webnovel

Terjerat Cinta Anak Pungut

~Anak Pungut~ Sakit sekali rasanya saat mendengar dua kata itu terlontar dengan jelas, sakit sekali rasanya saat aku tahu jika aku adalah anak pungut. Anaya, semasa hidupnya ia selalu bahagia bersama dengan kedua orang tuanya, meski ada saudara yang begitu membencinya tapi Anaya tetap bahagia. Anaya semakin merasa bahagia karena memiliki Haikal sebagai kekasihnya, Haikal lelaki baik dan penuh kasih sayang, itulah yang membuat Anaya merasa sangat beruntung. Tapi semua hancur saat Anaya mengetahui jika dirinya hanya anak pungut, Anaya hanya bayi yang ditemukan di dalam kantong keresek di semak rerumputan. Haikal jadi menjauhinya dan lebih memilih Sasya saudara Anaya yang jelas asal usulnya, Anaya kehilangan separuh semangat hidupnya karena Haikal yang meninggalkannya. Hingga suatu hari, kenyataan yang sama pun didapatkan Haikal, Haikal bukan anak kandung dari kedua orang tuanya dalam kata lain, Haikal juga hanya anak pungut saja. Saat itu, Haikal merasakan apa yang dirasakan Anaya sebelumnya, merasa diasingkan dan tidak berharga. Kenyataan itu Haikal ketahui saat Anaya telah menemukan semangat baru untuk harinya, lelaki baru yang menjadi pasangannya, dan yang bisa membahagiakannya. Haikal tidak terima dengan itu, pertemuan mereka malam itu telah membuat Haikal merasa menyesal telah meninggalkan Anaya hanya karena Anaya anak pungut. Apakah Haikal akan kembali pada Anaya, atau mungkin Haikal akan tetap bersama Sasya?. Apakah Sasya akan tetap menerima Haikal, saat tahu jika Haikal tak ada beda dengan Anaya?. . . Yuk baca, semoga suka, maaf kalau cerita kurang menarik soalnya masih belajar. Dan tolong tinggalkan pesan untuk semangat author ya. Terimakasih, salam ~mentari93_~

mentari93_ · Urbano
Classificações insuficientes
9 Chs

Bab8. Tidak Akan Sia-siakan

Haikal menghentikan laju mobilnya di parkiran kantor tempat Sasya bekerja, masih sepi karena memang waktu masih pagi.

"Terimakasih," ucap Sasya.

Haikal mengangguk, mungkin tidak ada salahnya dengan itu.

"Haikal."

"Hem."

"Emmm, kamu sama Anaya putus sekarang."

"Iya, lalu?"

"Emmm, kamu kan tahu kalau selama ini, aku juga suka sama kamu."

Haikal mengangguk, sepertinya Haikal tahu apa yang akan dikatakan Sasya padanya.

"Apa .... mungkin saja sekarang, aku bisa mendapatkan kesempatan untuk bersama kamu."

"Mana mungkin Sya, aku pernah sama saudara kamu, nanti apa kata orang."

"Aku gak punya saudara, Anaya bukan saudara aku."

"Ya tapi orang tahunya seperti itu."

"Aku gak peduli, biarkan saja mereka mau berkata apa, yang aku mau sekarang hanya jawaban kamu, apa kesempatan itu ada untuk aku?"

Haikal diam, apa harus secepat itu, hubungan dengan Anaya baru berakhir beberapa waktu saja, apa pantas Haikal langsung bersama dengan Sasya.

"Aku tahu, kamu masih sangat menyayangi Anaya, tapi kamu sudah memutuskan semuanya, dan gak ada salahnya juga kan kalau kamu beri kesempatan aku untuk bisa dekat sama kamu?"

Haikal tersenyum dan mengangguk, mungkin dengan Sasya, Haikal bisa cepat melupakan Anaya.

"Aku gak akan paksa kamu untuk suka dan sayang sama aku, aku cuma mau kamu rasakan saja semuanya dan ikuti alurnya, selebihnya biar aku yang berusaha."

"Bagaimana kalau aku justru mengecewakan kamu?"

Sasya mengangkat kedua bahunya sekilas, itu biar jadi urusan belakangan, sekarang yang terpenting Sasya bisa bersama Haikal.

"Jadi, gimana?" tanya Sasya

"Aku terserah kamu saja, yang jelas kamu harus tahu kalau Anaya masih sepenuhnya memiliki hati aku."

Sasya tersenyum dan mengangguk, meski jujur kalimat Haikal cukup menyinggung perasaannya.

"Berarti aku bebas hubungi kamu kapan saja mulai sekarang?" tanya Sasya

"Silahkan."

Sasya kembali tersenyum, jawaban yang sesuai dengan keinginannya, tentu saja Sasya tidak akan melewatkan kesempatan sekecil apa pun.

"Ya sudah, aku masuk ya."

"Makan siang bareng?"

Sasya mengangkat kedua alisnya, bagaimana mungkin Sasya bisa menolaknya.

"Boleh."

"Pulangnya, aku jemput?"

Sasya tersenyum lebar, sepertinya ini kesempatan terbesarnya untuk bisa mendapatkan Haikal.

"Bagaimana?"

"Oke."

Keduanya tersenyum bersamaan, Sasya lantas keluar dan berjalan memasuki kantor, sedangkan Haikal masih bertahan di tempatnya.

"Maaf Nay, tapi aku harus cepat melupakan kamu, dan mungkin dengan aku bersama Sasya, bisa cepat membuat aku melupakan kamu."

Haikal mengusap wajahnya dan melaju pergi meninggalkan tempat tersebut, Haikal juga harus ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya.

----

Ditengah kesibukan Anaya merapikan barangnya, ponselnya berdering, Anaya meraihnya dan melihat Sasya yang menghubunginya.

Sebenarnya Anaya malas untuk menjawab, tapi kalau tidak dijawab, pasti fikiran Sasya akan kabur tak karuan.

"Hallo, Sya."

Anaya terdiam mendengarkan kalimat panjang dari Sasya, ekspresinya wajahnya tak tentu, Anaya merasa tak mengerti dengan apa yang dikatakan Sasya.

"Tapi aku sedang rapikan barang aku."

Bukan menjawab, Sasya justru menutup sambungannya begitu saja, Anaya menatap layar ponselnya beberapa saat.

"Kenapa seperti itu?"

Anaya menggeleng dan menyimpan kembali ponselnya, Anaya melanjutkan kegiatannya, bukankah Anaya harus segera pergi dari rumah.

Anaya tidak boleh lelet, karena sudah pasti mereka akan menahan Anaya agar tidak pergi.

"Non, ada tamu."

Anaya melirik pintu, tamu, siapa yang datang di waktu pagi-pagi seperti saat ini.

"Non."

"Iya, sebentar aku keluar, Bi."

Anaya bangkit dan menyimpan baju yang digenggamnya, mungkin saja itu tamu untuk orang tuanya dan sebaiknya Anaya menemuinya saja.

Anaya tak melihat ada mbak rumah di balik pintu kamarnya, baiklah, Anaya lantas berjalan dan menemui tamu yang dimaksud.

"Haikal," panggil Anaya ragu.

Haikal menoleh dan terdiam menatap Anaya, ada apa lagi, bukankah Haikal sudah tidak mau berurusan lagi dengannya.

"Nay."

"Ada apa, kamu bukannya sudah tidak malihat aku lagi, kenapa sekarang kesini?"

Haikal diam, kenapa Haikal kesana, Haikal juga tidak mengerti, perasaannya terlalu kuat hingga membawanya menemui Anaya sekarang.

"Kamu jangan khawatir, aku tidak akan ganggu kamu kok, dan kamu tidak perlu terus menerus mengingatkan aku tentang itu."

"Nay, aku kesini ...."

"Aku juga mau pergi."

Anaya memotong kalimat Haikal, sepertinya dengan Haikal banyak bicara, hanya akan semakin menyakiti perasannya saja.

Anaya tidak siap kehilangan Haikal sekarang, tapi lelaki itu sudah memutuskan hubungan dengannya, dan Anaya tidak bisa memaksa untuk terus mempertahankan hubungan itu.

"Nay."

"Aku akan pergi, kamu tidak akan melihat aku lagi, jadi tidak perlu takut kalau aku akan mempermalukan kamu dan keluaga kamu."

"Nay, bukan itu."

"Cukup Haikal, aku tidak mau banyak bicara sama kamu, aku hanya akan semakin merasa keberatan dengan perpisahan kita, sedangkan aku tidak bisa melakukan apa pun untuk mempertahakan itu."

Haikal diam, bukankah itu hal yang sama yang juga dirasakan Haikal, tapi Haikal juga tidak bisa terus bertahan dengan anak pungut itu.

"Aku gak akan ganggu kamu lagi, kamu bebas mau cari wanita lain untuk pengganti aku, atau mungkin kamu mau sama Sasya, Sasya pasti senang kalau bisa dapat kesempatan untuk bersama kamu."

Haikal masih diam, Sasya memang sudah mengatakan itu dan Haikal juga sudah setuju, tapi sepertinya Haikal tidak perlu katakan soal itu pada Anaya.

Wanita itu pasti akan semakin terluka jika tahu tentang pembahasannya dengan Sasya tadi, Haikal berpaling seraya memejamkan matanya.

Kenapa juga Haikal harus datang ke rumah itu, padahal tadi Haikal berniat untuk langsung ke kantor saja.

"Aku masih ada yang harus dikerjakan, kamu boleh pulang."

Anaya berbalik dan berlalu begitu saja, Anaya tidak sanggup harus terus berhadapan dengan Haikal sekarang.

"Nay, Anaya."

Haikal menyusul dan menahan langkah Anaya dengan berdiri di hadapannya, Anaya hanya bisa menunduk tanpa mampu menatap Haikal.

"Aku sudah bilang, kamu boleh pulang."

Haikal menggeleng dan menarik Anaya ke dalam dekapannya, Anaya kaget dengan itu, jantungnya seketika bergemuruh bersamaan dengan matanya yang terasa panas.

"Aku minta maaf, Nay.

Anaya tak menjawab, air matanya menetes begitu saja, Anaya sangat membutuhkan Haikal sekarang, tapi Haikal malah meninggalkannya.

Tidak ada pelarian untuk Anaya bisa bersandar, satu-satunya orang yang diharapkan telah membuangnya begitu saja.

"Maaf, aku sudah bersikap egois atas hubungan kita."

Anaya tetap diam, berusaha menahan isakannya agar Haikal tidak tahu tentang tangisnya.

Anaya berusaha menerima semuanya, mungkin memang itu yang seharusnya terjadi, dengan begitu Anaya bisa tahu seperti apa perasaan Haikal sebenarnya.

Haikal tidak bisa sepenuhnya menerima Anaya, karena sekarang semuanya jelas, Haikal membuangnya saat Anaya begitu membutuhkannya.

Anaya tidak akan membutuhkan lelaki itu lagi, Anaya pasti bisa melangkah sendiri, mencari keluarganya.