" Rein bertanya.
"Hmph.. kau pikir aku bodoh?"
"Hahahaha.., baiklah baiklah sekarang sudah semakin larut, mau kuantarkan kamu pulang tuan putri?" Rein berkata.
"Tidak perlu, aku membawa kendaraan sendiri." Lucia berkata.
Mereka berdua berdiri dan Rein membayar semua biaya makanan, dan hampir 1 juta rupiah menghilang dari dompetnya.
"Dimana kendaraanmu?" Rein bertanya.
Mereka berjalan di area parkir yang lumayan luas dan banyak kendaraan yang diparkir disana, tidak ada orang lain selain mereka berdua.
Rein melihat motor maticnya yang masih terparkir dibawah rimbunan pohon.
"Ini." Lucia berkata.
Apa yang dihampiri Lucia adalah mobil Ferrari berwarna putih, mobil itu terlihat begitu mewah dibandingkan mobil lain disini.
'Ohh tuhan.., dia sangat kaya apakah aku sanggup untuk memilikinya?' Rein bertanya dalam hatinya.
Lucia membuka pintu mobilnya dan saat itu Rein memegang tangannya. Lucia terkejut karena tangannya tiba tiba dipegang.
"Lucia.., terima kasih kamu telah menerima ajakan makan malamku." Rein berkata dengan memegang tangannya.
"Tidak usah dipikirkan, ini adalah pengalaman menarik bagiku." Lucia berkata dengan senyum diwajahnya.
"Lalu... lain kali maukah kamu makan bersamaku lagi?" Rein bertanya dan masih menggenggam tangan Lucia.
"Tentu..., hubungi saja aku kalau ingin mengajakku lagi." Jawab Lucia.
Rein menggenggam kedua tangan Lucia lalu berkata.
"Kalau begitu berhati hatilah di jalan." Rein berkata dengan senyum diwajahnya lalu melepaskan tangan Lucia.
Lucia memberikan senyum indahnya lalu masuk ke dalam mobil, jika Rein melihatnya saat ini dia akan tahu kalau wajah Lucia sudah benar benar merah. Untungnya saja kaca mobil itu gelap sehingga tidak bisa dilihat Rein dari luar.
Lucia mengelus kedua tangannya lalu pergi meninggalkan Rein yang berdiri sendirian.
Dengan pelan Rein kembali ke motor maticnya dan dia kemnali teringat mobil Ferrari putih Lucia.
"Hahh..!, karena itulah aku tidak boleh menyerah!" Rein berteriak.