10 Hari Kemudian ....
Seorang pria yang sudah lengkap dengan seragam penyamarannya berdiri di depan cermin besar. Dia berkali-kali menghela napas kasar karena mulai geram, bosan, dan lelah dengan para pemberontak yang ternyata cukup sulit untuk dihabisi.
Itu karena ada beberapa anggota pemberontak yang menggunakan sihir hitam. Dia dan pasukannya harus lebih berhati-hati dengan para penyihir hitam yang bisa saja mengutuk mereka jika ketahuan. Apalagi beberapa prajurit memiliki sihir putih yang jika bertemu dengan sihir hitam, maka dapat membuat ketagihan dan efek kutukannya lumayan besar, termasuk dirinya yang dilingkupi dengan sihir putih.
Salah satu tangannya memasukkan pedang ke dalam kulit saku celana sambil berdecak sebal.
"Sudah lama tidak pulang, para pemberontak, penyihir hitam, belum bertemu Arunika lagi, belum membuat Arunika jatuh cinta, belum meminta izin dari Tuan Arya. Sial! Terlalu banyak tugas secara bersamaan!" umpat Gasendra seraya melilit kain untuk menutupi wajahnya.
"Pangeran Gasendra ...?"
Gasendra melirik ke cermin besar dan melihat Balges sudah berdiri kaget di sana.
"Apa?" tanya Gasendra dengan sedikit ketus.
Balges menelan saliva, lalu menggeleng perlahan.
'Aku tidak salah dengar, kan? Siapa tadi yang belum dibuat jatuh cinta dengannya? Apa pangeran ingin menikah lagi?'
"Kalau tidak ada apa-apa, kenapa datang ke sini?" Gasendra melangkah mendekat ke meja kerjanya, lalu duduk di atas kursi, "ada laporan apa?" tanya Gasendra yang sudah berubah menjadi halus.
Balges berjalan beberapa langkah mendekat ke meja kerja yang dibuat dadakan dengan menggunakan sihirnya.
"Para prajurit kelas atas sudah siap untuk melakukan penyamaran lagi, Pangeran."
Gasendra mengalihkan tatapan yang sedang memeriksa surat dari istana ke wajah Balges, lalu merotasikan matanya.
"Kalau itu sih aku juga sudah tau. Sekarang kan kita mau ke sana, aku juga sudah siap," ujar Gasendra. "Kali ini kau ikut teleportasi denganku saja, Balges. Aku tidak menerima penolakan seperti kemarin-kemarin."
Gasendra berdiri, lalu menggulung lengan baju dan menampakkan urat-urat tangannya yang menonjol, menambah kesan calon raja yang gagah.
"Ayo kita ke posko prajurit. Ada yang ingin aku sampaikan terlebih dahulu," ajak Gasendra berjalan mendahului Balges.
Sebelum benar-benar pergi dari tenda khusus miliknya, Gasendra tak lupa menjentikkan jari untuk menghilangkan meja kerja yang dibuatnya secara dadakan tadi.
***
"Kalian sudah memakai aksesoris yang sudah diberikan oleh Balges, kan?" tanya Gasendra yang berdiri di depan sepuluh prajurit kelas atas.
Mereka semua mengangguk seraya memegang aksesoris yang diberikan oleh Balges. Ada yang diberikan kalung, cincin, dan sebuah batu. Sejak diberikan pun, mereka sudah tahu kalau aksesoris tersebut sudah dilingkupi dengan sihir penjagaan, antisipasi jika para penyihir hitam memberi kutukan pada mereka.
Setidaknya jika mereka memakai aksesoris tersebut, kutukan itu tidak akan berhasil menembus diri mereka. Tentu saja mereka juga tahu kalau aksesoris tersebut dibuat oleh pria yang berdiri dengan gagahnya di depan sana.
"Kalau begitu, tolong pakai aksesoris itu sampai misi selesai. Aku yakin, jika hari ini misi kita akan selesai," ujar Gasendra dengan tatapan yakin. Aksesoris itu dibuat olehnya dengan mantra sihir yang baru saja ditemukan beberapa hari lalu. Dan saat itu juga, Gasendra langsung mengujinya bersama Balges.
Jangan tanyakan bagaimana mereka mengujinya, itu adalah hal yang buruk. Karena saat ujian pertama, mantra sihir yang dibuatnya sempat gagal dan berakhir dengan Gasendra serta Balges mendapat kutukan berupa insomnia dan kesedihan selama empat hari.
Benar-benar sangat menyiksa!
Tapi ... jika misi kali ini tidak selesai juga, dan aksesorisnya masih tak kuat menahan kutukan sihir hitam. Itu artinya, Gasendra terpaksa harus melibatkan para penyihir kerajaan di menara. Dan yang paling buruk, dia harus bertemu dengan salah satu penyihir menara yang cukup gila karena terobsesi untuk mencabut gigi gingsulnya.
Ugh, membayangkannya saja mampu membuat gigi Gasendra ngilu.
"Ah, aku juga mau memberi tau kalian kalau Balges ikut teleportasi bersamaku. Kalian teleportasi saja lebih dulu dan sembunyikan diri kalian dari para pemberontak di tempat yang sama. Aku dan Balges akan menyusul terpisah dengan kalian," jelas Gasendra seraya melirik Balges yang memimpin pasukan. Jari telunjuknya menyuruh Balges untuk keluar barisan dan berdiri di sampingnya.
Setelah Balges pindah ke sampingnya dengan wajah sedikit murung, Gasendra bertanya pada mereka semua.
"Kalian paham, kan?"
"Paham, Pangeran!" seru mereka semua.
Gasendra mengangguk dan memasang wajah seriusnya.
"Silakan berteleportasi," ujar Gasendra memberikan izin.
Satu per satu dari prajurit kelas atas mulai berteleportasi meninggalkan lapangan utama serta Gasendra dan Balges yang masih belum beranjak dari tempatnya.
'Pangeran Gasendra ....'
"Huh? Arunika?" Gasendra melihat ke sekeliling saat mendengar sayup-sayup suara terdengar di telinga.
Balges yang melihat itu menaikkan salah satu alisnya karena bingung dan penasaran dengan apa yang dilakukan oleh sang pangeran.
"Ada apa, Pangeran?"
Gasendra mengusap tengkuknya yang tertutup oleh kain hitam. Dia menoleh pada Balges dan bertanya, "Kau mendengar ada yang memanggilku?"
"Sama sekali tidak, Pangeran. Memangnya siapa yang memanggil anda?"
Gasendra memejamkan maniknya untuk sementara, lalu menjawab, "Putri Tuan Arya."
Setelah menjawab pertanyaan Balges dan berhasil membuatnya terkejut di tempat. Gasendra tidak memberikan napas dan waktu untuk Balges yang akan bertanya lebih lanjut. Pria itu langsung menjentikkan tangannya untuk berteleportasi.
"Pangeran!" pekik Balges sebelum hilang ditelan mantra teleportasi milik sang pangeran.
***
Bruk!
"Ugh." Balges terjatuh dengan posisi terlentang tepat di atas rumput. Sayup-sayup dalam pejam matanya, dia mendengar suara wanita yang bernyanyi diiringi dengan sitar yang dipetik dengan halus.
"Pangeran Gasendra?"
Suara wanita terdengar di telinga Balges dan membuatnya langsung membuka mata. Yang pertama kali dilihatnya adalah langit biru karena posisinya saat terjatuh adalah terlentang. Dia menurunkan pandangan dan melihat sebuah taman yang dikelilingi dengan aneka bunga berwarna-warni.
"Arunika?"
Balges berusaha untuk berdiri walaupun kepala dan bokongnya terasa sakit.
"Hah?" kaget Balges saat melihat dua muda-mudi yang saling menatap dengan rasa keterkejutan.
Wanita yang bermain sitar itu meletakkan sitarnya di atas tanah, lalu berjalan menghampiri Gasendra.
"Semoga keberkahan dan keselamatan diberikan oleh Para Dewa dan Dewi untuk anda, Pangeran Gasendra."
"Ah, ya .... Maaf, sekarang aku berada di mana, ya?" tanya Gasendra yang kebingungan saat tertangkap basah oleh Arunika.
"Taman pribadiku. Bagaimana anda bisa datang ke sini? Siapa yang mengantar anda ke sini? Lalu mengapa selama sepuluh hari ini anda tidak ada kabar sama sekali?" tanya Arunika dengan beruntun.
Balges dibuat tertegun di tempatnya.
'Siapa wanita ity? Kenapa dia bisa bertanya beruntun seperti itu pada seorang pangeran?'
"Kau ini ... satu-satu dong kalau mau bertanya!" protes Gasendra sambil bersedekap.
'Waduh! Kalau dilanjutkan, bisa-bisa misi kali ini tidak akan selesai sekarang!'
Balges berlari menghampiri Gasendra, walaupun jujur ... bokongnya masih terasa sakit.
Ah, sakit di bokongnya diurus nanti saja lah. Toh, dia bisa memakai sihir penyembuh.
"Pangeran!"
Dua orang itu menoleh dengan cepat saat melihat Balges yang berlari ke arah mereka.
"Ah, aku lupa kalau ada kau juga," kata Gasendra dengan senyum jahil.
"Daripada itu ... lebih baik kita cepat pergi. Para prajurit sudah menunggu kita di sana," tutur Balges dengan terburu-buru. Apalagi mereka berteleportasi menuju tempat agar menghemat waktu, satu detik pun langsung sampai.
Gasendra mengangguk, lalu menoleh pada Arunika.
"Aku pamit."
Dia merasa sedikit kecewa karena pangeran yang belum memberikan penjelasan dan main pamit begitu saja. Namun, dia harus mengerti kalau sang pangeran sedang sibuk mengurus para pemberontak. Arunika menatap mata Gasendra, kemudian menghela napas perlahan.
"Anda berhutang penjelasan pada saya, Pangeran. Kalau begitu semoga tugas anda cepat selesai," ujar Arunika seraya membungkukkan kepala. "Semoga keberkahan dan keselamatan selalu diberikan Para Dewa dan Dewi untuk anda, Pangeran Gasendra."
Gasendra mengangguk. Dia melihat dari ekor mata kalau Balges sudah mengode untuk segera pergi dari sana.
"Sebentar," bisik Gasendra pada Balges.
"Aku hanya mendengar kau memanggilku dan membuat aku sangat kepikiran. Saat berteleportasi, tanpa sadar aku mengarahkan tujuan padamu, Arunika."
Blush
Pipi Arunika memerah malu. Dia segera menutupi wajahnya dengan kain yang tersampir di pundak.
'Memangnya bisa seperti itu ...?'
"Aku pamit."
Dalam satu kedipan mata kecil, Gasendra serta Balges menghilang dari taman pribadi Arunika dan meninggalkannya yang langsung berjongkok untuk menyembunyikan wajah merahnya.
———