webnovel

Bab 6 Akhirnya Damai

Entah berapa jam berlalu Dimitri sudah kewalahan dengan ethan yang seperti anak kecil, tadinya dia ingin berhenti untuk makan dan minum lalu tidur, tapi sekarang ia harus merawat seorang anak kecil jadi-jadian. Sebelumnya jika sinar matahari masih memasuki jendela kamar mereka kali ini dia sudah menyalakan lampu kamar tersebut untuk melihat. Dengan jelas kamar yang sebelumnya terlihat rapi dan bersih menjadi berantakan, lampu pijar dan barang yang mudah pecah ditaruh di lantai karena Ethan terus membawanya dan berlari-lari mengintari ruangan, bantal berserakan di lantai karena dilempar oleh Ethan, beberapa bungkus permen berada di atas kasur dan lantai.

Dimitri dapat merasakan lingkaran hitamnya yang sudah ada menjadi semakin tebal.

Ethan yang mabuk melompat-lompat di kasur, sedangkan ia sudah terbaring di kasur tepat dibawah Ethan yang sedang melompat-lompat tangannya terinjak beberapa kali tapi jiwanya serasa sudah meninggalkannya, dia tidak punya tenaga untuk mengeluh. Dia tak dapat melakukan apa-apa lagi, selain menunggu Ethan lelah.

Ethan tiba-tiba melompat turun dari kasurnya dia menarik tubuh lemas Dimitri, "Ayo main denganku." Dimitri yang ditarik terseret karena Ethan dia seperti sekarung kentang yang dibawa begitu saja.

Dimitri sangat ingin menangis, ia hanya ingin tidur.

"Mitri~~ Mitri~~"

Ethan memanggilnya seperti anak kecil manja membuat Dimitri merasa jijik karena tidak sesuai, bahkan Ethan memeluk pinggangnya erat membuatnya hampir tidak dapat bernafas.

Dia ingat kebiasaan Ethan saat dia berumur 4 tahun dia mempunyai kebiasaan memeluk seseorang yang dekat dengannya, dan seperti saat itu kali ini dia mengalami dejavu hanya dengan pelukan itu, hanya saja kali ini dia merasa tulangnya akan patah jika Ethan memeluknya lebih erat lagi.

"Mitri kau dapat menolongku?"

"Ten-tentu saja kau lepas dahulu." Jawabnya sambil memukul-mukul ringan lengan Ethan.

Akhirnya Dimitri lepas dari pelukkan maut tersebut dia segera mengambil nafas panjang, baru kali ini ia merasa senang hanya dengan bernafas lancar, "Pertama kau duduk dulu dan minum ini." Dimitri menarik paksa Ethan saat dia sedang lengah sehingga mudah baginya untuk mendudukannya di kursi dia memberikan segelas air pada Ethan. Anehnya lelaki itu menurut padanya dia meminum habis air itu perlahan, meletakkan gelas itu di meja disebelahnya. Lalu tangannya mendarat di lututnya, kedua kakinya saling menempel rapat satu sama lain, dia duduk dengan punggung yang tegak, dan wajahnya terdapat senyuman manis.

Saat mabuk dia menjadi seorang anak ceria dan penurut, dan saat sadar dia menjadi seorang iblis yang kosong dan dingin, sungguh transisi yang aneh pikir Dimitri.

Kembali ke tujuan sebelumnya dia lebih baik menyelesaikan semuanya lalu tidur, "Kau ingin apa?" tanyanya lelah sehingga ia terdengar sedang marah, "A-apa aku membuatmu marah?" Ethan bertanya polos, matanya berkaca-kaca, dan suaranya bergetar dia seperti akan menangis sebentar lagi. Dengan panik Dimitri menepuk punggungnya, "Ti-tidak-tidak aku hanya lelah jadi lebih baik kau cepat menjawabnya. Mengerti?"

"Mengerti."matanya yang berkaca-kaca kembali menjadi normal hanya dengan satu perkataan, "Kau tak akan marah?" tanyanya curiga memiringkan kepalanya kesamping, "Iya." Dimitri menepuk pundak Ethan.

"Jadi apa yang kau mau." Dimitri memaksakan sebuah senyum dan nadanya menjadi lebih lembut seperti seorang ibu pada bayinya, "Aku ingin menemukan Shanon Jeffey aku akan membunuhnya ahahahaaha." Ethan terdengar sangat tak berdosa saat mengatakannya, "Jadi,.. bantu aku bisa?"

"…"

Dimitri memucat dengan perkataan Ethan, dia berkata seperti anak kecil yang sangat polos nan tak berdosa tapi niat dari katanya sangat menyeramkan. Jika itu untuk menemukan Shannon dia bisa, tapi jika memiliki niat seperti ini bukankah sama saja dia secara tak langsung membunuhnya?!

Tapi dia memiliki beberapa rasa penasaran yang perlu dijawab, terutama Ethan mabuk dia dapat menjawab semua dengan jujur. Jadi dia memakai kesempatan ini, "Kalau kau menjawab pertanyaanku aku akan membantumu."

"Apa itu?" tanyanya penasaran mata Ethan berbinar seperti seekor anak anjing yang menggoyangkan ekornya.

Menarik nafas yang panjang, Dimitri ragu untuk menanyakan pada Ethan saat sedang sadar karena dia mabuk dia dapat bertanya padanya, "Kenapa kau membunuh orang?"

"Aku… tidak suka mereka" Ethan tersenyum lebar setelah jawaban itu keluar dari mulutnya. Dimitri menggertakkan giginya wajahnya menadi gelap, "Kenapa? Apa kau memiliki alasan?" Dia mengepalkan tangannya, menahan dirinya untuk tidak menarik bajunya, "Mereka jahat, mereka membunuh ayahku, lalu ibuku, lalu adikku, lalu kakakku... lalu mereka akan membunuhku..." Tiba-tiba Ethan berdiri dari kursinya tergesa-gesa membuat kursi tersebut terjatuh kebelakang menimbulka suara benturan yang keras, "Aku tak suka orang jahat..." Ethan mengingat suara tembakkan yang didengarnya, dia melihat tubuh ayahnya yang masih mengalir darah segar, bau besi memasuki hidungnya. Suara teriakan ibunya, tembakan dari lantai atas, Benson yang menyuruhnya untuk hidup, dia mengingatnya dengan jelas seperti burung di langit yang biru.

"Cukup." Dimitri tidak tahan mendengarnya, "Saat itu kenapa kau tak datang ke rumahku? Saat itu jika kau datang keluargaku juga dapat membantumu, ibu sudah merasa kau seperti anaknya sendiri, kau seperti seorang kakak untukku."

Saat keluarga Bridge meninggal ibunya menangis keras terutama karena ia sudah mengenal ayah Ethan dalam waktu yang lama, Ethan terutama selalu datang ke rumahnya bahkan selalu menawarkan untuk mencuci piring atau untuk memasak. Ibunya selalu menolak semua tawaran itu karena saat itu Ethan masih kecil ia harus bermain.

"Mitri,.. aku tidak pergi saat itu karena… aku takut jika aku datang, kau dan keluargamu bisa terkena bahaya juga. Lebih baik aku pergi saja saat itu langsung menghilang." Ethan menjawabnya sambil mencoba untuk mengembalikan posisi kursi yang terjatuh ke lantai karenanya.

Suara Ethan terdengar parau dan serius, membuat Dimitri merasa terpukul, disaat dirinya juga dapat menjadi sasaran empuk dia masih berpikir tentang keselamatan orang lain. Dia ingat saat dia menghadiri pemakaman Keluarga Bridges, satu-satunya hiburan untuknya adalah jumlah peti mati yang kurang. Dia tahu Ethan masih hidup, karena itu dia selalu menunggu di rumahnya melihat pintu rumahnya yang akan diketuk.

Dia salah.

Dua hari dia menunggu Ethan tidak pernah datang. Dia bahkan mencoba untuk mencari Ethan menuju ke tempat yang biasa mereka kunjungi, di rumah pohon dekat rumahnya berharap dia ada disana, tapi Ethan juga tidak ada disana.

Dimitri berhenti bicara, dia merasa tidak ingin bertanya lebih jauh, dia melihat Ethan sudah tertidur. Wajah polos itu terlihat kosong saat dia bertemu, tangannya kotor, dan hatinya menjadi dingin. Dimitri tidak pernah tahu cara membuat hati dingin itu menjadi lebih hangat, tidak semua selesai seperti yang terjadi di buku dongeng hanya dengan bertemu dengan seseorang gadis cantik untuk membuat hatinya luluh. Cara yang diperlukan akan lebih kompleks daripada kisah di buku cerita, dan akhir dari cerita itu tidak akan perah diketahui. Mungkin itu akan berakhir bahagia, mungkin itu akan berakhir dengan tragedi.

Tidak akan ada yang tahu kecuali Tuhan itu sendiri.

3 Tahun lalu saat dia mencari-cari tahu sedikit soal Ethan hampir saja dia pasrah karena hasilnya selalu tidak ada, ia selalu harus bersiap dengan yang terburuk dari semua itu. Namun sedikit harapan muncul secara tiba-tiba dengan cara yang tak diduga, saat itu dia ditugaskan untuk mengambil berita tentang pembunuhan yang terjadi di sebuah gudang, polisi berkumpul dimana-mana untuk mengeluarkan mayat.

Seorang korban yang selamat menyerahkan dirinya pada polisi dan langsung mengakui kesalahanya bahkan yang terkecil dan tidak penting, dia dengan bahagia memasuki sel penjara.

Setidaknya mereka sudah tahu wajah dari pelaku tersebut, saat sketsa dari pelaku pembunuhan tersebut Dimitri terlalu terkejut saat melihatnya. Sketsa tersebut adalah Ethan yang sudah remaja dengan wajahnya tetap sama hanya terlihat sedikit lebih dewasa, wajahnya menjadi sedikit lebih panjang dan kurus dari terakhir kali. Seketika tubuhnya seperti tersiram air dingin, kepalanya kosong, dan semua keributan itu memudar bagi Dimitri.

"Ti-tidak mungkin." Bisiknya, rasa shock itu terlalu besar untuknya, Ethan yang dia tahu adalah tidak pernah menyakiti mahluk hidup bahkan jika itu adalah nyamuk dia hanya mengusirnya. Alasan dari semua itu adalah semua hidup itu berharga. Tapi sekarang, dia tidak dapat percaya, seorang yang sebelumnya polos dan baik hati, sekarang menjadi seseorang yang membunuh 27 orang sendirian. Banyak pertanyaan yang dimilikinya saat itu dia tak percaya. Saat dia pulang sepertinya dia masih mencoba untuk memahami hati lelaki itu, tapi ia tak dapat paham.

Dia bahkan menjadi takut karena Ethan yang berubah total hingga dia ingin berhenti mencari Ethan. Keesokan harinya pelaku yang ditahan di penjara mati karena lehernya tertusuk, kejadian itu membuatnya semakin bertanya-tanya. Namun, pada akhirnya dia tetap mencarinya.

Jika dahulu dia adalah malaikat di mata orang-orang meski dia manja dan suka memilih-milih makanan, sekarang semua orang di jalanan memanggilnya seorang iblis.

Setidaknya saat ini dia dapat sedikit paham dengan Ethan.

Dimitri mengambil sebuah selimut dan menaruhnya pada Ethan, dia menutupi tubuh Ethan dengan selimut hangat itu. Dimitri berjalan mematikan lampu kamar tersebut, menuju kasurnya akhirnya dia dapat tidur, dia melepaskan sepatunya dan membaringkan dirinya. Kepalanya mendarat di bantalan empuk, wangi dari sabun masih menempel pada sarung bantal membuatnya tenang. Melihat lelaki yang tertidur di kursi itu dia menghela nafasnya sayang saja seseorang seperti Ethan harus mengalami semua ini, jika tidak dia yakin Ethan akan memiliki hidup yang baik.

"Selamat malam."

Setidaknya hari ini berakhir dengan damai.