webnovel

CERAMAH KIAI MUSTOFA

"Saat ini waktunya Kiai Mustofa memberikan ceramah, kita harus datang ke Musala karena ceramah yang diberikan oleh Kiai Mustofa biasanya sangat mengena sehingga banyak orang yang mendengarkan ketika beliau berbicara."

"Malas aku, Kiai Mustofa terlalu tua, tidak menarik jika pembicaraannya kita dengarkan, sekarang sudah banyak sekali kyai-kyai muda yang bicaranya berapi-api dan bisa membuat kita terpana ketika mereka berbicara sedangkan Kiai Mustofa sudah tidak menarik lagi. Beliau mungkin menarik di zamannya tapi tidak untuk saat ini."

"Kamu ini diajak mendengarkan ceramah kok yang kamu katakan macam-macam!"

"Iya. . Kenyataannya memang demikian, kalau Kiai Mustofa yang ceramah, saya itu mesti ngantuk Bu. Jadi ibu saja yang datang saya tidak ikut."

"Ya sudah jika memang demikian. Ibu hanya berusaha mengajak kepada kebaikan saja lain tidak karena kamu adalah putra ibu jadi kewajiban ibu untuk mengajakmu pada kebaikan."

"Iya Bu, kebaikan yang lain saja kali ini saya tidak ikut menemani ibu untuk mendengarkan ceramah Kiai Mustofa, nanti kalau ada penceramah yang lain dan saya sempat saya pasti akan mengantarkan ibu ke sana."

"Ya sudah kalau begitu Ibu berangkat dulu ya."

Bu Fitri berjalan seorang diri melintasi jalanan kompleksnya, hari sudah petang karena memang sebentar lagi waktu Isya datang, beberapa tetangga menyapanya kemudian bergabung dan berjalan bersama menuju Musala yang ada di kompleks perumahan tersebut.

"Sekarang waktunya Kiai Mustofa ya yang berceramah?"

"Iya biasanya Kiai Mustofa itu suka sekali bagi-bagi uang setelah ceramah itu sebabnya banyak anak-anak kecil yang ikut serta."

"Oh begitu."

Hingga kemudian mereka sampai di Mushalla tersebut.

Setelah adzan Isya mereka salat Isya bersama kemudian mereka menunggu Kyai Mustofa maju ke mimbar.

Kiai Mustafa mulai berceramah di hadapan banyak orang. Suaranya sangat jelas dan lantang, caranya membaca Alquran juga luar biasa bagus, semua orang terpana melihat kepandaian yang ditampilkan oleh Kiai Mustofa. Hingga kemudian Kiai Mustofa menutup ceramahnya dengan beramah-tamah, dia menyapa beberapa anak kecil yang ada di barisan depan beliau meminta kepada anak-anak itu untuk membacakan surat-surat pendek yang mereka bisa.

Satu surat pendek yang dibacakan maka Kiai Mustofa akan memberikan hadiah sebanyak Rp10.000.

Sejenak suasana menjadi riuh ada sekitar dua puluh anak yang membacakan surat-surat pendek nya.

Dan ketika acara usai mereka berebut untuk berjabat tangan mencium tangan Kiai Mustofa.

Kiai Mustofa memang masih sangat tampan meskipun usianya sudah tidak muda lagi.

Di ujung jalan itu ibu-ibu bertemu dengan Kiai Mustofa mereka semua menganggukkan kepalanya termasuk Bu Fitri,

ada ibu Hj Lasmi juga di dalam rombongan mereka.

"Ceramah Kiai Mustofa itu selalu mengena kenapa ya?"

"Iya cara beliau bertutur juga luar biasa bagus."

"Berbeda dengan kiai-kiai yang lain."

"Biasanya di usia yang sudah 60 tahun itu cara berbicara orang kebanyakan sudah terbata-bata, suaranya sudah tidak selantang Kiai Mustofa tapi Kiai Mustofa masih bisa lantang dalam membawakan ceramahnya."

"Itu namanya anugrah Bu."

"Iya memang hebat orang itu."

"Kasihan ya sekarang beliau sudah sendirian sejak istrinya meninggal beberapa bulan yang lalu."

"Apa benar Kiai Mustofa sudah tidak mempunyai istri lagi?' tanya Bu Hj Lasmi dengan penuh semangat.

"Iya Bu Hj sudah sejak beberapa bulan yang lalu Kiai Mustofa tidak mempunyai istri, istrinya sudah lebih dahulu dipanggil Allah."

"Oh kasihan. .saya malah tidak pernah tahu tentang berita itu."

"Memangnya kalau tahu kenapa Bu Hj?" ujar Bu Yuli biang gosip nomor satu di Kompleks Perumahan Bumi Permata Indah.

"Ya tidak apa-apa."

"Eh. .Ibu Hj pakai acara malu-malu segala, apakah Bu Hj mau sama Kiai Mustofa?"

"Ah, Bu Yuli ini ngomong apa toh?" kata Bu Fitri mengingatkan.

"Saya ini bertanya yang sesungguhnya. Apakah Bu Hj mau dengan Kiai Mustofa?"

"Memangnya kalau mau kenapa Bu Yuli?"

"Siapa tahu saya bisa jadi penghubungnya."

"Saya bersedia loh, rumah saya kan dekat dengan rumah Kiai Mustofa. Saya bisa pura-pura saja datang ke sana untuk mencari informasi apakah Kiai Mustofa masih ingin menikah lagi atau tidak."

"Sudah. . sudah nggak usah diteruskan Bu Yuli nanti malah jadi ghibah lho."

"Iya Bu Yuli bukannya ghibah itu kalau benar sama seperti memakan daging saudaranya kalau salah dosanya lebih buruk daripada pembunuhan."

"Kok ghibah sih?, saya ini berkata yang sebenarnya barangkali Bu Hj Lasmi memang masih mempunyai keinginan untuk menikah lagi, Bu Hj Lasmikan janda apa lagi Bu Hj Lasmi janda kaya raya yang nggak bawa anak."

Semua yang berjalan menggelengkan kepalanya mendengar ucapan yang disampaikan oleh Bu Yuli

itu, memang sudah jadi kebiasaan yang dilakukan oleh Bu Yuli setiap ada permasalahan dia selalu menjadi kompor hangat bagi orang-orang yang mendapatkan permasalahan tersebut.

Jadi apa yang dilakukan oleh Bu Yuli saat ini sebenarnya tidak mengundang rasa heran bagi semua yang mengetahui hal itu.

Ada Bu Yuli, ada Bu Fitri, ada Bu Hj Lasmi juga ada Bu Ketut mualaf yang baru saja memeluk agama Islam.

Mereka tersenyum-senyum sendiri mendengar penuturan yang dikatakan oleh Bu Yuli mereka hanya berharap Bu Yuli bisa segera insaf agar tidak terus-menerus menjadi biang gosip.

"Sebaiknya ibu-ibu singgah saja ke rumah saya dulu. Kebetulan saya baru saja membeli kue yang sangat enak sekali singgah dulu ya kita lanjutkan bincang-bincang nya dirumah," kata Bu Hj Lasmi kepada semua yang berjalan bersama.

Mereka semua saling pandang tidak biasanya Bu Hj Lasmi menyuruh mereka untuk singgah sepulang pengajian.

"Ayolah singgah dulu barang sejenak, belum terlalu malam jugakan?, nanti pulangnya akan saya antar dengan mobil saya tidak usah khawatir."

Ibu-ibu tersebut akhirnya mau untuk singgah ke rumah Bu Hajah Lasmi mereka duduk di ruang tamu rumah yang sangat besar megah dan mewah itu kursi di ruang tamunya juga kursi yang mahal, pasti bukan kursi sembarangan.

"Saya ambilkan minum dan kue di dalam dulu ya." kata Bu Hajah Lasmi kepada tamu-tamunya.

Sepeninggal Bu Hajah Lasmi kedalam untuk mengambil kue dan minuman Bu Yuli kemudian berceramah.

"Saya bilang juga apa, Hj Lasmi itu senang sama Kiai Mustofa itu sebabnya saya mau menjadi mak comblang untuk Hj Lasmi dan Kiai Mustofa. Siapa tahu mereka berjodoh saya bisa kecipratan enaknya."

Bu Fitri menggelengkan kepalanya dia tidak menyangka ada orang yang berpikir seperti pikiran Bu Yuli itu.

"Kalau Hj Lasmi itu tidak suka kepada Kiai Mustofa tidak mungkin kita disuruh singgah ke rumahnya, sebentar lagi Hj Lasmi pasti akan mencari informasi tentang Kiai Mustofa."

Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Bu Yuli itu ada benarnya tapi ibu-ibu yang lain berusaha untuk menekan semua rasa ingin tahu yang tiba-tiba saja muncul mereka tidak ingin menebar dosa mereka juga tidak ingin Hj Lasmi tersinggung itu sebabnya mereka memilih diam.