webnovel

The Demon CEO Finds Lost Love

SEASON 2 TELAH SELESAI SEASON 3 UNTUK SEMENTARA HIATUS, DEMI PERSIAPAN KONFLIK BARU MENGUSUNG SCI-FI. HIATUS...!!! Maaf jika Season 3 tidak langsung saya garap. jujur mengusung tema Sci-fi yang di padukan dengan romance itu sulit. Apalagi, sebenarnya novel saya basic nya itu adalah kisah cinta ala-ala CEO, yang di gemari para ibu-ibu. sedangkan di season 3 nanti banting setir ke sci-fi demi alur. Jadi, mohon pengertiannya. Tapi karena memang dari season 1 sudah membawa alur menuju ke sana. Maka harus saya lanjutkan juga membawa SCI-FI. INGAT!!! tidak semudah itu membuat cerita, saya bukan kekurangan ide, hanya masih dilema akan lanjut atau di buat sekuel. Karena memang jalan ceritanya genre nya akan sedikit berubah. AKAN DI LANJUTKAN SEASON 3 SETELAH 3 TAHUN YANG AKAN DATANG. TERIMA KASIH . MOHON DOANYA SEMOGA 3 TAHUN YG AKAN DATANG SAYA MASIH BISA MELANJUTKAN CERITA INI KE SEASON 3. Dapatkah seorang atheis berhati dingin jatuh cinta? Temui Ludius Lu! Pria atheis berdarah dingin, penguasa sekaligus CEO yang mendominasi Seluruh Daratan China ini mampu mendapatkan apapun yang ia inginkan, termasuk wanita. Tapi...kenapa dia tak bisa dapatkan hati gadis ini? Ia tidak tahu apa yang salah dengan dirinya? Mengapa ia tidak bisa menaklukkan wanita lemah sepertinya? Hatinya yang beku sekian lamanya begitu mudahnya dicairkan oleh seorang gadis tak berdaya. Gadis yang terlahir dari rahim wanita Indonesia ini, Silvia Zhu, seorang wanita berkeyakinan kuat. Demi mengemban amanah Ayahnya sebelum meninggal, Ia bertekad pergi ke Negara China untuk mencari keluarga Ayahnya berada. Tapi apakah Silvia tahu, bahwa niatannya akan berujung pada sebuah Takdir?? Takdir yang merubah hidup keduanya, menggoncang hati sang penguasa dingin. Akankah Ludius berhasil mendapatkan hati Silvia? Ketika Takdir di hadapkan pada dua kehidupan yang saling berlawanan, apa yang akan terjadi? Sequel dari Novel ini "Ludius, cukup..! mengapa kamu selalu menanggungnya sendiri? Tidakkah itu menyakitkan?" Bisik Silvia, air matanya tiba-tiba saja menetes. Ludius hanya terdiam, mulutnya seakan terkunci untuk berbicara. 'Silvia, kamu tidak tahu betapa kejam dunia ini. Jika aku ingin bertahan, maka aku harus berdiri tegak di depan semua orang. Selama ini aku sudah membuang hati dan perasaanku, yang ku anggap sebagai kelemahan ku. Tapi kamu mampu melihat sisi lemah ku'. Ludius melepas pelukannya, Dia mengusap air mata Silvia dengan lembut. "Jangan menangis, aku tidak pernah mengizinkanmu untuk itu. Kamu tahu.. Kamu adalah wanita pertama yang mampu menebak isi hatiku". "Walau begitu kamu masih tidak mau membaginya denganku?" Perkataan Silvia penuh makna. "Belum waktunya, Jika tiba saatnya aku pasti akan membaginya denganmu". Ludius menarik tangan Silvia menuju hamparan bunga yang memenuhi taman. Mereka duduk di bangku di tengah hamparan bunga.  Angin berhembus menyibakkan rambut Silvia,  "Ludius, Bukankah bunga ini menenangkan hati mu? Disini seakan kita bisa lebih jujur pada hati kita sendiri" ucap Silvia yang masih menikmati kesejukan angin yang berhembus. "Entahlah.. aku hanya merasa sedikit nyaman berada di sini". jawab Ludius yang masih memandang hamparan bunga. // // // // // TAG MAFIA, CEO, SWEET ROMANCE, COLD MAN, PERFECT HUSBAND, ACTION, ARROGANT, SWEET, MISTERY, BOSS, PERFECT PARTNER, KILL, BLOOD, TRAGEDY, Di Volume ke 2 nantinya akan banyak pemain baru, cinta dan aksi serta mengungkap masalah yang masih tertinggal di Volume 1. Bagi pembaca baru saya sarankan membaca Volume 1 terlebih dahulu untuk memahami alur cerita. copyright Embun_nada Hak cipta di lindungi undang-undang, dilarang mengcopy dan sebagainya tanpa sepengetahuan penulis. fb Embun_nada dan Rotul nada instagram Embun nada

embun_nada2 · Urbano
Classificações insuficientes
509 Chs

45.

Dengan cepatnya Silvia menarik tangannya kembali. Silvia salah tingkah mengetahui dirinya sendiri melakukan hal yang aneh terhadap Ludius. Wajah Silvia memerah menahan malu.

Ludius mensentil kening Silvia   'Augh,

"Sudah jangan difikirkan. Lihatlah wajahmu  Seperti tomat yang baru saja matang dari pohonnya. Sangat imut" ledeknya.

Ludius membawa Silvia kesebuah meja ditengah hamparan bunga yang telah dipersiapkan. Satu persatu pelayan datang membawa beberapa menu.

"Apakah ada menu yang kamu tidak suka? Kalau ada katakan saja. Biar nanti aku akan menggantinya".

Terlihat menu sarapan pagi ini penuh satu meja. Ada sop tulang iga, steak daging sapi,  beberapa menu vegetarian dan dessert pudding mangga serta, beberapa camilan khas Indonesia. "Apakah makanan sebanyak ini hanya untuk kita berdua?" Tanya Silvia, matanya terbelalak melihat satu meja penuh dengan makanan.

"Iya tentu saja, memang siapa lagi yang akan memakannya. Aku ingin melihatmu gemukan, jangan seperti ikan teri yang kurus kering tapi seperti panda yang gemuk dan menggemaskan" ledeknya lagi.

Ludius mengambil sedikit nasi, sup dan daging steak. Dia menyuapinya tanpa Silvia pinta. "Apa aku memintamu untuk menyuapiku? Jangan sembarangan berbuat. Aku masih bisa mengandalkan tanganku walau cacat".

Sepertinya Silvia salah mengartikan sikap Ludius. Dia terlihat kesal melihat Ludius berbuat seenaknya saja.

"Aku tidak sembarangan berbuat. Kamu boleh makan sendiri setelah aku menyuapimu. Silvia, jangan menanggung beban seorang diri, tidakkah itu terlalu berat? Berbagilah, masih ada aku disini yang selalu ada untukmu".

Silvia terdiam sejenak mendengar perkataan Ludius. Dia merasa pernah mendengarnya tapi entah dimana. "Ludius, kamu mendapat kata-kata seperti itu dimana? Dilihat dari perangaianmu, kamu bukanlah orang yang mudah memberi saran apalagi untuk orang yang baru kamu kenal".

"Aku mendapat kata-kata ini dari orang yang paling aku cintai. Sayangnya saat ini dia sedang tidak tahu kalau aku sangat mencintainya dan berharap dia mengingatku kembali" kata Ludius lirih.

Lagi-lagi hati Silvia bergejolak, perasaannya seakan ikut tersayat mendengar perkataan lirih yang keluar dari mulut Ludius.

(Aku sedih, mengapa aku bersedih tanpa alasan? Apa aku benar-benar melewatkan hal penting tentangnya?). Tanya Silvia pada hatinya sendiri.

Ludius yang sedang menyuapi Silvia baru menyadari suasana hati Silvia berubah mendung, dia menghentikan diri untuk menyuapi Silvia. "Jangan bersedih, kamu sudah banyak menumpahkan air matamu untuk hal yang tidak penting Silvia. Tapi menangislah jika itu memang membuatmu lega".

Silvia menatap hamparan bunga, dia hirup dalam-dalam hembusan angin yang menyapanya.

"Ludius, bisa kamu bungkus semua makanan ini? Aku ingin membawanya pulang" pinta Silvia.

"Jika kamu ingin lebih banyak, aku akan pesankan untukmu". Balas Ludius.

" Bukan seperti itu. Kamu mungkin tidak tahu, hidup selayaknya roda yang berputar. Kadang dibawah kadang berada diatas. Saat kita berada diatas kadang kita gelap mata untuk melihat betapa rapuh dan kecilnya kita dihadapan Tuhan. Kita dengan mudahnya di hempaskan kebawah jika memang itu sudah menjadi kehendakNya. Jadi selagi kita diatas, sesekali kita harus menundukkan pandangan dan penglihatan kita untuk orang yang berada di bawah kita dengan rendah hati. Aku berniat membagi makanan ini untuk para anak yatim di panti asuhan yang selalu aku lewati setiap pulang sekolah dulu. Sudah lama aku tidak berkunjung kesana".

Ludius tertegun, Perkataan sederhana namun begitu dalam membuat Ludius terdiam kehilangan kata-kata. (Seberapa banyak lagi sisi dirimu yang belum aku ketahui Sayang?. Inilah yang membuatmu berbeda dari wanita manapun. Kamu mengingatkanku akan masa kecilku yang pernah hidup di sebuah panti. Tanpa kamu sadari Kamu telah menyadarkanku sayang).

"Baiklah, kita bungkus makanan ini dan berkunjung ke tempat yang kamu inginkan". Ludius tersenyum, dia seperti sedang merencanakan suatu hal lagi tanpa sepengetahuan Silvia.

Walau Ludius gagal membawa Silvia jalan mengelilingi Pantai, tapi membawanya ketempat yang dia inginkan itu sudah cukup bagi Ludius.

Setelah selesai dengan sarapan di Ressort penuh bunga. Ludius membawa Silvia ke sebuah panti asuhan yang sering Silvia lewati dulu. Sebelum pergi Ludius sudah memerintahkan seseorang untuk mengantarkan beberapa bingkisan dan hadiah untuk anak-anak yang berada di panti.

.....

Ludius memarkirkan mobilnya didepan sebuah bangunan tua yang sudah usang. Sesekali terlihat anak-anak saling berlarian. Mereka berhenti beraktifitas saat melihat Ludius dan Silvia berjalan kearah mereka.

"Pagi semua.." Sapa Silvia dengan senyuman hangat.

"Hallo.." Sapa Ludius dengan senyuman. Dia memilih tidak banyak bicara karena memang bahasa mereka berbeda.

"Kakak Silvia.. Hei teman-teman,  Kakak Silvia datang mengunjungi kita. Cepat panggil ibu Pengasuh". Sapa salah seorang anak yang mengenal Silvia, mereka berlari mendekati Silvia dan Ludius dengan perasaan gembira. Find authorized novels in Webnovel,faster updates, better experience,Please click www.webnovel.com www.webnovel.com for visiting.

Ludius yang melihat pemandangan langka ini justru terdiam (Apakah ini yang dinamakan keluarga? Sudah berapa lama aku tidak merasakan kehangatan seperti ini?). Batinnya.

"Kakak Silvia, apa dia teman Kakak? Dia tampan. Apa dia bukan orang indonesia?" Tanya salah satu anak kecil yang menarik jas Ludius.

"Hallo Honey, my name is Ludius. What your name? " sapa Ludius dengan senyuman.

"Namaku Lily" jawab anak kecil itu. Dia mengulurkan tangannya kearah Ludius.

"Are you asking for a hug? Oh.. Of course". Ludius menggendong anak kecil tadi dan memeluknya. Melihat ada anak yang di gendong satu persatu anak-anak yang lain mengikuti.

Silvia yang tersenyum melihat anak-anak senang dengan kedatangannya. Sesekali dia tersenyum melihat Ludius tertawa lepas.

Ibu pengasuh datang bersama anak-anak yang lain "Silvia? Bagaimana kabarmu nak?" Sapa ibu Weni. Dia salah satu pengasuh di panti asuhan itu.

"Aku baik bu Weni. Maafkan aku bu, karena baru kali ini bisa mengunjungi Ibu". Ludius mengantar Silvia pada Ibu Weni.

Dari depan terlihat ada mobil yang berhenti. Mu Lan dan beberapa orang di belakangnya datang menghampiri Ludius.

"Pagi Tuan Lu, saya telah membawakan apa yang Tuan minta". Sapa Mu Lan dengan menundukkan badan.

"Caregiver, I came here with some gifts to share with the children. Please accept *Ibu pengasuh, saya datang kemari membawa beberapa bingkisan. Mohon diterima" Sapa Ludius dengan ramah

"Well, I gladly accept. Baik saya terima dengan senang hati". Balas ibu Weni dengan senyuman.

Ludius berjalan kearah Mu Lan "Mu Lan, bawa masuk semua bingkisan yang aku minta".

Diam-diam Mu Lan menahan marah melihat Ludius tersenyum hanya karena seorang wanita cacat. Dia menyembunyikan wajah liciknya dibalik sikap patuhnya pada Ludius. Sesekali Mu Lan menatap Silvia dengan sinis.

Silvia yang sedang bersama Ludius dan anak-anak di persilahkan masuk oleh Ibu Weni,

"Hore, dapat hadiah dari Kakak Lu". Teriak Lily dan berlari masuk kedalam rumah.

Ludius mendorong Silvia masuk kedalam rumah "Silvia, apa kamu menyukainya?" Bisik Ludius tepat di samping telinga Silvia.

"Ludius, kamu jua menyukainya kan? Buktinya kamu mau tertawa lepas bersama anak-anak panti" balas Silvia dengan senyuman

"Benar, baru kali ini aku bisa merasakan kehangatan, bercanda, tertawa lepas. Seakan beban dalam fikiranku hilang begitu saja. Terima kasih karena telah membawaku kemari. Sayang" Suara Ludius lirih saat mengatakan Sayang.

Ludius berfikir belum saatnya dia membuka identitas yang sebenarnya pada Silvia.

(Bersamamu adalah Kebahagiaan sederhana yang tidak bisa diukur dengan harta sekalipun).