webnovel

Teori Ai Yu Ni

"Dalam pelarian, kutemukan dirimu." Qurrotaayuni, gadis kutu buku yang terindikasi gejala Social Anxiety Disorders itu mulai berubah sejak kedatangan murid pindahan dari Jakarta yang pesonanya mati-matian selalu ia tolak. Khoirul Iman, remaja asal Brebes yang lama tinggal di Ibu kota itu meskipun ramah dan bijaksana tapi sebenarnya mempunyai masalah yang pelik. Keduanya mencari pelarian dari masalahnya masing-masing, lalu dipertemukan oleh takdir. Saling belajar. Meski tak tahu nantinya akan saling menguatkan atau hanya saling memberikan pelajaran. (Brebes, 12 Mei 2018)

Laelatun_Nasroh · Adolescente
Classificações insuficientes
1 Chs

Bab 1: Merpati Putih

Brebes, Januari 2013

Suasana kelas X IPA 2 sunyi. Pandangan semua siswa terpaku kepada sosok di hadapannya. Remaja berkemeja OSIS yang berdiri di depan kelas itu memiliki tinggi 170 cm dengan kulit kuning langsat serta rambut hitam legam. Dia mempunyai alis yang tebal dan sorot mata tajam berwarna cokelat tua hampir hitam. Di ujung bawah mata kanan terdapat tahi lalat berukuran sedang. Bibirnya agak penuh, tapi ketika tersenyum terlihat tipis sehingga memperlihatkan gigi putih tanpa nikotinnya yang rapi.

"Nama saya Khoirul Iman, biasa dipanggil Irul." Remaja itu memperkenalkan diri sambil tersenyum ramah.

Dia baru saja pindah dari sebuah SMA di Jakarta. Selepas 1 semester bersekolah di sana, pemuda itu harus pindah ke Brebes dan tinggal bersama sang nenek. Sementara orangtuanya tetap tinggal di Ibu kota.

"Saya berharap, saya bisa duduk di depan sini," terang Irul sambil tangannya menunjuk meja paling depan di barisan tengah yang dekat dengan meja guru.

"Zahra, kamu pindah ke belakang, yah!" perintah wali kelas X IPA 2 itu.

Yuni memandang Bu Martha dengan dahi berkerut.

"Nanti Irul bisa tanya-tanya ke Yuni." Guru muda memandang Yuni. "Jangan jutek-jutek yah, Yun!" imbuhnya sambil menahan senyum.

Bu Martha tahu betul, anakknya yang satu itu terkenal jutek dan sangat pendiam.

"Tapi, Bu. Bukannya bangku laki-laki dan perempuan itu harus terpisah? Saya merasa kurang leluasa jika sebangku dengan lawan jenis," ujar Yuni keberatan.

"Dia murid baru. Butuh kenyamanan dan bimbingan supaya cepat beradaptasi dan mengejar ketinggalan," jawab Bu Martha tak terbantahkan.

Alasannya masuk akal. Tapi sebenarnya dia juga berharap sikap ramah Irul bisa menular ke Yuni.

"Baik, Bu." Yuni mengembuskan napas berat.

Ayuni atau biasa dipanggil Yuni adalah gadis dengan perawakan lumayan tinggi dengan kulit sawo matang. Paras ayunya sering terlihat jutek ketika ia diam. Mungkin karena sorot mata yang tajam serta bibir penuhnya, tapi ketika tersenyum memamerkan gigi kelinci, gadis itu terlihat ramah dan penyayang.

Irul akhirnya duduk di sebelah kiri Yuni setelah Zahra 'di usir' oleh wali kelasnya.

Zahra menenteng tasnya lalu berjalan ke belakang sambil menggerutu. Ini berarti ia tak akan seleluasa dulu mencontek tugas pada Yuni.

Gadis cantik dengan bulu mata lentik dan bibir yang dipoles dengan lipstik matte berwarna nude itu lumayan populer, tapi tidak terlalu suka belajar. Baginya, penampilan adalah nomor satu. Setiap kali ada tugas, ia bertanya pada Yuni.

***

Tiga bulan yang lalu

"Kalo pergi bahasa Inggrisnya apa sih, Yun?" tanya Zahra malas mencari kata di kamus yang pasti akan membutuhkan waktu lama.

Gadis bernama lengkap Qurrotaayuni itu menggerutu dalam hati. Pasalnya, itu kata kerja yang sering muncul dalam pelajaran sejak SMP, masa teman sebangkunya tidak mengingatnya.

Setidaknya buka kamus kalau memang tidak tahu, bukan malah bertanya padanya.

"Dikira aku kamus berjalan apa." Yuni bersungut-sungut dalam hati.

Namun, mau bilang begitu pun ia tidak sanggup. Pasalnya, ia pasti dituduh sok pintar dan tidak mau membantu kawannya, padahal Zahranya saja yang dan tidak mau berusaha.

Bukan hanya itu, teman sebangkunya juga sering mencontek tugasnya. Awalnya, Zahra hanya menyaksikan bagaimana cara mengerjakan tugas. Namun, jika jawabannya berbeda saat dicocokkan, gadis itu akan menyalin jawaban Yuni.

Yuni tak bisa berkutik. Sejujurnya ia geram dengan perbuatan teman sebangkunya itu, tapi dirinya tak bisa berbuat apa-apa. Karena jika tidak merelakan tugasnya disalin, pasti akan dikucilkan karena dianggap pelit dan sok pintar, padahal yang namanya berbagi ilmu itu minta diajarkan, bukan malah menyalin tugas. Lagipula gadis itu selalu bersedia jika diminta mengulang penjelasan guru.

"Itu my, nggak ada a nya, dodol! seru Zahra mengoreksi tulisan Yuni.

"Kata my itu artinya ku untuk kepemilikan, kalo may itu artinya bolehkah," terang Yuni dengan lembut meski hatinya agak dongkol.

"Oh ... Aku nggak tau," jawab Gadis ber-eyeliner itu pelan.

"Kalo nggak tau ya biasa aja kali ngomongnya. Nggak usah sok tau begitu," gerutu Yuni dalam hati.

Pasalnya, gadis itu mengucapkannya dengan bahasa yang agak kasar dan intonasi yang menandakan dia merasa sebal.

"Makanya jangan kebanyakan makan dodol! Jadi nyelag deh, tuh!" jawab Yuni asal.

Sebenarnya maksud dia kalau tidak tahu, ya, jangan sok tahu, dan jangan kebiasaan berbicara buruk.

"Namamu siapa?" tanya Irul memecah lamunan Yuni.

"Nggak denger tadi Bu Martha manggil aku siapa? Yuni memutar bola matanya."

"Sabar Yun ... Sabar ... Hati-hati! Jangan terlalu jutek sama cowok! Nanti kamu kena batunya," suara hatinya mengingatkan.

"Aku Ayuni," ujar gadis itu akhirnya sambil tersenyum sekilas.

Irul mengulum senyum. "Gadis yang menarik," batinnya.