webnovel

PRISONERS OF MAGIC

Penjara tidak akan pernah menjadi pemandangan yang indah.

Mungkin satu-satunya tempat terdingin di tengah hangatnya musim panas. Sebagian juga menganggapnya neraka di atas bumi, saking gerahnya tidak masuk akal bahkan untuk musim panas itu sendiri.

Dua orang bertubuh besar menyeret paksa Alicia menuju ruang registrasi. Alicia tidak menyerang dirinya dengan tantrum karena mencoba mengendalikan rasa takutnya, namun matanya tetap berkaca-kaca dan mulutnya terus memelas bahwa semua ini hanya kesalahpahaman belaka.

Setelah memasuki ruang registrasi, dirinya disuruh duduk di satu-satunya kursi kosong. Di hadapannya ada seorang petugas berkemeja putih kusam dengan wajah kuyu, mungkin karena kurang tidur.

Pria murung tersebut duduk ditengah lampu yang bergelantung, memandang Alicia. Sedangkan sudut ruangan kontras gelap, semakin menambah kesan tak mengenakkan dari ruangan tersebut. Belum lagi wajah petugas di depannya yang penuh bayang-bayang ibarat sedang melihat pembunuh berantai di gang sepi. Ruang registrasi terasa seperti ruang interograsi. Petugas yang memiliki pengenal bertuliskan "David Whistlehoff" lalu mengeluarkan secarik formulir dan pulpen dan mulai menulis. Dua pria yang menggiring Alicia mundur ke pojokan.

"Nama?" kata David sang pengurus.

Alicia yang terlena dengan seramnya ruangan terkejut. "A-apa? Ma-maaf, bisa ulangi?"

"Baru saja pertanyaan pertama kau sudah membuang waktuku," gerutu David datar. "Nama?"

"Maaf. Alicia. C-Crimsonmane."

"Maaf Alicia Crimsonmane?"

"Alicia Crimsonmane, maksudku. Maaf"

David menatapnya kesal lagi dengan mata kosongnya. Entahlah, sepertinya David sangat membenci pekerjaan ini.

"Seni mistik?"

"Anu … tidak tahu."

David Whistlehoff balik memandangnya tajam lagi. Kali ini mukanya menunjukkan perasaan penuh curiga. "'Tidak tahu' tidak terdaftar dalam daftar seni manapun, Nona Crimsonmane."

"M-maksudku …," sambung Alicia dengan putus asa. "Aku tidak tahu disiplin sihir apa yang aku gunakan. Aku h-hanya menggunakannya s-secara spontan saja …"

Alis David mengerut. Suara napasnya menjadi berat, Alicia bingung apa yang salah dengan caranya berbicara.

"Apa perkataanku ada yang salah?" tanyanya.

"Kau bermain-main denganku, Nona?"

Alicia semakin gelagapan dibuatnya. "A-aku t-t-tidak tahu maksudnya, Tuan Whistleshoff."

"Begitu," David seraya memanggil petugas yang berada di pojokan untuk mengambil keranjang dorong berisikan peralatan-peralatan tertentu, lalu dia melanjutkan menulis.

Keranjang dorong menampilan peralatan yang dibawanya dalam terang: Sarung tangan logam, Penutup mata logam, baju pengekang, topeng besi dengan tonjolan di belakang bagian mulutnya, kelihatannya untuk menyumpal mulut seseorang, lalu ada lagi sebotol potion aneh, dan peralatan mencurigakan lainnya. Mata David tertarik pada sebuah kotak kecil dengan lubang tangan di satu sisinya, lalu diraihnya kotak kecil itu dengan tangan kirinya. Yang membuat ragu Alicia adalah sisi atasnya membentuk perangai seekor naga yang marah dengan mata berapi-api. Dalam lubangnya tampak terdapat gerigi-gerigi mencurigakan.

"Masukan tanganmu disini, Nona," perintahnya.

Alicia bimbang. "Alat apa itu? Ada apa di dalamnya?"

David memundurkan wajahnya sedikit, membuat perangai sang karyawan semakin menyeramkan akibat kontras cahaya dan bayangan di sekeliling wajahnya.

"Rasa sakit," jawabnya datar.

Alicia sontak panik dan mulai meraung. "Tunggu! Kumohon jangan menyiksaku, aku akan mengatakan semuanya secara jujur! Kumohon, kumohon!"

"Astaga, tenanglah, Nona. Ini hanya prosedur, tidak seburuk itu."

Kedua petugas tadi menghampiri Alicia. sang gadis masih tidak percaya dengan buaian sang resepsionis penjara. Petugas pertama yang datang menahan dirinya agar tidak memberontak, sedangkan satunya lagi memaksa tangan kiri Alicia agar masuk ke lubang kotak tersebut. Alicia menggeliat kuat, dan mencoba berteriak, namun apa daya, massa otot kedua sipir lebih besar dari pada Alicia yang ramping. Petugas pertama tadi menutup mulut Alicia dengan tangannya agar tidak menciptakan keributan.

Tangan Alicia berhasil masuk kedalam lubang kotak tersebut, hampir tanpa perlawanan. Lubang itu kemudian mengeluarkan sinar biru terang, lalu garis cahaya yang lebih terang lagi muncul melewati telapak tangannya seperti sedang dipindai. David mengeluarkan tangannya dari kotak tersebut, para sipir melepaskan cengkramannya dari tubuh Alicia dan kembali ke sudut bayangan sambil bergelak tawa. Alicia melihat Whistlehoff yang datar dengan wajah tak percaya; Ia baru saja diusili di penjara, dan David Whistlehoff sama sekali tidak berusaha keras menunjukkan gelak tawa seolah mukanya memang dicetak demikian sejak lahir.

Wajah naga di sisi atas kotak terpecah dan membentuk potongan puzzle, menampilkan sebuah layar yang Alicia tidak tahu apa isinya. David melihat konten layar tersebut, dan berkata "Oh," dengan nada datar sambil menuliskannya di laporan.

"A-apa isinya?" tanya Alicia penasaran.

"Tidak perlu tahu," sahut David. "Tolong segel nona ini."

"Apa kau akan mengusiliku lagi, Tuan David Tidak Tahu Malu?"

Salah satu sipir datang mengeluarkan tongkat sihirnya dan mulai merapal mantra.

"Verum Vates" (Pengungkap Kebenaran)

Ujung tongkat mulai bercahaya, lalu mulai melukiskan sesuatu ke tangan kanan Alicia yang terdapat bekas luka bakar.

"Berhenti! Ayolah, Jangan disitu, tidakkah kau merasa kasihan? tangan satunya lagi!" seru David.

Petugas tersebut berpindah sisi lalu kembali melukis ke tangan satunya. Lukisan tersebut tampak seperti sebuah lingkaran sihir yang bercahaya. Lingkaran tersebut langsung memberikan sensasi gelitik ke Alicia sesaat, tanda sihirnya sudah tertanam.

"Baiklah, ayo kita lanjutkan," kata David. "Tadi kau bilang kau tidak tahu seni mistik yang kau praktikan? Apakah sihirmu mengandalkan gerakan tangan dan tubuh?"

Alicia masih ragu apakah David ini bertanya serius atau tidak dibalik perangai segannya.

"I-iya." Jawabnya.

"Bagaimana dengan gerakan jari?"

"Sedikit, kurasa."

"Mata?"

"Maksudnya?"

"Matamu. Apa kau mengendalikan sihirmu melalui mata?"

"T-tidak tahu. Mungkin tidak."

"Apa kau membutuhkan medium konduktor sihir untuk mengeluarkan sihir?"

"Sihirku berasal dari Orb, jadi iya."

"Merapal mantra?"

"Aku tidak melakukannya."

"Kau yakin kau bukan 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳, Nona?"

"Aku bukan 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 seperti yang aku katakan, aku tidak mempraktikan sihir dari disiplin manapun."

"Lalu bagaimana kau mengeluarkan sihir?"

"Aku … A-aku menyatukan pikiran ku dengan Orb untuk mengakses kekuatan dari Orb."

"Bola sihirmu itu? Jadi itu bukan bola untuk meramal? Tanpa Orb kau tidak bisa mengendalikan sihir?"

"Aku tidak tahu apakah Orb bisa meramal. Dan tidak, aku tidak bisa sihir tanpa Orb ku. Peramal menggunakan bola itu palsu, ngomong-ngomong."

David Whistlehoff menatap sang gadis lekat-lekat, lalu melihat tangannya yang tercap lingkaran sihir. Lingkaran tersebut tampak tidak bereaksi apa-apa, maka iapun melanjutkan penulisan laporannya.

"Kita tidak butuh satupun peralatan ini. Singkirkan." Petugas lalu menjemput keranjang dorong tersebut kembali ke kelam malam artifisial. David dengan tatapan kosongnya yang tajam kembali menatap Alicia.

"Kabar baiknya, tanpa Orb kau hanyalah perempuan biasa. Dua petugas tadi akan menggiringmu ke ruang tahanan sihir tingkat rendah. Lingkaran sihir ditanganmu itu akan tetap berada di sana, sampai pengadilan selesai. Terima kasih, selamat beristirahat."

David Whistlehoff tidak bertele-tele, bahkan sama sekali acuh tak acuh terhadap si gadis Crimsonmane yang katanya menggenggam kekuatan sihir terkuat di alam semesta. Dua petugas tadi langsung menggotong Alicia kasar melewati pintu yang berada di belakang David.

"Tunggu!" pinta Alicia sebelum menuju pintu. "Kalian benar-benar akan memenjarkan seorang remaja enam belas tahun?"

David membalikkan badannya. "Kau hitungannya penyihir, Nona. Kalau penyihir, tidak peduli umurnya, akan ditindak sama dan secara tegas jika diperlukan."

***

Di sepanjang lorong, para tahanan sihir kelas teri mulai menghadap keluar guna memastikan desas-desus yang tersebar itu benar. Saat Alicia yang digiring berjalan menuju selnya, para tahanan mulai menunjukkan wajah predatornya kepada sang gadis. Siulan dan kumpulan kata-kata tak mengenakkan terlontar ke arahnya.

"Hei lihat, ada perempuan cantik!"

"𝘊𝘶𝘪𝘵-𝘤𝘶𝘪𝘵 … Mengapa ada kutubuku jelita di sini?"

"Hai Nona, apakah kau pemilik kekuatan Arcane murni itu?"

"Kalau kau tidak mau celaka, berbagilah sihirmu denganku, gadis mungil."

"Hei, gadis kecil, mengapa kau digotong ke penjara oleh dua kacung itu? Sini sama om saja!"

"Kau si pemilik kekuatan sihir murni? Gadis ingusan sepertimu?"

"Lihat! Lihat muka paniknya. Oh, aku jadi tak sabar untuk mengacak-mengacak mukanya, hahaha!"

"Mengapa kau tidak menggunakan sihir hebatmu untuk mengeluarkan dirimu atau kami? Ayolah keluarkan satu dua trik untuk kami!"

"Para sipir sangat berbaik hati, mereka meninggalkan kita sebuah bahan hiburan!"

"Sudah putih, mulus, pemilik arcane murni, montok pula! Amboy, kau pasti anak bangsawan! Menggiurkan!"

"Kau akan benar-benar 'menikmati' waktumu di penjara, nak! Karena kami akan sangat menikmatinya pula. Terutama karena kau tidak bisa sihir disini, hehehe."

Semua pelecehan verbal yang keluar benar-benar membuatnya bergidik terdiam. Alicia tetap menundukkan kepalanya, tidak ingin menoleh para tahanan bejat nan tengik itu.

Akhirnya, sampailah mereka di kompleks penjara yang lebih sepi. Pada ruangan sel paling ujung, Alicia dikurung di sana dan ditinggalkan begitu saja. Di sekeliling temboknya Alicia dapat melihat simbol-simbol sihir berwarna terang, yang sepertinya digunakan untuk menyegel kemampuan sihir seseorang.

Alicia terduduk sambil tertunduk di kasurnya. Matanya mulai sembab, tinggal di kurungan sel sendirian di tengah sekumpulan penjahat bengis tidak pernah semenakutkan ini.

"Jangan panik, Alicia. Jangan panik!" pintanya untuk diri sendiri. "Kamu bisa melewati ini. Kamu bisa melewati pengadilan dengan baik. Kamu tinggal mengatakan yang sejujurnya, cukup mudah, bukan? Ini akan berlalu!"

Sepotong sapaan yang lebih beradab dari sel seberang menarik perhatian Alicia. Suaranya halus dan maskulin membuat Alicia menoleh.

"Orang baru? Halo, siapapun di sana."

Seorang pria terungkap dari muka sel. Dia sepertinya baru menyelesaikan sesi olahraganya, terlihat dari peluh di muka, dan otot bicep mengkilat yang tak dapat dijangkau singlet hitamnya. Dia memandang langsung kedua netra Alicia Crimsonmane sambil mengelap mukanya dengan handuk kecil.

Mata Alicia membelalak, kedua tangannya mencengkram tiang kerangkeng erat. Sang gadis tidak jadi sendu, dirinya terhipnotis memasuki gerbang percintaan monyet.

𝘈𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘢𝘯𝘨𝘨𝘶𝘯 𝘥𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘱𝘦𝘯𝘫𝘢𝘳𝘢? 𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘢 𝘴𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘣𝘭𝘪𝘴 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘬𝘶𝘵 𝘵𝘦𝘳𝘱𝘦𝘳𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘱 𝘥𝘪 𝘣𝘢𝘭𝘪𝘬 𝘫𝘦𝘳𝘶𝘫𝘪?

Alicia malah teringat sesosok iblis incubus di salah satu buku bacaanya—Ya, buku dan ensiklopedia yang sama yang dia baca sepanjang waktu (ada juga potret incubus yang menawan di dalamnya). Iblis, incubus, dewa kematian, atau mahluk misterius apalah itu, selalu digambarkan sebagai mahluk paling rupawan di seluruh jagat raya. Keanggunan dan kharismanya berhasil memperdaya segala insan di segala jaman.

Kulit pria itu terkesan pucat namun cerah bersinar. Rambutnya ikal hitam sepanjang bahu, tersurai semakin mengkilap berkat keringatnya. Kedua mata mint-nya lelah persis seperti mata Whistlehoff, tapi tatapannya menawan hingga meruntuhkan langit, memberikan kesan misterius dengan seribu satu arti ke pikiran Alicia yang sudah makin luluh dibuatnya. Perawakannya justru tidak setinggi lelaki dewasa pada umumnya, hampir setara dengan Alicia, tapi itu malah membuat Alicia semakin ingin memeluk pria mungil tersebut.

"K-kamu? Siapa?" tanya Alicia yang masih terkesima.

Pria itu menyunggingkan sedikit senyuman. Alicia membiarkan mulutnya sedikit menganga. Jantungnya copot.

"Aku … salah satu tahanan sihir?" kata pria itu sambil mengernyitkan dahi. "Aku bukan orang penting, sih. Tapi senang ada teman bicara di kompleks yang kosong ini--"

"Aku Alicia!" celetuknya.

"Eh, maaf?"

Alicia yang insaf langsung memerah. Ia gemetaran hebat sambil mencoba mengalihkan topik lewat mulutnya yang tergagap komat-kamit tidak jelas.

Pria tersebut hanya tertawa. "Padahal kamu tadi baru akan menangis loh, tiba-tiba salah tingkah begitu. Sebegitu menarikkah diriku?"

Alicia tidak tahu harus menaruh mukanya dimana lagi. Menutup wajah dengan kedua tangannya adalah satu-satunya cara yang terlintas di pikirannya, karena betapa malunya sang gadis.

"A-aku … Ti-t-tidak … M-maaf! Tak bermakud … Aku t-tak bermaksud … kau … hanya s-s-saja …"

"Aku Mars," sela si pria tersebut yang seketika menghentikan penyakit gagapnya yang kambuh. "Kenapa nona muda sepertimu harus ada di sini?" tanyanya lagi.

Alicia yang masih malu melongok ke arah lain. "K-kau tidak perlu bertanya begitu. Kau pasti sudah mendengar rumor baru-baru ini seperti yang lainnya."

"Oh, ternyata kamu, ya. Tidak kusangka Sempena Ilahi dalam wujud daging. Betapa terbekatinya aku."

Pujian ala kadarnya terasa berbeda bagi Alicia. "B-bukan aku! Aku tidak bisa mengeluarkan Arcane murni. Kekuatanku terhubung dengan suatu bola sihir, dan entah bagaimana orang Roma dapat memblokir pikiranku, membuatku tidak bisa mengakses kekuatan dari benda sihir tersebut."

"Begitu. 𝘚𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘺 ritus barat memang ahli dalam memanipulasi pikiran dan sugesti. Tapi kuberi tahu satu hal. Kau tidak bisa mengendalikan bola sihirmu karena otakmu dihalangi oleh sugesti. Cara terbaik untuk menghapus sugesti itu adalah menyentuh permukaan bola tersebut dan voila! Sugestimu akan terhapus dengan sendirinya. Intinya adalah untuk merasakan dan terhubung sekali lagi dengan apa yang pernah menjadi bagian dari dirimu.""

"Tunggu, sungguh?"

"Aku sendiri adalah 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 ritus barat, tentu saja aku bersungguh-sungguh."

Alicia memberanikan diri mempertemukan matanya dengan Mars. "Kamu … Mars? B-bagaimana denganmu? Mengapa kamu bisa ada disini?"

"Tidak muluk-muluk. Aku berkelahi dengan penyihir lain terkait urusan pribadi. Nanti juga dibebaskan," kata Mars.

Mereka pun berlanjut dalam hening. Alicia masih gugup tidak tahu ingin berkata apa lagi. Tapi sepertinya Mars masih penasaran dengan sang gadis.

"Luka bakarmu unik," ujar Mars menggoda. "Bukankah kau berpikir lukamu lebih seperti suatu lukisan simbol dibandingkan luka bakar biasa?"

Alicia langsung menyembunyikan tangan kanannya.

"Ups, maaf jika itu menyinggungmu. Aku juga punya luka di tanganku, kok. Lihat!" Mars menjulurkan telapak tangannya yang diperban keluar sel.

"Eh, tidak, hanya saja ... Luka bakar ini berbeda dari yang lain. Ini mungkin sangat aneh bagimu."

Mars hanya bisa bergelak. "Kamu membiarkan lukamu tersingkap sepanjang waktu dan malah minder terhadap pendapatku? Alicia, kamu jangan-jangan--"

Alicia sadar dirinya keceplosan, mukanya merah sejadi-jadinya!

"AAHH! Kamu! Kamu kenapa sangat enteng terus terang begitu sih?" teriak Alicia diliputi rasa jengah.

Mars yang mendengar teriakannya tertawa terbahak-bahak. Cukup lama sampai Alicia hanya memalingkan mukanya ke samping. Mars perlahan berhenti tertawa, lalu mencoba memancing Alicia lagi, katanya "Padahal kita baru bertemu. Tapi Alicia, kamu begitu imut."

Telinganya langsung panas. Alicia kembali berteriak kesal. "Diam! Cukup! Cukup! Kamu menyebalkan sekali!" Dengan wajah merona dia menghilang dari dekapan sel dan berlari ke tempat tidurnya, menutup mukanya dengan bantal. Alicia menggeliat sambil menjerit diredam kasur.

𝘗𝘦𝘯𝘫𝘢𝘳𝘢 𝘮𝘢𝘤𝘢𝘮 𝘢𝘱𝘢 𝘪𝘯𝘪!

Penjara mungkin tidak selamanya membawa pengalaman yang mengerikan. []