webnovel

Bab 5 Serigala Mabuk

"Eeehhh…"

"APA?!"

Dimitri tidak percaya dengan yang didengarnya dia merebut surat dari tangan Ethan dan membacanya. Memang surat itu berkata Benson masih hidup, hanya saja sepertinya kemungkinannya sangat kecil. Lanjutan dari surat itu adalah dia harus menemukan Lelaki bernama Shannon Jeffrey, dia akan menemukan semua jawaban kenapa keluarganya dibunuh.

Ketrkejutan itu terlalu besar untuk kedua lelaki tersebut, Ethan merasa kepalanya terlalu penuh dia perlu waktu. Satu sisi dia curiga bahwa ini jebakan dari seseorang, surat ini dikirim pada Dimitri sebagai umpan baginya, kemudian dia akan ditangkap dan dibunnuh juga. Tapi di satu sisi dia berharap jika benar kakaknya masih hidup, dan dia akan tahu kenapa insiden keluarganya.

Tapi apakah itu patut dipertaruhkan?

Tentu saja Ethan lebih memilih untuk mempertaruhkannya, daripada tidak melakukan apapun. Ethan harus menemukan seseorang bernama Shannon Jeffrey tapi akan sulit untuk mencarinya sendiri,"Mitri.." panggilnya Dimitri menanggapinya, "Hmmm?"

Ethan menutup matanya dan menghela nafasnya, "Bisakah kau membantuku?"

Mata Dimitri terbuka lebar hingga dia membalikkan kepalanya pada Ethan, sangat jarang Ethan meminta bantuannya. Bahkan saat keluarganya tiada dia tidak pernah datang ke rumahnya untuk meminta bantuannya, dia menunggu setiap hari menunggu sebuah ketukkan pintunya untuk seorang temannya. Namun semua itu tidak pernah tiba hingga dia meninggalkan rumahnya.

"Ya, tentu saja boleh tapi ayo kita tinggalkan tempat ini dahulu." Dimitri menepuk pundak temannya dia berdiri dari tempat tidur tersebut, dia merasa resah tinggal di tempat tersebut, dan tembok rumah itu tipis jika terdengar akan lebih berbahaya. Ethan masih duduk di kasur dia mengangkat salah satu alisnya, "Kau saja aku akan tinggal disini." Dimitri melihat keadaan ruangan itu dia lebih takut jika Ethan mati karena bangunan tersebut roboh dan menimpanya, jadi dia menariknya dengan keras kepala mencoba untuk meyakinkannya, "Ayolah kau dapat tinggal denganku, lagipula akan bahaya bagimu jika terus disini."

Dimitri kesusahan dalam menarik Ethan, meski tubuhnya lebih tinggi dan lebih besar Ethan pada dasarnya lebih berat darinya karena ototnya sehingga sulit baginya untuk memindahkannya.

Ethan memikirkan perkataan Dimitri, yang dikatakan olehnya ada benarnya, keberadaannya sudah diketahui jika seseorang kesini untuk membunuhnya itu akan sangat mudah. Jika dia pergi dengan Dimitri mungkin dirinya akan lebih aman untuknya, dan mengingat Dimitri ia pasti tinggal di tempat yang ramai, akan sulit untuk membuat keributan.

Ethan berdiri secara tiba-tiba membuat Dimitri yang menariknya lengah dan hampir terjatuh, untungnya Ethan segera memegangi lengannya, "Kalau begitu kau tunggu saja aku hanya akan berkemas sebentar." Ethan mengatakan pada Dimitri melepaskan tangannya.

"Kalau begitu aku akan menunggumu di mobil." Jawabnya sambil menutup pintu kamar tersebut, meninggalkan lelaki itu sendirian di kamarnya. Ethan membuka lemarinya dia mengambil baju dan celananya dengan model yang sama, dia memasukkannya kedalam sebuah tas kainnya yang sudah usang dan pergi meninggalkan kamar suram tersebut.

Dimitri melihat Ethan keluar dari bangunan itu segera menyalakan mobilnya, Ethan melihat mobil berwarna hijau gelap, atap mobilnya terlipat kebelakang. Ethan membuka pintu dan duduk disebelahnya, "Bagus juga mobilmu." Pujinya. Dimitri sedikit malu-malu, "Aku tidak tahu kau menyukai mobil Ethan." Sebenarnya alasan asli Ethan memuji mobilnya karena dudukkannya yang empuk dan nyaman dia menyukainya. Tiba-tiba Dimitri menawarkannya, "Apa kau ingin mencoba mengendarainya?" Ethan lengah dengan tawaran itu, dia menunjuk dirinya dengan linglung dengan bingung dia bertanya, "Aku?" Dimitri hanya mengangguk padanya.

Ada waktu dimana Ethan melihat di jalan mobil yang lalu lalang, dia juga ingin mencobanya karena terlihat keren, tapi sekarang dia kurang yakin dengan kemampuannya. Juga demi keselamatan keduanya dia harus menolak, "Tidak perlu, akan berbahaya jika aku yang mengendarainya bisa saja kita melihat keluargaku."

Dimitri menggigil mendengar perkataannya, Ethan terdengar serius saat mengatakannya jika itu benar dia akan menyesal seluruh hidupnya.

Dimitri mengendarai mobil tersebut keluar dari kota tersebut, meninggalkan kota yang terlihat suram tersebut jauh. Ethan melihat kebelakangnya kota itu semakin menjauh dari pandangannya, ia dismbut dengan padang rumput berwarna hijau segar, langit yang sebiru laut, dan awan yang terlihat seperti bulu domba. Setelah sekian lama kali ini dia benar-benar melihat warna yang cerah setelah pergi dari kota yang terlihat hampir tidak berwarna. Udara segar memasuki hidungnya, dia dapat mencium aroma rumput yang membuat dirinya tenang, dia terus melihat-lihat kesana dan kemari.

"Apa kau tidak pernah melihat pemandangan seperti ini Ethan?"

"Aku beberapa kali melihatnya saat berpindah kota. Tapi…."

Dimitri memutar kepalanya melihat Ethan, "Tapi apa?"

"Aku sudah lama tidak melihat warna secerah ini."

"Memangnya selama ini kau tidak melihat warna apapun."

Sebenarnya apa yang dilihat oleh Ethan bukan dunia yang tanpa warna, hanya saja dia selalu merasa tertekan sehingga dia hampir tidak memperhatikan warna atau apapun yang disekitarnya. Apa yang dilihatnya selalu suram untuknya, terutama selalu tiggal di kota yang penuh dengan asap dan orang yang hampir selalu memakai pakaian yang sama membuatnya selalu terbiasa dengan warna yang gelap dan monoton.

Mereka berkendara hingga matahari mulai terbenam, Dimitri memberhentikan mobilnya di suatu penginapan kecil. Tempat itu hanya rumah dengan dua tingkat tapi cukup besar untuk memiliki sekitar sepuluh kamar, "Apa tempatmu masih jauh?" Ethan melihat Dimitri yang mencabut kunci mobilnya dan meregangkan tubuhnya, "Tidak juga hanya saja aku sudah lelah berkendara seharian, lagipula… Hoammmm…."

"Aku hanya tidur sebentar kemarin, jadi biarkan sahabatmu ini tidur dahulu." Lanjutnya, tanpa basa-basi dia membuka pintu mobil dan berlari dengan bahagia seperti anak kecil kedalam penginapan tersebut. Ethan masih terdiam di dalam mobil tersebut, tiba-tiba pintu terbuka menunjukkan kepala Dimitri, "Jangan lupa untuk menutupi mobilnya, kau tinggal hanya perlu menggeser atap mobilnya."

Dan dia masuk kembali kedalam penginapan tersebut, Ethan turun dari mobil tersebut dan melakukan apa yang disuruh oleh Dimitri, dia menutupnya dan masuk kedalam penginapan tersebut. Penginapan tersebut terlihat sangat hangat dan nyaman, terutama karena cahaya matahi yang berwarna oranye membuat lantai tersebut terlihat seperti karpet bulu rubah yang hangat.

Ethan berjalan menuju ruang makan di penginapan itu, seketika harum dari makanan yang baru saja dimasak terhirup ke hidungnya. Kentang tumbuk yang baru saja selesai dimasak, daging panggang yang dimasak dengan sempurna, roti yang kulitnya terlihat renyah dan garing. Dimitri yang duduk di meja tersebut melipat tangannya, saat dia melihat Ethan wajahnya menjadi sedikit lebih terang, "Ayolah kemari, kita makan lalu tidur seperti sapi."

Kadang Ethan tidak tahu dari mana temannya mendapat perumpamaan seperti ini, tapi selama dia bahagia sepertinya itu tidak akan masalah. Mendekat ke meja itu aroma makanan itu menjadi semakin kuat, sehingga perutnya semakin lapar uap panas keluar dari setiap makanan tersebut menunjukkan makanan yang baru selesai dimasak. Dimitri sudah meyuap makanan di depannya saat Ethan sudah duduk, dia melihat Ethan tidak menyentuh daging tersebut sama sekali sehingga dia menaikkan alisnya, "Apa kau tidak ingin makan?"

"Tidak.. hanya saja aku tidak suka."

Sebenarnya dia bahkan sudah tidak suka makan daging, dahulu saat ibunya memasak daging dia selalu memakannya sampai habis, sekarang dia hanya merasa daging terasa seperti karet yang membuatnya mual. Sebuah garpu mendarat di piringnya, "Kalau begitu aku akan mewakilimu makan daging."

"Hmmm." Ethan melihat daging tersebut diambil dari piringnya hanya menyisakan dirinya dengan kentang dan roti, "Apa ada yang kau inginkan?" Ethan menatapnya dia tak fokus saat dirinya sedang makan sehingga dia tidak mendengar Dimitri dengan jelas, "Apa kau ingin sesuatu?" ulang lelaki di seberangnya.

Berpikir sebentar dia sebenarnya menginginkan pie coklat dan segelas coklat panas, hanya saja dia tidak ingin merepotkan temannya lebih jauh lagi, "Tidak ada." Jawabnya menyuap sesendok kentang ke dalam mulutnya. karena uap panas dari kentang tersebut lidahnya terasa terbakar, Ethan tiba-tiba bersin hingga kentang di dalam mulutnya tersembur ke wajah Dimitri.

"… maaf."

"Tidak apa-apa sungguh." Dimitri mengelap wajahnya.

Suasana keduanya menjadi canggung, keduanya sudah tidak bertemu cukup lama dan keadaan sudah berubah. Keduanya dapat merasakan sebuah jurang memisahkan keduanya, tidak ada yang berbicara sampai piring keduanya kosong. Dimitri terbatuk, "Bagaimana jika kita minum saja?" Dimitri menuangkan cairan berwarna tembaga dengan bau yang kuat dia dengan senang memberikannya pada Ethan, "Minumlah, minumlah." Ethan menerimanya begitu saja dan langsung meneguknya.

Saat ethan meneguknya minuman itu terasa terlalu kuat dan terasa pahit seperti obat bagi Ethan dengan terpaksa dia menelannya, tubuhnya terasa panas setelah menelan cairan itu.

"Bagaimana? Enak?"

Ethan merasa tidak enak karena dia bersin ke wajah Dimitri dengan terpaksa Ethan mengatakan, "…. Enak. Apa ini?"

"Whisky." Dimitri menuangkan segelas lagi pada Ethan, "Jika enak kita dapat minum bersama."

"…"

Ethan berusaha untuk meminum sesedikit mungkin, dia terus membuat alasan untuk santai menyesap alkohol tersebut. Namun meski dia hanya meminum dua gelas whisky kepalanya mulai terasa pusing dan wajahnya memerah, dia melihat botol whisky yang hanya tersisa seperempatnya, Dimitri terus menerus menuangkan pada gelasnya dan terus menegguknya dalam sekali teguk bahkan memesan satu botol lagi untuknya.

Melihat temannya yang meminum terlalu banyak dia tidak dapat berkata-kata, disaat dia hampir pingsan hanya dengan dua gelas. Tubuh Ethan mulai bergoyang-goyang seperti rumput tinggi yang tertiup angin, matanya yang setengah tertutup terasa berat seluruh pengelihatannya bergoyang-goyang. Ethan melipat tangannya di meja membuatnya sebagai bantalan untuk kepalanya, jaket hitamnya membuat bantalan itu semakin terasa lembut. Lagipula ini pertama kalinya dia minum sehingga dia belum terbiasa dengan rasanya, sehingga dia tertidur karena tidak tahan dengan rasa kantuknya.

Wajah Dimitri memerah karena alkohol dia melihat Ethan yang tertidur diseberangnya, dia meletakkan gelas pendek di tangannya ia mengambil botol whisky tersebut dan langsung menghabiskan seluruh botol tersebut. Mengalungkan lengan Ethan ke pundaknya ia menyeret tubuh lelaki yang berat, "Kau tidak kuat minum ternyata jika tahu aku tidak akan memaksamu." Gumamnya pelan, dia menyeret tubuhnya dengan seluruh kekuatannya yang hampir habis ke kamarnya, dia menempatkan Ethan di salah satu kasur di kamar tersebut. Dimitri melepaskan jaket dan sepatunya, saat sepatunya dilepas bau tak sedap langsung tercium semerbak memenuhi ruangan tersebut. Dimitri yang tidak masalah dengan minuman keras sebelumnya menjadi mual dan akan merasa pingsan, dia merasa mencium seonggok daging busuk ditaruh di depannya.

Tiba-tiba Ethan membuka matanya lebar, wajahnya yang tampan terlihat serius dia melotot pada Dimitri membuatnya tegang saat ini dia merasa seperti kucing kecil di hutan pada malam hari yang sedang diburu oleh seekor serigala gunung yang ganas.

"Hehehe." Ethan tiba-tiba terkekeh.

"He… he…he?" Dimitri mengulangnya dengan linglung.

"Ya hehehehe." Ethan tersenyum cerah setelah mengatakannya.

Mata Dimitri membesar,"Hah?" sepertinya baru saja beberapa jam yang lalu lelaki didepannya terlihat kosong dan dingin sekarang dia tertawa seperti seorang anak kecil.

"Mitrii… duduk disini."Ethan berbicara dengan manja dia menepuk-nepuk ujung kasurnya dengan ceria memintanya untuk menemaninya, senyumnya sangat cerah dan polos, entah bagaimana ternyata serigala yang sebelumnya dilihat menjadi seekor anjing Husky dengan bulut lebat dan tersenyum lebar pada kucing kecil itu. Dimitri menjadi sedikit lebih santai sehingga dia duduk di sebelah Ethan. Dimitri melihat Ethan yang berlagak seperti anak berusia lima tahun, dia secara tiba-tiba mengambil handuk dan mulai memasukkan ke mulutnya dan mengunyahnya hanya untuk ditarik oleh Dimitri yang mencoba mengeluarkan dari mulutnya, "Lepaskan!" Ethan menggelengkan kepalanya masih mengigit handuk putih itu semakin kuat, Dimitri menggunakan seluruh kekuatannya, tapi perbedaan kekuatan diantara keduanya tak adil sehingga dia kalah. Namun dia tidak menyerah, dia mencoba menarik rahang bawah Ethan bahkan menggunakan kakinya untuk menahan kepala bagian atasnya, hingga akhirnya dia berhasil mengeluarkan handuk itu hanya untuk Ethan mengigit kakinya hingga dia berteriak karena rasa geli, "IHIHIHIHI lepaskan! Geli! AKH! IHIHIHI." Dimitri menepuk-nepuk Ethan tanpa melihat dia tanpa sengaja memukuli wajahnya.

Dan Ethan menurut kali ini dia melepasnya, "Jangan pukul, nanti dimarahin." Ethan mendengus kesal, pipinya menjadi lebih besar, wajahnya masam. Lelaki disebelahnya seperti seekor anjing yang baru saja merusak suatu barang lalu memasang wajah kesal karena barang tersebut rusak. Dimitri tidak dapat tidak merasa gemas dengannya, rasanya benar-benar seperti merawat anak kecil.