webnovel

Terhimpit

Cempaka tak menyangka kalau pria yang di jodohkan oleh kakaknya itu sudah punya seorang isteri. Dia tak mau bila harus di madu dan menyakiti perasaan isteri pertamanya. Cempaka minta cerai, namun Kardiman tidak mau menceritakannya. Dia malah pergi meninggalkan Cempaka di tengah kebingungan. Dengan berbekal sehelai kertas segel yang bermaterai, yang ditandatangani oleh pengurus setempat dan juga saudara dari kedua belah pihak. Cempakapun hidup dalam kesendirian. Entah apa statusnya dia sekarang. Mau menguruskan perceraiannya ke pengadilan, dia tidak punya uang. Sedangkan Kardiman sang suami menghilang seperti di telan bumi. Tak terasa Cempaka hidup sendiri sudah tujuh tahun lebih, hampir delapan tahun dia menanti Kardiman agar menandatangani surat perceraian itu. Namun, dia tak kunjung datang. Tak ada kabar beritanya. Beberapa kali Cempaka ke rumah orangtuanya. Namun, tak ada kejelasan sama sekali. Katanya Kardiman tidak pernah pulang-pulang dan tak ada kabar beritanya. Akhirnya Cempaka membiarkan masalah itu mengalir apa adanya. Hingga suatu hari, dia bertemu degan seorang pria yang bernama Angga. Mengaku duda beranak tiga. Sang duda itu nampak tertarik kepadanya, dia mengejar Cempaka dengan berbagai cara. Cempaka mengatakan bahwa dia tidak mau sakit hati lagi. Dia tidak mau gagal lagi. Angga bilang dia tidak akan menyakiti, dan kalau menikah dengan dia pasti tidak akan gagal lagi. Karena diapun merasa tidak enak di sakiti oleh Isterinya. Dan Isterinya itu kabur meninggalkannya, dengan anak ada yang masih kecil. Katanya Isterinya kabur karena dia tidak tahan hidup miskin setelah usahanya bangkrut. Hingga Cempaka pun luluh, dan mau menerima cintanya. Entah apa yang membuat Cempaka tertarik padanya. Padahal, sebelumnya sudah beberapa orang yang mendekatinya, dia selalu menolaknya dengan halus. Pernikahan Cempaka yang keduapun dilangsungkannya dengan sangat sederhana sekali. Hanya nikah SIRI... Karena, pihak kua menolak surat cerai Cempaka yang hanya sehelai kertas segel bermaterai. Dan juga surat cerai Angga pun tak beda jauh. Tanpa kehadiran mertua, iring-iringan seuseurahan hanya tiga orang, itupun dengan sang mempelai pria. Tak beda jauh dengan pernikahan pertamanya. Sangat Menyedihkan... Perih... Ketiga anak tirinya tidak ada yang datang menghadiri. Tanda tanya mulai terselip di dalam hatinya. Saudara dan para Tetangga pun mulai nyinyir dengan berbagai praduga. Setahun kemudian, anak dan mantunya Angga datang berkunjung. Cempaka di marahi habis-habisan, karena Cempaka telah mau dinikahi oleh bapaknya. Yang Isterinya ternyata belum resmi di cerai. Surat cerai yang di bawa oleh Angga ternyata palsu!... Sa'at itu Cempaka tengah hamil muda. Dia bingung!... Apa yang harus dia perbuat. Akhirnya dia menerima apa adanya. Semua kenyataan itu dia simpan bersama Angga. Orangtua Cempaka dan saudaranya tidak ada yang tahu. Cempaka merasa malu dan kasihan kalau kedua Orangtuanya mengetahui apa yang sebenarnya. Setelah anaknya berusia beberapa bulan, Cempaka di ajak ngontrak sebuah kamar kontrakan yang tak jauh dari rumah orangtuanya. Dari kontrakan satu ke kontrakan lainnya. Hingga akhirnya dia kembali lagi ke rumah orangtuanya, setelah kedua Orangtuanya meninggal dunia. Itupun atas paksaan dari saudaranya Cempaka, yang tak tega melihat kehidupan Cempaka yang serba kekurangan di perantauan. Dikira Cempaka benar saja saudaranya itu akan menyayanginya. Namun kenyataannya hatinya semakin terluka oleh sikap saudara-saudaranya itu. Yang menghinanya, mengacuhkannya hanya karena dirinya miskin. Anak semata wayangnya geram setelah tahu bahwa bapaknya punya isteri dua. Tinggal di satu rumah yang hanya di batasi oleh tripleks, tanpa saling tegur sapa. Apalagi setelah Cempaka membongkar perselingkuhan adik iparnya. Bukan terimakasih yang di dapat. Tapi, dia malah di jauhi, di musuhi oleh adiknya sendiri. Mampukah Cempaka keluar dari semua himpitan itu? Ikuti kisah selengkapnya... Selamat membaca...

Zaitunnur · Ficção Científica
Classificações insuficientes
18 Chs

Siapa itu Kardiman?

Setelah memarkirkan motornya, Kardiman segera bergegas masuk ke dalam rumahnya uwa Karmi.

Ternyata pintunya terkunci.

"Neng!...,Neng!..., bukain pintunya!" Kardiman menggedor pintunya hingga berkali-kali. Cempaka diam tak menyahutnya. Apalagi membukakan pintu, dia sangat kesal sekali kepada suaminya itu.

Kardiman lalu memutar ke belakang, dia berharap pintu belakang tidak dikunci.

Benar saja, pintu belakang tidak dikunci.

Diapun masuk dengan hati-hati.

"Assalamualaikum..., Neng!... Neng! Kamu di mana?" Teriaknya sambil menuju ke kamarnya.

"Tok! Tok! Tok!..., Neng!..., apa kamu di dalam? Bukain dong pintunya, aku mau bicara, aku mau jelaskan semuanya. Tadi kamu salah faham." Kardiman mencoba membujuknya.

Cempaka diam saja tak menyahut, dia pura-pura tidak mendengarnya.

"Aduuh, gawat ini. Tadi aku salah ngomong, gimana ini?" Gumamnya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia mondar-mandir di depan pintu kamarnya, yang masih belum di buka oleh Cempaka.

"Ini mulut, kenapa pula bisa ceroboh, asal ceplak saja. Ku kira dia tidak akan

mengupingnya di balik pintu."Gumam Kardiman lagi. Dia jadi serba salah.

"Lebih baik, aku keluar saja lah daripada nungguin pintu yang di kunci." Kardiman beranjak dari tempat duduknya. Dia keluar lagi lewat pintu belakang.

Tak lama, terdengar suara motor yang meninggalkan halaman rumahnya uwa Karmi. Kardiman pergi entah kemana.

Hingga tengah hari, Cempaka tidak membuka pintu kamarnya. Dia merasa kesal dengan perkataannya Kardiman di kantor tadi pagi.

"Assalamualaikum..." sepuluh menit sebelum gema adzan dhuhur berkumandang, uwa Karmi terdengar mengucapkan salam. Dia sudah kembali dari ladangnya.

"Waalaikumsalam..., uwa sudah pulang?" sambut Cempaka menyambutnya dengan ramah.

"Minum dulu uwa, ini teh hangatnya" Cempaka segera menyajikan teh hangat seperti biasanya, setiap uwa Karmi pulang dari sawah ataupun dari ladangnya.

"Terimakasih Neng, bagaimana sudah beres urusannya Kardiman?" Uwa Karmi bertanya sambil menyimpan cangkir teh yang sudah setengahnya dia minum.

"Sudah uwa, tapi aku kecewa sama Kardiman." Cempaka mengadukannya.

"Ada apa? Kardiman membuatmu kesal?" Uwa Karmi bertanya dengan lembut.

"Aku di katain si polos uwa" Keluh Cempaka.

"He... He... He... Memang kamu itu polos sayang, " Uwa Karmi malah tertawa.

"Nanti kita bicarakan itu, sekarang uwa mau bersih-bersih dulu. Sebentar lagi waktu dhuhur tiba." ujar uwa Karmi sambil tersenyum penuh tandatanya.

"Iya uwa."Dengan terpaksa Cempaka menjawabnya.

"Uwa sepertinya mengetahui apa yang di katakan oleh Kardiman. Tapi, kenapa ya dan ada apa sebenarnya? Ini perlu aku selidiki, aku perlu tahu ini" gumam Cempaka, diapun bangkit dari tempat duduknya, menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

Setelah selesai shalat dhuhur, Cempaka menemui uwa Karmi di kamarnya.

"Uwaaa..., ada yang mau aku tanyakan wa, boleh kan?" Cempaka meminta izin.

"Boleh, kamu mau tanya tentang apa sama uwa? Ayo sini masuk, kita bicara di sini saja." Uwa Karmi menyuruh Cempaka untuk masuk ke kamarnya.

Cempaka segera masuk ke kamarnya uwa Karmi yang pintunya terbuka setengahnya.

"Ada apa ndok?" Tanya uwa Karmi dengan logat jawanya yang medok.

"Tadi waktu di kantor, aku dengar Kardiman mengatakan bahwa aku itu polos, itu apa maksudnya ya wa? Aku jadi penasaran dengan perkataan itu. Terus, tadi uwa juga mengatakan bahwa memang aku ini polos, sambil tertawa. Sebenarnya ada apa uwa?" Cempaka bertanya penasaran.

"Ooh mengenai itu..., nanti juga kamu akan tahu sendiri, Tadi Kardiman bukan kepada kamu, mungkin kamu salah faham. Daan tadi uwa bilang begitu, hanya bercanda saja." ucap uwa Karmi.

Jalan buntu pikir Cempaka di dalam hatinya.

"Ya sudah uwa, kalau memang begitu. Semoga saja tidak ada yang lainnya di balik semua ini. Kita makan yu uwa, pasti uwa lapar kan? dari pagi sampai

siang uwa kan belum makan." Cempaka

mengalihkan pembicaraan.

Percuma juga membicarakan masalah ini dengan uwa Karmi. Bathinnya, diapun beranjak meninggalkan kamarnya uwa Karmi.

Uwa Karmi hanya tersenyum, di dalam senyuman itu ada sesuatu yang belum di ketahui oleh Cempaka yang tengah terperdaya.

Sebenarnya uwa Karmi ingin mengatakan segalanya tentang Kardiman. Namun, dia tidak mau ikut campur dalam urusannya Kardiman.

Biarlah waktu yang akan mengatakan semuanya.

"Ayo! uwa sudah lapar banget" Uwa Karmi berjalan mengikuti Cempaka, menuju ke ruang makan.

Dia menatap punggungnya Cempaka, di dalam hatinya dia sangat kasihan sekali kepada Cempaka. Tapi, mau apa lagi?

Dia tidak tahu kalau kakaknya Cempaka, tega menjodohkan adiknya kepada laki-laki yang sudah punya istri.

Waktu Kardiman pergi ke Bandung itu untuk menemui istrinya yang satu kerjaan dengan Yati, kakaknya Cempaka. Ini tidak mungkin kalau Yati belum tahu tentang Kardiman dari awal.

"Uwa, kenapa uwa? Sepertinya uwa agak melamun. Ada apa uwa?" Cempaka menatap uwa Karmi yang tengah melamun.

"Ya Allah..., enggak..., enggak, uwa enggak melamun." Uwa Karmi menjawabnya gelagapan.

"Silahkan uwa makan dulu." di dalam hatinya Cempaka masih belum mengerti, masih banyak tanda tanya yang belum dia dapatkan jawabannya.

"Enggak akan nunggu Kardiman dulu?

Biar kita makan bersama." Tanya uwa Karmi. Matanya seperti meminta pendapatnya supaya menunggu dulu Kardiman.

"Enggak usah uwa, biarkan saja Kardiman makan belakangan." Cempaka segera menyendokan nasi ke atas piring uwa Karmi dan piringnya sendiri.

"Ayo uwa, kita makan!"

Setelah mengambil lauknya, Cempaka langsung menyendok nasi dan menyuapkannya ke dalam mulutnya.

Uwa Karmipun lalu melakukan hal yang sama.

Sedangkan Kardiman waktu itu tengah berada di sebuah saung, di tengah pesawahan. Bersama teman-temannya.

Mereka berempat laki-laki dan satu orang perempuan, entah siapa.

Tapi yang jelas, bukan istrinya yang pertama.

Karena dia lagi bekerja di kota Bandung. Dia tinggal di sebuah kamar kontrakan, yang tak jauh dari perusahaan tempatnya bekerja.

Uang hasil memperdaya Cempaka, oleh Kardiman dipake untuk poya-poya dengan keempat sahabatnya.

Dia membeli makanan yang enak-enak.

Tidak lupa membeli beberapa botol minuman beralkohol.

Astaghfirulahaladziiim...,

Pasti Cempaka sedih dan luka hatinya, bila dia mengetahui apa yang telah di lakukan oleh suaminya itu.

Suami yang dijodohkan oleh kakaknya sendiri, kakak kandungnya.

"Man, kau punya uang dari mana? Bukannya kamu di skors dari kerjaanmu?" salah satu temannya mempertanyakan uangnya Kardiman.

"Itu uang hasil memperdaya si polos, istri muda ku. Dia itu gampang sekali aku perdaya, ha..., ha..., ha!" Kardiman

tertawa ngakak, dia sangat bahagia sekali nampaknya.

"Haaah? Kamu sudah nikah lagi? Perempuan mana yang mau sama kamu? Apa dia enggak tahu siapa sebenarnya Kardiman itu?"Temannya yang lain bertanya lagi dengan kagetnya.

Semua temannya merasa tidak percaya kalau Kardiman sudah menikah lagi.

Mereka tidak percaya, kalau ada perempuan yang mau dinikahi oleh Kardiman.

"Kalian tidak tahu, siapa itu istri muda ku? Dia masih gadis, cantik, baik, pendidikannya juga lumayan tinggi. Dan, yang paling membuat aku bahagia, selain dia masih gadis, aku menikahi nya itu gratiiis!" Kardiman merasa bangga.

"Gratis?... Gratis bagaimana?" Teman yang perempuan bertanya heran.

"Iya gratis, semua biaya di tanggung oleh keluarga istri muda ku. Dari mahar, membayar ke penghulu, dan lain-lain, pokoknya semuanya Keluarganya yang tanggung, aku tidak mengeluarkan uang sepeserpun juga. Sudah gratis, aku juga menikmati kegadisannya lagi secara gratis pula. Ha...Ha...Ha... Aku merasa jadi raja atau apalah waktu itu." Kardiman menuturkannya sambil tak lepas tertawa ngakak.

"Aneh, kok! Ada gadis yang mau di perlakukan begitu. Aku juga yang perempuan gak bener gini, ogah kalau nikahan harus menanggung semua biayanya. Apa namanya itu? Gak masuk di akal." Temannya yang perempuan itu

geleng-geleng kepala karena kagetnya.

"Dia sebenarnya tidak mau sama aku, cumaa, kakaknya yang ikhtiar supaya

adiknya itu mau sama aku, karena katanya dia itu jomblo. Usianya sudah duapuluh sembilan tahun, sudah dilangkahi oleh adik kandungnya lagi.

Entah apa yang dilakukan oleh kak Yati, kakaknya itu. Tahu-tahu dia jadi mau nikah sama aku, yaa aku sikat saja. Sayang kan ada gadis yang mau sama aku, di biarkan begitu saja... Ha... Ha!"

Kardiman tertawa ngakak lagi.

Teman-temannya juga ikut ketawa ngakak.

Astaghfirulahaladziiim...