Langkah Gina terhenti saat melihat banyak orang tengah berkumpul di depan apartemennya, sepintas ia juga melihat seorang pria yang sempat mendatanginya malam-malam beberapa waktu yang lalu. Karena tak mau identitasnya diketahui, Gina kemudian pergi ke toilet untuk membuka rambut palsu yang ia gunakan dan korset yang menyamarkan bentuk dadanya. Setelah kembali menjadi Gina yang biasa bukan Gina dalam mode penyamaran.
Dengan penuh percaya diri Gina berjalan mendekati kamarnya menuju kerumunan orang yang tengah berkumpul itu.
"Gina,"pekik Patrick Davidson ketika ia melihat Gina mendekat.
Mendengar teriakan patrick sontak semua orang langsung menoleh ke arah Gina, termasuk Barbara Sanders yang sejak tadi sudah gelisah sekali ingin bertemu dengan Gina sang cucu pertama yang di sia-siakan suaminya itu.
Gina pun langsung menghentikan langkahnya saat semua orang itu menatapnya. "Siapa kalian? Kenapa kalian berkumpul di depan kamarku?"
"C-cucuku,"ucap Barbara terbata memanggil Gina yang tengah berdiri di hadapan mereka.
Dipanggil dengan sebutan 'cucu' membuat Gina langsung menoleh dan mencari sumber suara, saat sedang mengedarkan pandangan akhirnya tatapan Gina berhenti pada sosok wanita tua anggun yang juga sedang menatapnya tanpa berkedip dengan sorot mata sedih.
Menyadari suasana canggung Patrick kemudian melangkahkan kakinya ke depan, mendekati Gina. "Dia nenekmu, Gina. Ibu dari ayahmu."
"Ck, ayah? Aku tak punya ayah, bukankah aku sudah bilang pada anda malam itu, Tuan?"sahut Gina ketus.
"Gina ayolah..."
Barbara Sanders menyentuh punggung Patrick. "It's ok Patrick, biarkan aku yang berbicara dengannya."
"Baik Nyonya."
Patrick pun melangkahkan kakinya mundur, memberikan ruang pada Barbara Sanders untuk berbicara dengan Gina yang terlihat sangat tidak menerima kehadiran mereka semua itu.
Barbara Sanders tidak langsung berbicara dengan Gina, ia masih menatap wajah cantik Gina yang merupakan perpaduan sempurna Sandra dan putranya Julian. Mata Hijau Gina yang sangat mirip dengan Julian membuat Barbara yakin 1000 % gadis cantik yang ada di hadapannya adalah cucunya.
"Maafkan Grandma, maafkanlah Grandma sayang. Grandma salah karena selama ini diam saja saat ibumu mendapat ketidakadilan,"ucap Barbara Sanders serak.
Gina memasukkan kedua tangannya di dalam saku celananya. "Tak ada yang perlu dimaafkan atau meminta maaf, karena pada dasarnya aku tak ada hubungannya dengan kalian."
Bibir Barbara Sanders bergetar, kalimat yang diucapkan Gina terasa menusuk jantungnya.
"Aku nenekmu sayang, ibu dari ayahmu Julian. Aku ibu mertua ibumu, Gina."
"Ck, ibu mertua apanya? Memangnya anda pernah melakukan kewajiban dan tugas anda sebagai ibu mertua? Dimana anda pada saat anak anda yang pengecut itu meninggalkan ibu saya dalam keadaan hamil besar? Dimana anda saat ibuku melahirkanku? Dimana anda saat ibuku membutuhkan dukungan sosok ibu ketika ia seorang diri mengurus putrinya yang baru dilahirkan tanpa pengalaman apapun? Anda tidak ada disaat-saat seperti itu, Nyonya! Jadi stop mengatakan anda adalah ibu mertua ibu saya dan anak anda yang pengecut itu juga bukan ayahku,"sahut Gina ketus dengan suara meninggi, nafas Gina naik turun saat bicara. Menandakan kalau dirinya benar-benar marah saat ini, mengingat kembali tentang penderitaan sang ibu membuat Gina lepas kontrol.
Air mata Barbara menetes, kata demi kata yang diucapkan Gina terasa seperti anak panah yang terus menusuk ke jantungnya. Sakit dan pedih, dua kata itulah yang mampu menggambarkan betapa sakit hatinya saat ini.
"Ya sudah, lebih baik kalian pergi dari depan kamarku. Aku ingin masuk dan beristirahat, berada seharian di jalan membuatku lelah. Anda tenang saja Nyonya Sanders, ibuku membesarkan aku dengan sangat baik. Kau tak usah khawatir seperti suamimu itu, aku tak mau menikmati harta kalian aku masih bisa bekerja untuk mencari uang sendiri. Jadi anda tak usah khawatir,"ucap Gina kembali sambil menguap.
"Kau mencari kerja lagi, Gina?"tanya Patrick tak percaya.
"Yes, memangnya apa lagi yang bisa aku lakukan? Mengemis belas kasih pada keluarga orang lain untuk diangkat jadi anak dan dibuatkan pesta pertunangan yang sangat mewah begitu?"
Sekali lagi dada Barbara Sanders terasa sakit saat mendengar perkataan Gina.
"K-kau tahu tentang pesta pertunangan Diego?"tanya Patrick terbata.
Gina terkekeh. "Bagaimana aku tak tahu? Hampir semua surat kabar membahas soal pesta pertunangan itu, pesta pertunangan Diego Alvarez Sanders putra pertama Julian Sanders dan Vanessa Sanders digadang-gadang akan menjadi pesta pertunangan yang sangat mewah tahun ini. Itu adalah contoh headline yang ada di sebuah artikel yang muncul di ponselku, jadi mana mungkin aku tak tahu?"
Wajah patrick memucat, ia bisa merasakan sekali kebencian dan kemarahan yang sangat besar pada Gina saat ini. Cara Gina bicara dan menatap mereka semua sudah berbeda, tak seperti tadi.
"Gina..."
"Stop." Gina langsung mengangkat tangannya ke udara menghentikan perkataan Barbara Sanders. "Lebih baik kalian pergi, aku sudah sangat lelah sekali dan lapar. Biasanya aku kalau sedang lelah dan lapar akan menjadi mudah marah, jadi lebih baik kalian pergi saja karena keberadaan kalian disini sangat mengganggu."
Setelah berkata seperti itu Gina kemudian mengibaskan kedua tangannya di depan dadanya, membuat gerakan agar orang-orang yang ada di hadapannya memberinya jalan agar bisa masuk ke dalam kamarnya.
Perlahan Barbara dan Patrick pun menyingkir dari hadapan Gina begitu pula anak buah Patrick yang lain, mereka membuat jalan untuk Gina. Dengan langkah penuh percaya diri Gina berjalan melewati semua orang menuju pintu kamarnya yang tertutup rapat, tanpa membutuhkan waktu lama Gina berhasil membuka pintu kamarnya dan langsung masuk kedalam kamar sederhana tanpa mengucapkan sepatah kata lagi pada semua orang yang ada dihadapan kamarnya.
Melihat pintu kamar Gina tertutup rapat air mata Barbara menetes deras, sebagai seorang ibu dan nenek ia merasa sangat sedih sekali. Ucapan Gina membuatnya sadar kalau selama ini dirinya memang tak berguna dan terlalu menurut pada suaminya yang sudah mencampakkan Sandra.
"Nyonya, anda baik-baik saja?"tanya Patrick khawatir.
"Antar aku pulang Patrick, ada hal penting yang harus aku lakukan,"jawab Barbara dengan suara bergetar.
"Baik Nyonya."
Dengan langkah gontai Barbara berjalan menuju lift meninggalkan kamar Gina, Barbara benar-benar terluka dengan kalimat-kalimat yang Gina lontarkan sebelumnya. Semua perkataan Gina membuatnya sadar dan kini ia bersumpah ingin memperbaiki semuanya meskipun harus bertengkar dengan suaminya.
"Gelar cucu pertama di keluarga Sanders harus jatuh padamu Gina, kau cucuku darah dagingku yang sebenarnya bukan Diego,"ucap Barbara dalam hati ketika sudah ada di dalam mobil Patrick, kedua matanya yang basah masih menatap kamar Gina yang saat ini sudah terang benderang.
Bersambung