Kadang aku tidak tahu apa yang diinginkan hatiku selain berpisah dengan damai. Sesekali mengamuk misalnya, menemui perempuan itu dan menjambak rambut atau sekedar memaki. Aku justru pergi dan memberi kesempatan kepada suami untuk berkomunikasi. Ketika perempuan itu menghubungi.
Ternyata aku bisa selandai ini.
Aku membuat teh di dapur, Bang Zidane menyusul dan berdiri di sebelah. Sepertinya dia tidak menerima panggilan itu.
"Abang masih ada pekerjaan dengannya. Setelah proyek ini selesai, akan meminta pihak PT Wira Buana untuk mengirim orang lain mengurus pekerjaan dengan kami."
"Ini tehnya, Bang." Aku menggeser gelas teh di hadapan Bang Zidane. Tanpa menanggapi dengan apa yang baru saja dikatakannya.
Terserah.
Bukan apa-apa, misalnya aku tidak mengambil sikap begini. Bisa jadi dia masih terlena dengan kebersamaan dengan perempuan itu.
"Aku ke kamar dulu." Pamitku sambil membawa teh milikku.
Aku masuk kamar tanpa mempedulikannya.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com