webnovel

Tertangkap Basah

Pagi ini, Bass lebih bersemangat bekerja karena semalam Gisel tidak ketiduran lagi di kamar anaknya seperti sebelumnya. Bagiannya pun terlaksana tanpa jeda dan hambatan hingga akhirnya sama-sama menemui puncak.

"Kau akan pulang terlambat hari ini?" tanya Gisel seperti biasa saat mengantar Bass akan kerja.

"Tidak, hari ini pekerjaan tak banyak. Aku akan pulang seperti biasa," kata Bass sembari menunggu istrinya merapikan dasinya.

"Baiklah. Kau ingin aku buat apa untuk makan malam?" tanya Gisel lagi. ia tidak memperhatikan Clarine yang ternyata sedang menatap ke arah mereka.

"Apa saja. Asal kau yang masak pasti akan aku makan," kata Bass sembari mencium puncak kepala istrinya itu dengan hangat dan lama. Ia ingin mengungkapkan pada Gisel bahwa apapun yang wanita itu lakukan pasti yang terbaik. Ia tidak ingin membebani dengan meminta hal-hal yang menambah pekerjaan.

"Baiklah. Hati-hati di jalan dan ingat ada aku dan anak-anak yang selalu menunggumu untuk kembali dengan selamat," pesan Gisel yang masih belum menyadari ada lalat berkepala hitam yang sudah bergelayut manja di pintu pagar rumahnya.

"Kalian selalu seperti ini setiap pagi," kata Clarine dengan senyum yang tak luntur dari bibirnya. Senyum yang ditujukan kepada Basa.

"Ini hanya ritual kecil sebelum Bass akan berangkat kerja," jawab Gisel dengan malu-malu berbeda dengan Bass yang menghela napas beberapa kali tanpa kentara menyadari jika wanita di depan rumahnya ini melakukan sesuatu yang tidak seharusnya. "Aku akan masak yang spesial untukmu, jangan pulang terlambat," katanya kali ini benar-benar melepas Bass untuk berangkat kerja.

Sepeninggal Bass, Clarine mengeluarkan ide yang menurutnya sangat mereka perlukan saat ini. "Bagaimana kalau kita pergi keluar? Aku rasa ada banyak hal yang bisa kita lakukan."

Gisel nampak berpikir. "Aku tidak yakin, hari ini banyak pekerjaan rumah yang harus aku kerjakan, Bass juga memintaku menyiapkan keperluannya ke luar kota jika jadi," tolaknya dengan halus.

"Aku akan membantumu menyiapkannya, setelah itu kita pergi. Bagaimana?" Clarine benar-benar tidak ingin kalah. Bagaimana pun caranya semua rencana harus berjalan sesuai rencana, ia ingin merapikan rambut dan merawat diri barang sebentar tapi tidak ingin sendirian.

Gisel merasa tidak enak. "Tidak perlu, aku masih bisa melakukannya sendirim lagipula tidak banyak persiapan." Ia tetap mengingat pesan Bass agar tidak terlalu sering pergi dengan tetangga barunya itu.

"Apa kau sengaja tidak mau aku ajak pergi? Apa Bass tidak memberimu uang lebih?" curiga Clarine dengan tatapannya yang penuh pada Gisel. Ia menghela napas pelan saat wanita dua anak itu menggeleng cepat. "Kalau begitu kenapa kamu menolak?" kesalnya dengan sangat kentara.

"Aku benar-benar tidak bisa hari ini. Kalau esok hari aku akan menanyakannya dulu pada Bass," jawab Gisel lagi masih mencoba menolaknya dengan halus. Ia memang sedang tidak ingin kemana-mana. Lagi pula Clarine rasanya sudah tahu jika Bass bahkan selalu memberinya uang lebih.

Clarine tampak menghela napas kasar. "Apa kau sedang mencoba menjauhiku?" tanyanya kemudian. Ia melihat gelagat yang aneh dari Gisel, tidak seperti biasanya. Entah hanya perasaannya saja atau memang nyata, tapi ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

"Jangan bicara yang tidak-tidak, aku memang tidak bisa pergi hari ini," kilah Gisel sembari memaksakan seulas senyum demi membuat Clarine diam dan tidak mengatakan apapun lagi. demi Tuhan Bass memang tidak mengijinkannya dan kali ini ia merasa titah suaminya itu benar. Ia juga ingin melakukan perawatan agar Bass semakin lengket, tapi tidak berangkat dengan Clarine. Ia ingin menikmati waktunya tanpa gangguan siapapun seperti selama ini.

"Baiklah kalau begitu, aku akan pergi sendiri. Lain kali akan ku tagih janjimu untuk pergi bersama," kata Clarine sembari beranjak meninggalkan rumah itu dengan langkah besar. Ia tidak menyangka jika Gisel akan menolaknya kali ini. Ia pun pulang dengan wajah masam yang sama sekali tidak di tutupi. "Dia pikir, dia itu siapa," gumamnya begitu pintu rumah tertutup rapat. Banyak kata makian dia rapalkan dan mulai menyusun rencana cantik agar Gisel mau pergi dengannya. Dadanya kembang kempis karen amerasa harga diri di injak-injak. Ia hanya mengajak Gisel untuk ke salon bukan clubbing. "Kamu benar-benar membuatku tidak sabar," gumamnya lagi. Ia menuang segelas wine dan menyesapnya dengan perlahan. Dalam angannya kini sudah tidak sabar untuk merawat diri dan menunjukkan pesonanya sebagai wanita muda yang anggun dan cantik. Menikah bukan alasan dia terlihat kusam apalagi tidak menarik di hadapan orang lain terutama lawan jenis.

Sementara di rumahnya, Gisel menghela napas berat saat melihat Clarine sudah masuk ke dalam rumahnya. Ia tidak pernah menduga jika tetangga barunya itu akan sangat kesal saat mereka tidak bisa pergi bersama. Ia pun memutuskan untuk membicarakan hal ini dengan Bass ketika malam nanti. Ia tidak bisa trus menolak Clarine dengan alasan yang kadang hanya sepintas terlintas di kepalanya. Hal itu tentu akan membuat tetangga muda mereka itu curiga saja. Ia tidak ingin hubungan mereka jadi tidak baik. Dengan sisa tenaganya ia pun mulai merapikan rumah dan melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda selama meladeni Clarine berbincang. Banyak hal yang harus dia selesaikan kali ini. Anak-anak sudah di antar sekolah lebih pagi dan kini tersisa dirinya saja di rumah. Ia berharap sebelum jam jemput tiba, pekerjaan rrumahnya pun sudah selesai.

***

"Hari ini aku akan pergi dengan Clarine," kata Gisel mendahului Bass.

"Kenapa?" tanya Bass yang emrasa heran dengan sikap Gisel, tidak biasanya masih pagi sudah tidak hangat seperti biasa.

"Kemarin aku menolaknya yang mengajak ke salon dan dia kesal," aku Gisel merasa tidak enak hati. "Aku tidak ingin menjadi orang jahat di hadapannya." Ia menghela napas pelan.

"Yang penting kau harus ingat untuk menjaga jarak. Melihatnya saj amembuatku tidak nyaman, kau tahu maksudku," jawab Bass membuat Gisel mengangguk. "Sebenarnya aku tidak setuju, lebi baik kau fokus saja dengan program kehamilan anak ketiga kita di banding mengurusi dia yang memang belum punya anak itu. Apa yang kalian pikirkan pun tentu saja tidak sama," imbuhnya. Memahami jika Gisel adalah orang yang mudah sekali terbawa perasaan dengan sesuatu, jadi sebisa mungkin ia pun memberi pengertian dengan tutur kata yang lembut. Baginya, Gisel sudah sangat baik mengurus dirinya dan juga kedua buah hati mereka, jadi ia tidak akan terpengaruh dengan wnaita lain yang ada di luaran sana.

"Iya, aku sudah berjanji padanya untuk mengganti hari ini. Yang jelas aku sudah berusaha mengurangi interaksi antara kami seperti yang kau katakan. Aku juga tidak nyaman entah karena apa," timpal Gisel membuat Bass gemas dengan sikap istrinya itu. Ia mengecup singkat hidung mancung istrianya itu bertubi-tubi.

"Apa yang kau lakukan?" kesal Gisel sembari menepuk ringan dada Bas yang masih setia menempel padanya.

"Hanya mengambil jatah pagiku sebelum berangkat kerja," kilah Bass yang kemudian melakukannya lagi dan lagi.

"Wah pemandangan pagi ini sepertinya berbeda dari sebelumnya, gide Clarine yang entah sejak kapan sudah berada di ambang pintu kediaman Bass. Ia bisa melihat wajah terkejut tuan rumah yang tengah asyik bertukar saliva.

"Sejak kapan kamu ada disana?" tanya Gisel seraya mengusap kasar bibirnya, menghapus jejak basah dari Basa.