webnovel

17. Keseriusan Kai Wenning

Wei Lian Zai terbatuk-batuk dengan mengeluarkan darah dari bibirnya. Pria itu memegangi dadanya yang terasa sangat sakit. Ia ingin menerobos masuk, tetapi ia cukup lemah kalau harus melawan Lan Yunxi dan Su Zanghi dalam keadaan ia tengah kesakitan. Dan lagi ia takut kalau adiknya kenapa-napa.

Keringat dingin sudah bercucuran di kening Wei Lian Zai, ia sudah mengatur energinya agat tidak semuanya terlepas. Tangannya masih menggenggam obat dari Kai Wenning, pria itu menatap obat yang ia bawa. Kenangannya dengan Kai Wenning sangat banyak, setiap waktu yang ia lewati dengan Kai Wenning sangat berharga. Di kehidupan sebelumnya, ia sangat bahagia memiliki Kai Wenning yang berdiri di tempat yang sama dengannya. Ia tidak mau jadi raja karena agar ia bisa bersama Kai Wenning selamanya, tetapi penghianatan itu ia dapatkan.

Wei Lian Zai tersenyum kecil, "Apa yang sudah dijanjikan Sekte Lan padamu, Kai Wenning? Sampai kamu meninggalkanku." Wei Lian Zai bermonolog seorang diri.

Wei Lian Zai bersandar di bawah pohon dengan lemah, pria itu masih memegangi dadanya. Di malam yang sudah sangat larut, hanya suara hewan-hewan kecil yang menemani Wei Lian Zai. Hingga lambat laun, dada Wei Lian Zai tidak lagi sakit. Wei Lian Zai tercekat, pria itu sedikit meraba dadanya, tidak ada lagi rasa sakit di sana. Wei Lian Zai juga mengusap hidungnya, hidungnya tidak mengeluarkan darah lagi, padahal Wei Lian Zai belum menggunakan obat yang diberikan Kai Wenning.

Wei Lian Zai bergegas berdiri, ia yakin kalau adiknya sekarang sudah baik-baik saja. Pria itu bernapas lega, Wei Lian Zai menunggu Kai Wenning yang katanya akan datang lagi. Wei Lian Zai tidak tahu apa sebenarnya yang dilakukan adiknya di padepokan ini dan apakah adiknya datang sendiri atau menjadi sandera dari keluarga Su.

Namun, keluarga Su terkenal dengan perangai yang baik dan selalu berada di jalan kebenaran. Tidak mungkin kalau memburu adiknya seorang diri. Wei Lian Zai tampak menimang-nimang, keluarga Su tidak masuk dalam Klan yang ia curigai, kecuali Klan Lan yang mempunyai dendam dengan keluarga Wei.

Wei Lian Zai ingin beranjak dari tempatnya, tetapi langkahnya terhenti. Ia sudah janji dengan Kai Wenning kalau ia menunggu adiknya di sini. Dan ia pun sudah berjanji akan menggantikan adiknya untuk disandera. Wei Lian Zai kembali menghembuskan napasnya, pria itu menyandarkan lagi tubuhnya di pohon, menanti Kai Wenning datang. Ia berharap saat Kai Wenning datang, Kai Wenning membawa Wei Feifei dalam keadaan baik-baik saja.

Satu jam, dua jam, bahkan lebih dari tiga jam Kai Wenning tidak kunjung menampakkan dirinya. Wei Lian Zai masih berusaha memupuk kesabarannya yang lambat laun juga menipis. Beberapa kali Wei Lian Zai akan menendang angin dengan kencang. Ia khawatir dengan adiknya, dan lagi-lagi Kai Wenning tidak menepati janjinya. Wei Lian Zai berlari ingin menuju padepokan, tetapi saat akan melewati kawasan batu pembatas wilayah, tubuh Wei Lian Zai terpental.

"Sialan Kai Wenning," umpat Wei Lian Zai saat ternyata Kai Wenning memberikan mantra pelindung di pintu samping padepokan.

Wei Lian Zai kembali menerobos, tetapi tetaps aja tubuhnya terpental. Yang ke tiga kali, tubuh Wei Lian Zai terpental kencang membuatnya jatuh telentang.

"Dua kali kamu menghianati ucapanmu sendiri, Kai Wenning," desis Wei Lian Zai. Wei Lian Zai menancapkan pedangnya ke tanah dan segera berdiri.

Wei Lian Zai masih tidak menyerah, pria itu masih menunggu Kai Wenning. Meski di otaknya terus mengatakan untuk menyerang saja, tetapi di hatinya tidak bisa melakukannya. Ia menunggu, menunggu Kai Wenning yang janjinya akan datang. Waktu terus bergerak maju, hingga langit yang semula gelap lambat laun berganti terang. Suara ayam hutan berkokok pun juga terdengar menandandakan waktu pagi. Wei Lian Zai belum memejamkan matanya barang sejenak pun. Ia sudah mengetahui keberadaan adiknya, tetapi sebelum ia tahu keadaan adiknya ia tidak bisa jenak.

Wei Lian Zai duduk bersandar di pohon, ksatria sejati itu tengah memainkan dedaunan kering yang sangat banyak.

"Wei Lian Zai." Suara yang berjam-jam tengah ia nanti pun akhirnya terdengar juga. Wei Lian Zai menolehkan kepalanya, saat ia melihat Kai Wenning, Wei Lian Zai bergegas bangun.

"Di mana adikku?" tanya Wei Lian Zai.

"Dia-"

"Kamu janji akan membawanya untukku. Kamu sudah menyembuhkannya? Bagaimana keadaannya sekarang?" sela Wei Lian Zai cepat.

"Tenanglah-"

"Bagaimana aku bisa tenang, dia adikku satu-satunya. Cepat bawa dia kemari, gantikan aku untuk kalian sandra," oceh Wei Lian Zai lagi.

"Aku tidak menyandranya, dan tidak ada yang menyandra dia," cap Kai Wenning.

"Bohong!" desis Wei Lian Zai. Wei Lian Zai mendekati Kai Wenning, pria itu menarik kerah baju Kai Wenning dengan kencang.

"Aku tidak bohong, Tuan Muda. Wei Feifei yang datang sendiri," jelas Kai Wenning.

"Bagaimana bisa dia datang dan kalian menerimanya, hah? Padepokan ini milik Klan Su yang jelas-jelas sangat anti dengan Klan Wei, juga ada Lan Yunxi yang mempunyai dendam dengan Klan Wei. Meski ingatan adikku hilang, tidak mungkin kalau Lan Yunxi tidak mengetahuinya. Lan Yunxi sangat pintar untuk mengenali adikku yang dari Klan Wei," ujar Wei Lian Zai.

"Guru Lan tidak mengenali Feifei," jawab Kai Wenning tidak berbohong.

"Omong kosong. Wajah Wei Feifei dan wajahku sama, tidak kah Lan Yunxi merasa familiar? Aku harus membawa adikku pergi, adikku dalam bahaya."

"Tenanglah, Wei Lian Zai. Nyatanya Guru Lan yang menjaga Wei Feifei."

"Tidak mungkin, pasti ada sesuatu di baliknya." Wei Lian Zai masih bersikeras, pria itu tidak percaya dengan apa yang diucapkan Kai Wenning.

"Ikut aku, aku tunjukkan sesuatu padamu," ajak Kai Wenning membalikkan badannya.

"Kemana?"

"Ikut saja."

Kai Wenning segera terbang menuju ke atap. Wei Lian Zai tampak ogah-ogahan menyusul mantan sahabatnya, kendati demikian ia tetap ikut terbang. Kaki Wei Lian Zai mendarat sempurna di atap padepokan, pria itu menatap ke bawah, di mana banyak murid-murid yang sedang menjalankan aktifitasnya. Semua murid di sana laki-laki dan dari berbagai Klan. Wei Lian Zai mengamati dengan seksama di bawah sana.

"Awalnya aku bertemu Feifei di sungai yang tidak jauh dari padepokan. Saat itu Feifei dalam keadaan kesakitan karena baru melawan ular raksaksa. Aku yang panik kembali ke padepokan untuk mengambil obat. Namun, guru Lan juga menemukan dan mengobati Wei Feifei. Aku tidak tahu pasti apakah guru Lan tidak merasa familiar dengan Feifei. Tetapi satu hal yang aku pastikan kalau aku akan menjaga Feifei. Feifei datang ke sini seorang diri, memaksa guru Lan untuk menerimanya menjadi murid. Awalnya Guru Lan tidak mau menerima karena Wei Feifei tidak memiliki Aurum core yang tertanam di tubuhnya. Tetapi dengan gigih Wei Feifei terus berusaha meyakinkan guru Lan hingga Guru Lan menerimanya. Perjuangan Feifei menjadi murid di padepokan ini tidak mudah, aku mohon percayakan dia padaku," oceh Kai Wenning memegang pundak Wei Lian Zai.

"Aku tidak bisa percaya padamu," jawab Wei Lian Zai masih menatap ke bawah.

"Aku tahu aku salah sudah pernah menghianatimu. Soal Wei Feifei, aku tidak main-main. Anggap saja aku menebus kesalahanku padamu dengan menjaga Wei Feifei. Meski pun nanti guru Lan mengetahui kenyataan bahwa Feifei adalah anak dari Klan Lan, aku akan menjaga Wei Feifei. Meski saat ini aku menjadi murid Guru Lan, aku akan berdiri di tempat berlawanan bila itu menyangkut Feifei," ujar Kai Wenning mencoba meyakinkan Wei Lian Zai.

Wei Lian Zai menolehkan kepalanya, ia menatap lekat ke arah Kai Wenning, mencari kebohongan di mata mantan sahabatnya. Bukan kebohongan yang ia dapatkan, melainkan sebuah keyakinan dan ketulusan.